“Gak pulang Ra?” pertanyaan yang berasal dari arah pintu itu menoleh menatap laki-laki yang kini berjalan ke arah nya dengan tatapan penuh tanya.
“Duluan aja, gue belum kelar,” ucap Isvara dengan senyumannya pada laki-laki yang tak lain adalah sahabat nya itu, Sandy. Mereka berbeda jurusan namun masih berada di fakultas yang sama.
Jika Isvara mengambil jurusan Tata busana maka Sandy mengambil jurusan teknik elektro. Mereka sudah bersahabat sejak masih SMA, dan hingga kini hubungan mereka masih baik-baik saja. Meskipun banyak yang mengatakan jika hubungan mereka tak akan bisa murni hanya sebatas persahabatan dan banyak yang mengatakan jika mereka bisa saja selingkuh namun Sandy dan Isvara memilih untuk tutup telinga dan terbukti tak ada lagi yang membicarakan tentang persahabatan mereka.
“Demen banget lo jadi penunggu kampus,” ucap Sandy sambil menggelengkan kepalanya melihat sahabat nya yang memang sering lembur itu.
“Ya mau gimana lagi, bahkan ini gue masih buntu ide,” ucap Isvara dengan kekehannya sambil memperhatikan patuh di depannya yang masih terpasang pola yang ia buat.
“Lo mah banyak perombakan mulu. Udah bagus tetep aja lo rombak. Mau yang sesempurna apa sih Var?” tanya Sandy sambil menggelengkan kepalanya melihat karya sahabat nya itu. Isvara adalah Isvara, di kepalanya terlalu banyak ide yang ia memiliki namun hal itu malah membuat nya selalu menginginkan yang sempurna namun sulit untuk ia kembangkan.
“Lo anak elektro mana ngerti sih, udah sana mending sekarang lo balik aja, jangan ganggu gue,” usir gadis tersebut sambil mengisyaratkan Sandy untuk segera pergi dengan tangannya. Sandy yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya. Dan pada akhirnya ia hanya bisa mengalah dan memilih untuk segera pergi dari sana meninggalkan sahabat nya itu berada di ruangan seni tata busana nya.
Merasa ide nya masih belum sempurna kini Isvara kembali duduk di kursi nya sambil menggambar desain yang ia berada di kepalanya. Namun akhirnya ia hanya bisa kembali mencoret gambar tersebut dan mengacak rambut nya gusar.
“Udah lah capek banget gue, mending pulang besok lanjut lagi,” putus Isvara akhirnya.
Gadis tersebut segera merapikan semua peralatannya, setelah selesai ia memutuskan untuk segera pergi dari kampus dengan berjalan kaki karena jarak dari kampus nya menuju apartemennya tidak lah jauh. Isvara bukanlah dari keluarga yang berada. Namun hidup nya berkecukupan. Selama di kota tersebut ia hanya sendiri karena Ibu nya berada di kota yang berbeda dengan nya.
Selama di perjalanan yang cukup sepi dan hanya di teringi dengan lampu jalan Isvara membawa langkah nya menuju ke arah sebuah tempat les seni menggambar.
Bukannya menuju ke arah apartemennya kini Isvara malah memutuskan untuk menuju ke arah tempat les seni yang disewa oleh kekasih nya. Tak hanya sebagai tempat untuk les seni di bagian lantai dua dari lantai tersebut juga digunakan oleh kekasih nya sebagai tempat tinggalnya.
Fardan mengatakan jika ia ingin mandiri oleh karena itu laki-laki tersebut menyewa gedung berlantai dua itu sebagai tempat tinggalnya.
Dengan langkah lelah nya kini Isvara berjalan menuju ke arah tempat les seni. Membuka pintu dengan fingerprint yang sudah ada miliknya jadi Isvara bisa masuk sesuka hatinya.
“Sepi?” tanya Isvara saat di lantai bawah ia tak mendapati ada nya orang di sana. Biasanya Fardan akan tetap berada di lantai bawah hingga pukul sembilan malam kecuali jika laki-laki itu memiliki kesibukan di luar rumah.
Fardan hanya membuka les seni sampai pukul lima sore. Dan setelah nya ia memilih untuk membuat karya nya sendiri.
Isvara melihat jam yang melingkar di tangannya yang kini sudah menunjukkan pukul 19.30. Masih terlalu dini untuk Fardan sudah berada di lantai atas. Namun karena lantai satu yang sepi akhirnya Isvara memutuskan untuk berjalan ke arah ruang seni yang berada di lantai dua. Ruangan yang biasanya ia gunakan untuk tempat menyimpan karya nya juga ruangan pribadi nya.
Saat berada di lantai dua dan dekat dengan ruangan seni nya. Isvara dapat mendengar dengan samar suara seseorang yang tengah bercanda dan tertawa bersama. Isvara mengerutkan kening nya dan semakin mendekatkan langkah nya menuju ke arah ruangan tersebut.
“Ini mirip banget sama kamu,” suara gadis yang kini menyapa indra pendengaran Isvara. Mendengar itu detak jantung gadis tersebut kini sudah tak menentu. Hingga melalui celah pintu yang tak tertutup rapat kini Isvara dapat melihat Fardan yang tengah memangku seorang gadis sambil bercanda bersama dengan gadis itu.
Tatapan sendu kini terlihat jelas di wajah cantik Isvara namun bukannya pergi ia masih diam memperhatikan apa yang terjadi depannya itu.
“Ngaco kamu, itu sama sekali gak mirip aku,” ucap Fardam sambil memberikan cat ke wajah gadis yang berada di pangkuannya. Tangan Isvara mengepal. Amarah nya kini sudah memuncak namun tak sedikit pun ia ingin menghampiri mereka.
Semua kesetiaan, kepercayaan, dan kebodohannya selama ini yang selalu menuruti keinginan Fardan seolah hanya permainan dan lelucon untuk laki-laki itu. Apa Fardan pikir semua itu tak memerlukan perasaan yang dalam.
Memang benar cinta hanya lah perasaan menuju luka. Strata dari luka adalah tentang seberapa besar cinta yang dimiliki. Semakin besar cinta yang diberikan maka semakin tinggi pula rasa sakit yang dirasakan.
“Cinta? Semua hanya omong kosong yang ada hanya lah pemanfaatan dan hanya obsesi,” ucap Isvara dengan tangannya yang kini sudah mengepal dengan begitu kuat nya.
“Apa yang bisa dilakukan oleh laki-laki hanya menjadikan sebuah perasaan cinta sebagai bahan permainan? Apa untuk mereka setia dan kepercayaan hanya lelucon?” tanya Isvara dengan amarah nya.
Tak lagi tahan melihat semua adegan di depannya yang terus menampilkan kemesraan akhirnya gadis itu memutuskan untuk segera pergi dari sana. Kini Ia harus bisa tegas dengan semua yang terjadi. Ia tak boleh lagi lemah dengan perasaan bernama cinta dan pada laki-laki tersebut.
Ia harus bisa untuk lebih berani. Isvara bersumpah akan memberikan pelajaran pada Fardan atas apa yang sudah laki-laki itu lakukan untuk nya. Kini Fardan tak bisa lagi untuk mengelak bahkan ia sudah melihat nya dengan jelas bagaimana mereka bermesraan bahkan berciuman di depannya.
“Berhenti untuk bersikap bodoh Isvara,” tegas Isvara pada diri nya sendiri. Rasa sakit hati yang ia rasakan. Isvara berharap jika itu akan menjadi pelajaran untuk nya agar tidak lagi sembarangan menaruh hati pada laki-laki dan tidak lagi mudah percaya pada laki-laki.
“Akan aku tunjukkan apa itu cinta yang kamu anggap permainan Fardan,” ucap nya dengan pasti.
Ya dan pada akhirnya semua kejadian yang baru dialaminya itu mengubah pandangan gadis tersebut tentang apa itu cinta dan laki-laki.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments