"Eits...kamu jangan marah dulu, siapa bilang aku dan Desi tidak menjengukmu?? kami menjengukmu tetapi di depan pintu luar kami melihat seseorang berdiri. Kami pikir itu sekuriti yang sedang menemanimu tapi saat kami sapa dan dia menoleh kamu tau apa?? mukanya rata semua alias tak punya muka!!" kata Nurlina sementara Desi hanya bisa terdiam dengan wajahnya yang masih pucat.
"Apa?? yang benar aja kalian, nggak usah mengada-ngada deh...bilang aja nggak mau nemenin aku!!" kataku masih sewot.
"Sen?? aku nggak pernah main-main kalau soal setan, hantu, apalah pokoknya semua yang menakutkan, makanya kami lari terbirit-birit, bahkan tadi Desi sempat tak sadarkan diri di pos sekuriti!!" kata Nurlina.
"Masa sih??" kataku sambil melongo.
"Kamu sendiri?? kok anteng aja?? nggak dapat gangguan apapun??" kata Nurlina.
"Sepertinya nggak sih!!" aku mencoba mengingat dari habis maghrib tadi sampai sekarang.
"Memang benar kata pak Rudi, kamu seperti pegadaian...mengatasi masalah tanpa masalah!!" ucap Nurlina.
"Tapi apa benar yang kamu bilang barusan, kalau kamu tadi melihat sosok yang mukanya rata kayak jalan tol?? Sekitar jam berapa itu??" tanyaku penasaran.
"Sekitar habis Isya, aku mengajak Desi untuk membantumu...padahal Desi sudah bilang nggak mau sebab dia takut, secarakan dia bisa melihat hal-hal yang nggak bisa kita lihat!!" jawab Nurlina.
"Habis Isya itu aku bersihkan di ruangan yang paling belakang dekat dapur sih, jadi aku nggak dengar kalau ada yang datang." jawabku nggak jadi marah.
"Desi tadi bilang dia lihat di dalam ramai banget orang lalu lalang tapi mukanya aneh semua, hanya ada satu yang tampak sempurna!!" kata Nurlina.
"Maksudmu??" tanyaku tak mengerti.
"Di antara banyak sosok yang lalu lalang dan rata-rata bermuka aneh, ada satu yang nampak sempurna seperti manusia utuh!!" kata Nurlina lagi.
"Oh iya?? bagaimana rupanya, siapa tau aku bisa berkenalan dengannya ??" tanyaku.
"Pembualanmu itu Sena...!!" kata Nurlina kesal.
"Yang dilihat Desi itu satu sosok berpakaian biru memakai jubah dokter berwarna putih dengan stetoskop menggantung di lehernya."
"Sepertinya dia itu blasteran orang bule campur asia, karena bola matanya yang agak sipit kecoklatan dan kulit putihnya seperti orang China, tubuhnya tinggi dengan rambut tebalnya serta memakai kaca mata." Kata Nurlina menjabarkan apa yang tadi dilihat oleh Desi.
"Apa??? Desi salah liat kali!! jangan-jangan itu manusia!!" kataku lagi.
"Kamu mbok ya kalau bicara itu pakai logika sedikit, masa manusia mau berbaur dengan para syaiton?. yang bener aja, Sena!!!!!" Nurlina mencubit pipiku dengan gemas.
"Bukan begitu Nur...orang yang kamu sebutkan dengan ciri-ciri seperti tadi itu, kemarin siang aku juga melihatnya di ruangan dokter pas aku berkeliling dengan pak Salman di ruang hemodialisa."
"Dia memang menatapku sih...wajahnya datar aja tanpa senyum sama sekali, ya kupikir dokter yang bertugas di sana!!" kataku lagi.
"Dokter yang bertugas di mana Sena??? kamu sudah berapa tahun sih kerja di rumah sakit ini??? sampai-sampai kamu itu nggak tau jika di ruangan hemodialisa itu, nggak ada dokter khusus yang standby di sana, paling-paling cuma dokter jaga tapi tidak di khususkan menetap di ruangan itu!!" kata Nurlina.
Aku berusaha mencerna setiap perkataan teman mantan partnerku di rawat inap itu.
"Nur...kalau benar apa yang Desi katakan itu, berarti yang aku lihat kemarin itu bukan manusia dong??" gumamku di barengi anggukan oleh Nurlina.
"Tapi mengapa dia begitu nyata seperti manusia yang masih hidup??" gumamku lagi.
"Sen, kalau kamu nanya begitu sama aku, terus aku nya nanya sama siapa?? masa aku harus bertanya sama setannya??" kata Nurlina sambil bergidik ngeri.
"Nur, bisa nggak kita nggak bahas masalah itu dulu malam begini?? tunggu besok aja ya!!" kataku.
"He eh, aku juga mulai merinding!!" kata Nurlina.
Tampaknya hari terberatku selama kurang lebih sepuluh tahun aku bekerja di rumah sakit ini baru di mulai dari sekarang!!
************
Aku ada di mana ya??? ini bukan kampung tempat aku tinggal, sepertinya aku ini ada di zaman Belanda masih menguasai Indonesia deh!!
Aku melangkah perlahan melihat kesekitarku. Orang yang berlalu lalang sama sekali tak mempedulikan keberadaanku, aku seperti sesuatu yang tak terlihat oleh mereka.
Yang aku herankan adalah pakaian yang mereka kenakan itu adalah pakaian zaman dulu banget.
Aku melanjutkan langkahku melewati sebuah rumah yang tergolong sangat besar dan mewah di zamannya.
Kudengar ada suara pertengkaran di dalam rumah besar itu dan aku melangkah masuk ingun tau siapa itu yang sedang bertengkar??
"Anthony....mami, papi dan Alice akan segera kembali ke Belanda!! kita tak aman lagi berada di desa ini!! Jepang sudah menguasai hampir seluruh wilayah ini, papi tidak mau terjadi sesuatu pada keluarga papi." Ujar lelaki setengah baya berpostur tinggi besar dan bermata keabuan itu.
Lalu muncul seorang wanita yang sangat cantik berkulit putih seperti susu menggandeng tangan seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahun menghampiri mereka.
"Papi kamu benar, Anthony...kita memang harus segera pulang ke Netherland.
"Mami...papi...tapi penduduk di sini sedang terserang penyakit menular, jika tidak ada yang membantu mereka...maka penduduk satu demi satu akan mati, di mana naluri Anthony sebagai seorang dokter melihat itu semua terjadi di depan mata Anthony tanpa Anthony bisa membantu setidaknya sedikit dari beban mereka."
"Atau begini saja, papi, mami dan Alice berangkat saja lebih dahulu ke Netherland nanti jika masalah di sini sudah bisa Anthony selesaikan, maka Anthony akan pulang menyusul kalian bertiga bersama Ningsih calon istri Anthony nanti." Kata Anthony berusaha mencari jalan terbaiknya.
"Terserah kau sajalah, tapi berhati-hatilah di sini nak, kami berdua sering mendengar selentingan bahwa kakak sepupu Ningsih calon istrimu itu suka sama Ningsih, bukan tidak mungkin dia akan mencari cara untuk menyingkirkan kamu, apalagi kamu bukanlah penduduk pribumi!! Itu yang mami dan papi takutkan!!" kata maminya memandang penuh rasa khawatir pada putra sulungnya itu.
"Mami dan papi jangan khawatir, Anthony bisa menjaga diri!!" kata Anthony berusaha meyakinkan kedua orang tuanya.
Aku menatap laki-laki muda itu. Otakku berusaha berpikir keras di mana aku pernah bertemu dengan orang itu.
Aku seperti pernah melihatnya tapi di mana?? aku betul-betul tidak bisa mengingatnya sama sekali, mungkin karena otak tua ini kali ya?? pikirku kesal.
"Mak...mamak...!!" teriak Dini di telingaku.
"Astagfirullah!!" aku langsung duduk karena kaget.
"Dini???? nggak bisakah kalau bangunin mamak itu yang pelan sedikit??" teriakku kesal pada putri sulungku itu.
"Lagian...tidur pagi kok mimpi!!" pagi itu waktunya bangun...kita semua mau pergi kesekolah!!" gerutu ketiga anakku.
*
*
***Bersambung....
Lanjut ke next episode ya reader...jangan lupa dukungannya🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Fenti
uji adrenalin
2023-05-07
0
Fenti
untung aku bacanya siang, coba malam bisa-bisa gak berani masuk kamar mandi
2023-05-07
0
Fenti
kok seram 😬😬
2023-05-07
0