Panggilan singkat yang memberikan laporan selalu menyisakan rasa kecewa yang semakin dalam, ia merasa dunia begitu kejam. Apa dosanya selama ini hingga harus menerima luka tanpa obat. Rasanya seperti dibuang dari dunia kasih sayang.
Takdir yang memberikan ujian tanpa bertanya. Yah, kakinya masih kuat berdiri tetapi siapa yang melihat rapuhnya perasaan di dalam hati? Selalu berakhir pada kehampaan. Kemelut emosi menjadi jawaban tak bertuan.
"Butterfly, dimana kamu? Aku sangat merindukanmu. Kenapa Allah memisahkan kita dengan cara seperti ini? Astafirullah, maafkan hamba yang selalu mengeluh, Ya Allah." gumamnya seraya menatap bingkai foto yang tergeletak di atas nakas samping kanan tempat tidurnya.
Ranjang king size tak lagi menjadi daya tariknya, semua berubah sejak kekasih hatinya menghilang tanpa jejak. Sakit di tubuh tak sebanding rasa takut dan bersalah di dalam jiwa. Ia merasa menjadi suami tak berguna.
Sejenak berpikir apa yang selama ini dilakukannya. Sebulan terakhir kehidupannya berubah menjadi neraka. Bagaimana menjelaskan? Kata-kata saja tak lagi ada. Satu yang menjadi penjelasan. Kehilangan istri adalah hari terburuk di sepanjang hidupnya.
Pikiran melanglang buana mencari kebenaran di tengah ketidakpastian. Sadar akan kenyataan tak semudah membalikkan telapak tangan. Ternyata sebanyak apapun uang ketika takdir berkata lain, maka tak lagi berguna.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu yang bersambut panggilan tak asing. Ia mendengar tetapi enggan menjawab sehingga sang sahabat masuk kamar tanpa permisi. Setiap pagi akan selalu menjadi rutinitas yang sama.
Nampan sarapan dengan sebutir obat diletakkan ke atas meja. Lirikan matanya tertuju pada pria yang berdiri termenung menatap foto mesra di atas nakas. Hati tak memungkiri ia pun merasa kehilangan.
Namun yang lebih membutuhkan sang adik tentulah Reyhan. Pria itu terlihat tegar meski hati hancur tanpa sandaran. Rumah menjadi senyap karena keheningan para penghuninya. Apa lagi yang harus dilakukannya?
"Rey, makan dulu!" Bagas duduk di sofa menunggu saudaranya yang terlihat enggan berganti pakaian. "Reyhan Aditya! Makanan ini untuk Asma. Apa kamu tidak mau?"
Rey terkekeh menanggapi perkataan Bagas. Ingin menjelaskan setiap ucapan semakin menikam hati dan emosi. "Nando, aku akan kembali ke kantor. Jangan khawatir tentang apapun lagi."
"Are you sure? Lihat saja dirimu, inikah singa yang selalu menjadi kebanggaan Asma? Aku tidak buta hingga mengabaikan luka dari matamu." sindir Bagas sedikit tak bisa menahan diri.
Rey bersikap seolah semua baik, tapi dia tahu akan usaha pria itu melakukan pencarian istrinya sejak hari kecelakaan. Bukannya mengejek atau berusaha melarang. Akan tetapi perusahaan masih aman dan tidak ada perubahan sedangkan hati sang saudara seperti lahar yang siap membakar orang-orang sekitarnya.
"Lalu apa maumu? Aku seperti ini terus mau sampai kapan?" tanya Rey seraya mengalihkan perhatian dengan langkah kaki menghampiri Bagas yang menatapnya sendu.
Manusia itu rumit. Bibir dengan tegas mengatakan apa dan tatapan mata berkata lain. Selama sebulan ia sadar terlalu menyusahkan semua orang bahkan Bagas semakin menjadi bayangan di setiap langkahnya. Pria itu sanggup menanggung semua pelampiasan yang dia berikan.
"Rey, kembalilah bekerja jika hatimu ingin tapi aku tidak ingin kamu mendengar semua omongan di luar sana. Makan sarapannya dulu, aku akan siapkan mobil." tegas Bagas beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan mendekati Rey. "Semua akan kembali baik, percayalah cinta kalian saling menguatkan."
"Istriku pasti kembali 'kan?" Suara lirih yang terdengar menyayat hati menggetarkan rasa, tatapan mata luka berbalut kabut kerinduan.
Direngkuhnya tubuh sang saudara ke dalam dekapan. Jujur saja, ia tak mampu lagi menjawab pertanyaan yang mengubah arah kehidupan. Akhir dari obrolan menjadi pelukan saudara yang berusaha saling menguatkan.
Obrolan kedua pria itu selalu menghakimi rasa. Tak terasa pipinya basah oleh air mata. Rumah yang hangat menjadi dingin sedingin badai salju. Ia pikir setelah mendapat kehidupan bebas, maka bisa saling melengkapi.
Namun yang terjadi justru tragedi. Sekilas ingatan tak mampu terabaikan. Ingatannya kian menelusup mencari kebenaran. Tak seorang pun menyangka kehilangan itu nyata tanpa diminta. Jangankan ilmu pengetahuan, kebenaran saja terlihat seperti kepalsuan.
Di tengah kehangatan keluarga tiba-tiba Rey kembali pulang tapi hanya seorang diri. Pria yang pergi honeymoon bersama sang istri justru datang dengan luka di tubuh. Semua orang bertanya yang didapat hanya kebisuan. Pria itu mendadak berubah menjadi patung.
Suara tamparan yang keras bergema di seluruh ruang tamu membuat semua orang terkejut. Bagas yang biasanya tenang justru mengangkat tangan menghadiahi Rey jejak tangan tanpa perasaan. Kebingungan kian melanda hingga kabar buruk keluar dari pernyataan seorang suami.
"Kami mengalami kecelakaan saat perjalanan ke bandara dan Asma menghilang dari jalanan dengan lukanya yang parah. Aku tidak tahu harus mencarinya kemana lagi." ucap Rey tak bertenaga.
Pernyataan yang berubah menjadi kepanikan karena Rey jatuh tak sadarkan diri. Dokter mengatakan pria itu mengalami trauma yang semakin besar dan rasa takut mempengaruhi kesehatan. Sehingga meminta keluarga untuk memperhatikan emosi sang tuan kulkas.
Buru-buru menghapus air mata begitu melihat Bagas semakin mendekat. Tatapan mata yang selalu nakal entah hilang kemana. "Ada telepon untukmu." Diberikannya ponsel yang masih menyapa tetapi suara sudah dibisukan. "Aku tunggu di ruang makan."
Bagas hanya mengangguk seraya menerima panggilan dari salah satu kliennya. Pria itu menutup pintu kamar Rey kemudian berjalan menuruni anak tangga. Obrolan serius dari sang penelepon membuatnya menahan napas. Tatapan mata menelusuri dinding rumah yang kini dipenuhi bingkai foto potret kehidupan.
Yah, Rey melakukan semua yang diinginkan Asma tanpa terkecuali bahkan membuat rumah semakin dipenuhi kenangan manis. Dari sudut manapun kini foto keluarga bisa ditemukan tak terkecuali ruangan khusus yang diubah menjadi gallery. Ruangan yang menjadi kamar kedua sang saudara.
"Saya akan menghubungi Anda lagi. Terimakasih atas tawarannya, assalamu'alaikum." Panggilan diakhiri secara sepihak. Ia rasa tidak terlalu membutuhkan klien baru hanya untuk menambah kesibukannya.
Prioritas utamanya adalah menjaga Rey tetapi bukan berarti mengabaikan perusahaan. Keterpurukan yang dialami saudaranya menjadikan hidupnya sebagai sandaran utama. Lagi-lagi ia melihat hati dingin yang rapuh dan itu semakin dalam.
Langkah kaki terus berjalan hingga sampai di ruang makan. Sarapan sederhana yang terlihat lezat hanya saja selera makannya tak lagi ada. "Kenapa belum makan? Kamu tidak lapar?"
"Bagaimana denganmu? Sejak semalam tidak makan apapun 'kan. Jadi, ayo kita makan bersama dan jangan menolak. Demi Ka Asma." bujuknya membuat Bagas menurut.
Sarapan sepiring nasi goreng ayam dengan cita rasa sambal padang. Jika yang menikmati orang sehat dan bahagia, pastilah akan ketagihan. Sayangnya dua insan itu hanya mencoba saling menguatkan di tengah rasa kehilangan.
"Fay, aku sudah memikirkan ini baik-baik. Sebelumnya aku minta maaf tapi bisakah kita tunda acara pertunangan yang sudah direncanakan. Aku tahu, ini tidak adil untukmu hanya saja ...," ucap Bagas merasa bersalah pada gadis yang sudah ia janjikan kehidupan untuk bersama hingga maut memisahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
🍁𝐀𝐑𝐀❣️💋🅚🅙🅢👻ᴸᴷ
tentulah hidup jadi hampa karena kita kehilangan orang yang kita sayangi
2023-08-07
1
🍀⃟🦘мєттα_ɳყαᶠᵉⁿⁱ 𒈒⃟ʟʙᴄ
Mang sulit ya kalau harus kehilangan seseorang dalam hidup kita terlebih itu istri sendiri, yang menghilang ntah kemana?
2023-08-07
0
🍀⃟🦘мєттα_ɳყαᶠᵉⁿⁱ 𒈒⃟ʟʙᴄ
Jangan² si gadis yang hilang ingatan itu yg dimaksud si butterfly 🤔
2023-08-07
0