Langit sudah mulai berwarna jingga dan Adisti baru saja keluar dari sekolah nya setelah ia harus mengikuti ekskul chiliders. Sialnya kali ini ia tak membawa kendaraan jadi mau tak mau kini ia harus menunggu taksi atau angkutan umum yang lewat karena saat ini ponselnya juga mati.
Sepertinya kali ini memang hari yang sial untuk Adisti. Dengan malas kini Adisti menuju ke arah halte. Ia hanya berharap ada taksi yang lewat atau masih ada angkutan umum yang lewat. Namun setelah setengah jam ia menunggu masih saja tak ada taksi atau angkutan umum yang lewat.
“Apa gue harus jalan? Jauh ini mau ke jalanan depan sana,” monolog Adisti karena sudah lelah menunggu.
“Tunggu bentar lagi deh, semoga aja ada yang lewat,” mohon Adisti dengan penuh harap.
Hingga tak lama sebuah motor kini berhenti di depannya yang sontak membuat Adisti menoleh ke arah motor tersebut dengan kening berkerut. Sebenarnya ia mengenali motor tersebut, namun ia masih ragu dengan pemikirannya sendiri dan tak ingin terlalu berharap. Jika laki-laki yang berada di depannya adalah laki-laki yang ia sukai.
Dan benar saja saat laki-laki itu membuka helmnya, Adisti semakin terkejut meskipun ia juga begitu senang karena sesuai dugaannya jika yang kini berada di depannya itu benar laki-laki yang ia harapkan.
***
Kevler melajukan motornya di jalanan kota yang kini masih begitu ramai. Padahal kini langit sudah akan menggelap. Warna jingga kini sudah memenuhi langit. Saat ia melewati halte bus di depan sekolah nya. Kening Kevler mengerut melihat seorang gadis cantik yang kini berada di sana.
Laki-laki itu memutuskan untuk menuju ke arah gadis tersebut, menghentikan motornya tepat di depan gadis cantik yang kini menatap nya dengan kening yang berkerut. Kevler membuka helm full face nya, hingga dapat Kevler lihat senyuman yang merekah dengan begitu cerah nya di wajah tersebut.
“Naik. Gue anter pulang, bentar lagi malem gak bakalan ada angkutan umum. Taksi juga jarang lewat,” perintah Kevler seolah tak menerima bantahan. Gadis di depannya itu kini malah menggigit bibir bagian bawah nya dan tak kunjung naik ke atas motornya.
“Lo denger kan? Kalau gak mau ya udah,” sarkas Kevler yang tak lagi tahan menunggu gadis yang tak lain adalah Adisti.
“Eh iya,” putus gadis itu akhirnya dan segera naik ke atas motor Kevler.
‘Gampangan,’ batin Kevler saat ia sudah melajukan motornya untuk segera pergi dari tempat tersebut. Selama di perjalanan tak ada yang memulai pembicaraan. Kini Adisti seolah kembali menjadi orang bodoh saat berada di dekat Kevler. Tak ada yang gadis itu katakan selain memberitahukan jalan menuju rumah nya.
Namun tanpa gadis itu tahu jika sebenarnya Kevler sudah mengetahui rumah Adisti. Kevler hanya diam saja selama di perjalanan, tak sedikitpun laki-laki itu membuka suara nya sampai akhirnya mereka sampai di depan rumah Adisti.
Baru saja Adisti turun dan akan mengatakan terima kasih sekaligus memperkenalkan dirinya. Motor Kevler malah sudah melaju dengan kecepatan tinggi meninggalkan Adisti yang kini mengerjapkan matanya beberapa kali.
Kini tujuan Kevler jelas bukan rumah nya namun menuju ke arah basecamp.
***
Kevler kini menatap rumah besar di depannya dengan tatapan lelah nya. Rumah besar namun begitu sepi. Hanya ada penjaga dan pelayan yang berlalu lalang di rumah tersebut. Hal itulah yang membuat Kevler akhirnya malas berada di rumah nya. Tak ada yang bisa ia lakukan di rumah nya, yang ada semakin ia berada di rumah semakin besar rasa sakit yang ia rasakan.
Dengan langkah malas kini Kevler berjalan memasuki rumah di depannya. Sepi, itu lah yang Kevler rasakan. Tak ada hangat nya keluarga di dalamnya. Yang ada hanya lah luka dan rasa sakit.
Baru saja Kevler membuka pintu nya. Suara tegas dan penuh intimidasi langsung menghentikan langkah nya.
“Dari mana kamu jam segini baru pulang?” pertanyaan itu membuat Kevler menghela nafasnya kasar sambil menoleh ke arah laki-laki paruh baya yang kini menatapnya dengan tajam.
“Tumben banget papa peduli. Ini baru jam satu pah. Biasanya juga aku gak pulang, papa gak akan peduli,” sarkas Kevler yang berhasil semakin membuat laki-laki yang di sebut nya dengan panggilan Papa itu menatap anaknya semakin tajam.
“Apa seperti itu cara kamu bersikap dengan yang lebih tua?” tanya Deon dengan begitu tajam dan syarat akan amarah nya.
“Like daddy, like son. Bukannya Papa juga gak tak tau cara nya bersikap? Kita sama aja,” ucap Kevler yang setelah nya segera pergi dari sana tanpa menghiraukan ayah nya yang kini pasti sudah begitu marah mendengar jawaban dari Kevler.
Lelah, itu lah yang Kevler rasakan saat ini. Melihat kedatangan Papanya yang jarang pulang itu bukannya merasa senang. Kini Kevler justru begitu marah. Melihat laki-laki yang ia panggil papa itu hanya akan membuat luka nya semakin dalam dan rasa sakit nya semakin besar.
Kevler segera merebahkan tubuhnya di kasur king size nya. Hanya memejamkan matanya sebentar dan kini ia langsung masuk ke dalam alam mimpi nya. Mungkin kini ia sudah begitu lelah hingga ia langsung tertidur tanpa obat yang selama ini di konsumsi nya.
***
“Oper woy,” teriak Galen saat Arga kini mendribble bola ke arah nya. Dengan cepat laki-laki itu segera melempar bola ke arah Galen.
Dengan satu kali lemparan dengan waktu yang sudah hampir habis. Galen berhasil mencetak skor. Suara tepuk tangan yang begitu meriah kini terdengar untuk menyoraki tim basket sekolah yang kini tengah berlatih untuk pertandingan yang akan datang.
Saat Kevler akan menuju ke arah pinggir lapangan untuk beristirahat tiba-tiba saja seorang gadis berjalan ke arah nya dengan botol air mineral yang dibawanya. Tatapan Kevler begitu datar pada gadis yang kini berdiri tepat di depannya itu.
“Hm Kevler, mau gak jadi pacar aku?” tanya gadis yang tak lain adalah Adisti dengan tatapan penuh harap namun juga gugup. Kevler yang mendengar nya menaikkan sebelah alisnya sambil menganggukkan kepalanya.
“Siapa nama lo?” tanya Kevler yang sontak membuat Adisti menatap semakin dalam dan gugup pada Kevler. Kevler sebenarnya sudah mengetahui semua tentang Adisti namun ia masih sengaja bertanya.
“Adisti,” jawab Adisti yang kembali dijawab dengan anggukan oleh Kevler.
“Ok lo jadi pacar gue,” terima Kevler dengan begitu santainya yang kini malah membuat Adisti tak percaya mendengar nya.
“Buat gue? Thanks,” ucap Kevler sambil minuman dari tangan Adisti. Setelah nya ia segera pergi yang diikuti oleh sahabat nya.
Melihat Kevler yang ditembak oleh wanita bukanlah hal yang biasa untuk mereka karena mereka sudah sering melihat nya. Jadi mereka sudah tak perlu lagi melihat semua itu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 165 Episodes
Comments