Chapter 04

Ada sekitar lima baju yang disiapkan untuk Rania, dan menurut Adam semuanya bagus-bagus, jadi wajar ketika di depannya sana Rania bingung sendiri, padahal awal-awal tadi wajah gadis itu kusut, dan sekarang, wajahnya malah terlihat excited, mungkin dia lupa kalau dia akan menikah dengan Adam, bukan dengan Bagas.

"Bagus yang ini apa yang ini ya?"

"Dua-duanya bagus," kata Adam, dia beranjak dan mendekati gadis itu, lalu coba melihat dua gaun tadi secara bergantian, "Kalau mau kamu bisa cobain ini satu per satu."

"Beneran nggak apa-apa? Lima-limanya gue coba?"

"Done, kan udah saya bilang, yang punya batik langganan almarhum mama."

"Nggak nyangka ya Adam, kamu udah mau menikah," kata seorang wanita dengan kaca mata bulat dan hijab panjang tersebut, yang Adam maksut ya beliau ini. Adam tertawa pelan, sedangkan Rania sudah masuk ke dalam dengan salah satu karyawan untuk mencoba baju-baju tadi.

"Akhirnya kamu ke sini sama perempuan."

Lagi-lagi Adam tertawa dan turut duduk di samping wanita tadi, kalau mama masih ada, mungkin sekarang mama juga sudah setante Wina, mama dan tante Wina ini dulunya memang teman kuliah, jadi tidak heran kalau mama menjadikan langganan butik tante Wina, selain itu baju-baju di sini memang bagus dan berkualitas, bahkan para pesohor sering memesan baju di sini.

"Adam!"

Adam menoleh.

"Bagus nggak?"

Katanya waktu itu nggak bisa berhenti, tapi kenapa ketika dia melihat Rania waktu seakan-akan berhenti, di sini, pada detik ini, bahkan semua seperti mengabur dan hanya Rania yang mampu Adam lihat dengan jelas.

"Yeuh, malah bengong." Rania sedikit mengangkat gaunya dan mulai berjalan mendekati Adam, lalu ketika jarak mereka sudah dekat gadis itu berputar satu kali dengan senyum mengembang,

"Gimana?" tanyanya sekali lagi.

"Lo kenapa sih? Terpesona lo?"

Ya gimana, dari tadi Adam hanya diam dan terus saja memperhatikan Rania, jadi Rania langsung menyeletuk begitu, membuat pemilik tadi ikut tertawa. Bahkan dalam hatinya tante Wina membenarkan celotehan Rania, karena itu besar kemungkinannya, Rania ini tipikal wanita cantik yang tidak membosankan, dia juga punya lesung pipit meski samar-samar. Dan sekarang, dia bak putri kerajaan saking cantiknya.

"Jadinya yang ini?" tanya Adam.

"Gue paling suka yang ini sih, udah gue coba semua di dalem tadi."

"Ya udah kalau begitu."

"Lo suka?"

Adam mengangguk.

"Cantik," katanya kemudian, membuat Rania langsung tertawa terbahak.

"Ya iyalah cantik, gue!"

"Maksut saya baju yang didesain tante Wina." Adam melarat.

Rania mengusap dadanya dengan helaan napas panjang ketika mendengar itu, kalau kata dia sih, harus banyak-banyak bersabar, karena Adam ini memang tipikal manusia yang selalu menyebalkan. Tapi di sebelah dia tante Wina langsung mengusap pelan pundak Rania.

"Orangnya juga cantik kok, cantik banget malah."

"Ehe, makasih tante."

"Sama-sama, makasih juga yaa udah mau datang ke sini, tante seneng Adam sebentar lagi menikah, dan tante juga seneng kalau dia pake baju yang tante desain."

°°°

Sebenarnya Rania masih penasaran dengan sosok di sebelahnya, ya iya sih dia cantik, tapi kan menikah nggak sesimpel itu, memangnya cantik bisa menjamin segalanya? Kan tidak? Terus kenapa dia langsung mau dan menerima perjodohan ini? Apa dia orang yang sangat realistis ya? Bisa jadi juga kalau dia terlalu menyampingkan soal cinta dan yang penting menikah. Rania jadi merinding sendiri, bahkan dia sampai menggelengkan kepalanya pelan, dan itu membuat Adam menoleh dengan raut bingung.

"Kenapa? Kebelet pipis?"

"Ihh apaan sih?" Rania balik sewot, padahal Adam kira setelah fitting baju gadis itu bisa sedikit lembut pada Adam, tapi ternyata dia kembali ke stelan ulang.

"Ya terus kenapa tiba-tiba kayak gitu? Kan biasanya kalau orang begitu dia kebelet pipis, jadi kali aja kamu kebelet, di depan sana ada pom bensin, kalau udah nggak tahan bilang aja nggak usah sungkan sama saya."

"Gue nih lagi coba baca pikiran lo tau."

Ha?

Dia ngomong apa sih? batin Adam.

"Aneh tau nggak, lo bisa nerima perjodohan ini dengan gampang, lo suka sama gue aja enggak, terus lo mau bangun rumah tangga yang kayak gimana sama orang yang bahkan enggak lo cintai dan lo baru kenal sama orang itu? Apa lo mau nguras harta papa gue ya? Wahhhh, nggak bener ini mah, gue harus laporin lo secepatnya ke papa, harus!"

Adam cenat-cenut sendiri dengan Rania dan isi kepalanya, sepertinya dia ini memang korban sinetron, bahkan pikirannya sedari tadi terus ngalor-ngidul seperti alur cerita di film-film.

"Jangan kebanyakan nonton TV deh kalau kata saya, nggak baik buat otak kamu yang gampang menyerap hal-hal negatif kayak gitu."

"Ya makanya jelasin dong ke gue, kenapa lo mau-mau aja nikah sama gue? Bayangin deh kalau lo di posisi gue, apa lo nggak pengen marah kalau lo tiba-tiba mau dinikahin sama orang asing?"

'Bahkan kamu kenal saya lebih awal dari pada pacar kamu yang sekarang, Ran.'

"Gue juga udah punya pacar, coba kalau lo juga punya pacar? Lo mau gitu ninggalin dia demi orang yang bahkan nggak lo suka?"

"Saya nggak bisa bayangin, nggak mau juga," kata Adam, dan perkataannya barusan terdengar sangat menyebalkan untuk Rania.

"Emang nyebelin banget ya lo itu."

"Dahh sana masuk, maaf kalau saya nggak bisa mampir, karena saya ada—"

Blakk.

Rania menutup keras pintu mobil bahkan sebelum Adam selesai dengan kalimatnya, membuat Adam menghela napasnya pelan.

"Cowok gila, nggak punya hati, arghhh, gue tuh pengen banget tau nggak nonjok dia sampai mukanya yang ganteng itu lecet."

Sampai-sampai Rania menendang batu di depannya dan berakhir meringis, sedangkan Adam yang baru akan putar balik mengernyit saat tahu-tahu gadis itu malah jongkok. Jadi dengan begitu saja Adam turun, dan mendekati Rania.

"Ran, kenapa?"

"Semua ini gara-gara lo tau nggak?"

"Kayaknya napas aja kalau di depan kamu saya salah deh."

Rania menepis tangan Adam yang baru akan membantunya berdiri, lalu sekonyong-konyong gadis itu malah nyalang menatap Adam, "Emang!" katanya.

Tapi sedetik kemudian.

"Aduh!"

"Dibilang saya bantu." Untung Adam sigap menahan bahu Rania, kalau tidak bisa nyosor tanah gadis itu.

"Lagian kenapa bisa berdarah gitu sih kakinya?"

"Kayaknya kaki gue keseleo."

"Makanya hati-hati."

"Gue udah hati-hati, salahin batunya tuh kenapa keras banget!"

"Namanya juga batu, kalau nggak keras permen yupi tuh!"

"Kok lo ngejawab terus sih?"

"Ya kamunya ngomong ngawur terus dari tadi."

Rania berdecak pelan, kontras dengan Adam yang menghela napas panjang, Adam jadi curiga, jangan-jangan dia sedang pms, makanya dari uring-uringan, bahkan sekarang bukan cuma Adam yang dia salah-salah kan, tapi benda mati seperti batu juga dia salahkan.

"Kayaknya kamu mesti cek kondisi ke rumah sakit Ran."

"Gue kenapa? Orang sehat begini disuruh ke rumah sakit, payah lu!"

"Yakin situ sehat?"

"Dam, lo ngatain gue?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!