Chapter 05

Adam terlihat begitu telaten ketika dia mengobati luka di kaki Rania, beberapa kali dia juga menunduk guna meniupi luka tersebut, membuat degup jantung Rania berdebar tidak karuan, bukan berarti Rania luluh, tapi caranya yang begitu peduli pada Rania perlahan-lahan mampu mengubah pandangan Rania tentang Adam, dan yaa, seperti pendapat orang-orang terdekatnya, Adam memang laki-laki yang baik, dia juga sosok yang bertanggung jawab.

"Lain kali hati-hati."

"Lo tuh bawel ya?" Rania mendengus, kemudian gadis itu berdecak pelan dan memalingkan wajahnya dari Adam, sementara Adam, dengan hela napas pelan laki-laki tersebut berdiri dan merapikan kotak p3k milik Rania, di rumah tidak ada orang, mungkin mereka tengah pergi ke suatu tempat, jadi Adam memutuskan untuk duduk terlebih dahulu alih-alih langsung pulang.

"Dulu dipertengahan kuliah, gue ogah deket sama seseorang, karena yang udah-udah tuh, pada nyakitin." Rania tersenyum gamang, itu memang benar, menurutnya punya pacar hanya akan menambah beban dipikirannya, apalagi dia ini tipikal perempuan yang sekalinya jatuh cinta bisa bodoh sampai mampus saking bucinya kepada pasangan, sampai akhirnya dia bertemu dengan Baskara dan dia tahu, bagaimana rasanya dicintai dengan tulus oleh orang lain.

"Ya mungkin, buat orang-orang terdekat gue Baskara bukan sosok yang baik, tapi buat gue, dia berarti."

"Gue bisa cerita apa aja sama dia karena gue tahu, dia akan mendengarkan gue tanpa menjudge gue sedikitpun, bahkan ketika gue mengeluhkan masalah gue kepada yang lain, mereka akan bilang kalau gue orang yang kurang bersyukur, sedangkan Baskara enggak, dia tahu gue butuh jeda dan dia tahu kalau gue capek, dia juga mewajarkan semua itu karena dia menyadari satu hal, gue manusia, yang bisa capek, yang bisa putus asa."

"Gue nggak pernah menuntut dia karena selama ini dia juga nggak pernah menuntut gue. Dia cowok yang realistis, dia bukan orang yang selalu optimis, sebaliknya, dia selalu memandang kapasitas yang dia punya supaya dia tahu, dia mampu atau enggak untuk suatu hal. Seperti menikah misalnya, ketika dia merasa dia belum mampu, ya dia nggak akan menikah, nggak peduli seberapa banyak orang yang telah menunggu momen tersebut."

"Gue udah pernah bilang ke dia, kalau papa nyuruh dia ke rumah dan minta kejelasan sama hubungan kami, tapi dia tetep nggak dateng karena menurutnya, dia belum sanggup kalau harus mengemban tanggung jawab sebesar rumah tangga, dan gue nggak bisa menyalahkan dia, gue nggak bisa mengklaim dia main-main sama gue karena dia emang nggak main-main."

"Jadi?" tanya Adam, menyela Rania. Dan yang perempuan menarik napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya menoleh.

"Mungkin gue bakal menikah sama lo, tapi gue nggak mau Baskara tahu soal ini, gue mau ngerahasiain semua ini dari dia, sampai gue siap dan gue bakal ngasih tahu dia secara langsung."

"Jadi nantinya kamu masih lanjut berhubungan sama dia? Itu berarti kamu nggak menghargai saya sebagai suami kamu."

"Ya terus lo mau gue gimana?" tanya Rania, gadis itu sampai mengusap rambutnya frustasi, dia tahu, tetap melanjutkan hubungannya dengan Bagas akan menyakiti perasaan Adam, tapi kalau dia tiba-tiba memutuskan Bagas maka laki-laki itu akan curiga, kenapa Rania jadi serba salah begini sih?

"Lo nggak akan tahu seberapa berartinya Baskara buat gue, Dam! Bahkan gue udah tiga tahun sama dia! Lo pikir gampang buat ngelupain orang yang udah sangat lo sayangi dengan tiba-tiba kayak gini? Kalau lo berpikir gue egois, terus gimana dengan kalian? Kalian juga sama egoisnya, kalian ngebuat keputusan yang menurut gue sangat nggak masuk akal!"

"Ran,"

"Udahlah, gue capek, males juga kalau harus ngomong sama orang kayak lo!" Rania beranjak meski kakinya masih sakit, dan dia menutup pintu utamanya begitu saja, membuat Adam tidak punya peluang untuk menahan pintu itu dan berakhir mendesah pelan. Kenapa juga dia sampai emosi seperti tadi? Seakan-akan dia memang tidak memikirkan perasaan Rania sama sekali.

Sedangkan Rania, gadis itu menghela napasnya begitu dia sampai di kamar, sedang ketika dia mengeluarkan hpnya, beberapa notif dari Bagas muncul di layar utama, sejak kemarin Bagas memang ada kerjaan di luar kota dan mereka belum bertemu sama sekali, mungkin laki-laki itu akan kembali minggu depan, harusnya Rania sibuk galau karena sudah lama dia tidak bertemu dengan laki-laki itu karena kesibukan masing-masing, tapi sekarang, dia malah kalut dengan pernikahannya dan Adam.

"Emang iya ya, kalau orang yang udah sama kita untuk waktu yang lama tiba-tiba berakhir menikah sama orang lain, itu berarti kita jagain jodoh orang?" waktu itu, ketika datang diacara pernikahan teman sekantornya, Rania dengan random bertanya pada Baskara, membuat yang laki-laki tertawa pelan dan menoleh sekilas ke Rania.

"Menurutku nggak gitu sih, alih-alih jagain jodoh orang, saat itu aku cuma mau ngejaga orang yang aku sayang, bahkan aku belum tahu kan dia akan berakhir dengan siapa."

Dan setelah mengingat percakapannya dengan Bagas beberapa waktu lalu membuat Rania makin merasa bersalah. Dia juga tidak mengira kalau hal semacam itu akan dia alami.

"Tapi bukan kemauan aku buat nikah sama orang lain. Dan lucunya aku tetep nggak bisa nolak, lucunya aku beneran akan menikah sama dia, Bas."

°°°

Malamnya ketika selesai makan malam, Rania memutuskan untuk menelpon Baskara terlebih dahulu, apalagi sekarang sudah agak larut, jadi besar kemungkinan kalau laki-laki itu sudah selesai dengan semua pekerjaannya. Dan benar saja, panggilan tersebut langsung diangkat oleh Baskara dengan sedikit kekehan sebagai pembuka percakapan di antara mereka.

[Rannn, capek banget hari ini kerjaanku segunung.] laki-laki itu melepaskan kaca matanya dan beranjak dari kursi menuju balkon apartemen, menatap pemandangan malam dari sana, hal sama pun dilakukan oleh Rania, bedanya gadis itu langsung menunduk ketika mendengar suara Baskara, andai Baskara tahu kalau hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja.

[Kamu udah makan?]

"Hmm," Rania bergumam singkat, membuat Baskara ikut menghela napasnya pelan, sepertinya gadis itu tengah ada masalah, kebiasaannya selalu begini, ketika dia ada masalah mungkin dia akan menelpon Baskara, tapi dia membiarkan itu menjadi ruang kosong dengan sedikit obrolan seadanya.

[Aku pengen deh ngajak kamu ke sini kapan-kapan, pemandangannya bener-bener bagus Ran.]

"Kamu percaya takdir nggak?" tanya Rania, tepatnya setelah lama keduanya hanya berdiam dan saling mendengar hembusan napas satu sama lain, pertanyaannya barusan membuat Baskara sedikit menerka sebenarnya Rania kenapa? Karena tidak biasanya mereka akan membicarakan hal serius di saat-saat begini.

"Kamu percaya nggak, kalau nggak peduli seberapa lama kamu sama seseorang, pada akhirnya kalian nggak akan sama-sama karena kamu bukan bagian dari takdir orang itu?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!