"Ah ... itu dia! Tidak salah lagi."
Cessi yang melihat pemuda yang ditemui ketika ingin ke sekolah tadi, sedangkan Amara terpana. Melihat Raka yang tengah duduk santai di kursi taman, akan tetapi tanpa dia sangka. Jika, Cessi telah berjalan menghampiri pemuda tersebut.
"Hey! Om! Loe 'kan yang tadi pagi!" sapa Cessi dengan gaya seperti seorang preman. Membuat Raka mengerutkan dahinya, mengingat-ingat suara gadis yang tengah berdiri di depannya. Seraya berkacak pinggang.
"Ah … loe bocah ingusan tadi pagi, ya?" tanya Raka yang mulai mengingat Cessi. Bahkan, telah ditandai untuk membuat perhitungan. Jika, bertemu. Ini adalah saatnya.
Cessi tidak suka dengan sebutan bocah ingusan, lalu memajukan badannya dan mendekati Raka. Hingga, tubuh mereka berdempet. Wajah, Cessi tinggal sedikit lagi mengenai wajah Raka. Bahkan, hembusan nafas pemuda itu menerpa kulit Cessi.
Posisi mereka berdua, membuat Amara merasa tidak nyaman dan memanggil Cessi.
"Cess, loe gak lagi oleng kan?"
"Cut! Loe dah ambil gambarnya?" tanya Cessi seraya memundurkan tubuhnya. Lalu menatap Amara yang menggelengkan kepala, membuat Cessi kesal.
"Mara! Loe teman, atau apa sih? Masa, gak paham dengan keadaan?" tanya Cessi yang menatap tajam sahabantnya itu.
"Loe gak bilang! Mana gue tau! Kalau, suruh rekam tadi!" bentak Amara yang tidak mau di salahkan. Perdebatan antara dua gadis itu, menarik perhatian Raka. Dia agak kerkejut dengan tindakan yang di lakukan oleh gadis yang dia temui tadi pagi. Namun, semua itu seolah memang di sengaja.
"Ehem … kalian mau ngapain, sih?" tanya Raka yang membuat Amara dan Cessi menatap kearahnya.
"Bukan urursan loe!" bentak Cessi seraya berlalu. Nmaun, sayang. Tangannya dicekal oleh Raka, hingga tubuh Cessi terjatuh di atas panggkuan pemuda itu. Kali ini, Raka yang mengambil alih. Dia menatap dalam mata Cessi, lalu memegang pinggang gadis itu. Sungguh, posisi yang tidak nyaman dilihat oleh Amara. Hingga, suara teriakan Cessi terdengar.
"Dah, loe rekam, Mar!"
"Hah!" pekik Amara seraya mengeluarkan ponselnya. Akan tetapi, Raka langsung bangun tiba-tiba dan Cessi membuat terjatuh.
"Aw! Sialan, loe!" pekik Cessi seraya merasakan panas di pantatnya.
Raka berlalu begitu saja, Cessi yang melihat mangsanya ingin kabur. Segera bangun dan mengejar pemuda itu, lalu memeluknya dari belakang. Berharap, Amara merekam tindakannya untuk mengisi akun blok mereka.
"Jangan pergi! Nanti, aku merindukanmu!"
Raka tersentak akan apa yang dikatakan oleh Cessi, dirinya yang keluar rumah. Mencari udara segar, sebab terkekang oleh kedua orang tuanya yang menginginkan agar Raka segera menikah. Padahal, usaianya masih muda. Terlebih, belum memiliki kekasih. Perasaan, Raka yang tadinya kesal melihat tingkah gadis yang di temuniaya. Kini, agak melunak.
"Cut! Dah dapat Cess!" pekik Amara kegirangan. Cessi yang mendengar hal tesebut, segera melepaskan pelukannya dari Raka dan menghampiri sahabatnya itu.
"Wis, keren! Ini, mah bisa viral, Mar!" pekik Cessi kegirangan.
"Siapa, dulu yang merekam? Gue, gitu loh!" kata Amara membanggakan dirinya, seraya menepuk bahu merasa bangga.
Sedangkan, Raka menatap aneh kearah kedua gadis itu dan mendekat secara diam-diam. Tanpa, aba-aba. Mengambil ponsel yang di pengang oleh Amara, membuat kedua gadis itu berteriak.
"Woy, Om! Kembalikan ponsel itu!"
Seolah tuli, Raka malah memainkan ponsel yang ada di tangannya. Membuat Cessi semakin kesal dan menendang, sesuatu yang amat berharga. Membuat Raka tumbang seketika dan mengeluh kesakitan.
"Aw! Kurang ajar! Dasar bocah!" pekik Raka kesal, seraya memengagi miliknya yang terasa berdenyut nyeri. Sedangkan, Cessi dan Amara mengambil langkah seribu. Kabur.
"Gue bakalan, buat perhitungan dengan tu' bocah!"
Raka bertekat, akan membuat perhitungan dengan kedua gadis yang telah membuatnya merasakan rasa sakit yang luar bisa. Dari perasaan, sampai pisik.
Setelah merasa agak mendingan dan malu di lihat oleh orang-orang yang lewat, Raka memaksakan diri untuk bangun. Membawa tubuhnya menuju ke mobil, umpatan demi umpatan kekesalan Raka. Bagikan, kembang api yang menyala ketika malam pergantian tahun.
"Tunggu aja, gue bakalan cari tu anak!"
Raka mulai melajukan mobilnya, meninggalkan area taman. Kembali, pulang ke rumah. Belum juga rada perasaan kesalnya Raka, dia harus mendapati keadaan yang sulit.
Terlihat mobil yang dia kenali, terpakir di halaman rumah. Raka membuang nafas berat dan memakirkan mobilnya masuk ke bagasi, lalu berjalan perlahan. Agar tidak ketahuan oleh kedua orang tuanya, namun sayang. Rencana Raka ketahuan.
"Raka!" panggil sang ibu. Membuat, Raka memutar bole matanya. Malas.
"Raka! Nih, anak!" kata Ibu Rumini, seraya menarik tangan putranya itu. Menuju ruang tamu, Rumini yang mendengar suara deru mobil Raka. Segera menunggu putranya itu, kebetulan. Ada tamannya yang mampir dan membawa putrinya, hingga muncul di benak Rumini untuk menjodohkan dengan Raka.
"Ayo sapa Ibu Romlah," pinta Rumini kepada sang putra. Dengan raut wajah dingin, Raka menyapa teman ibunya itu.
"Malam, Tan."
"Raka! Yang sopan, dong!" perintah Rumini kesal akan sikap putranya itu.
"Gak pa-pa, Jeng. Maklum, anak lelaki memang begitu," kata Ibu Romlah basa-basi, lalu memperkenalkan putrinya.
"Oh, iya. Raka! Ini putri Ibu. Namanya, Mely," jelas Rumini yang membuat putrinya malu-malu dan menundukkan kepala.
Sedangkan Raka, masih dalam mode dingin. Dia tidak suka dengan orang lain yang berada di tengah keluarganya. Apalagi, teman ibunya itu.
"Bu! Aku mau istirahat dulu! Besok, harus kerja lagi," jelas Raka dengan menekankan kata-katanya. Agar, sang ibu paham akan maksudnya.
Namun, Ibu Rumini malah mengajak Raka untuk duduk dan menemani mereka. Hal tersebut membuat membuat Raka semakin kesal.
"Hebat loh, Jeng. Anaknya dah punya pekerjaan," ujar Ibu Romlah. Semakin tertarik akan kepribadian Raka yang masuk dalam list menantu idaman. Tampan, anak orang kaya, berpendidikan, pokoknya paket komplit.
"Ah … Jeng Romlah berlebihan, Raka memang sudah bekerja. Tapi, belum punya kekasih," jelas Ibu Rumini tanpa sadar memancing kemarahan putranya.
"Masa, Jeng? Saya yakin, jika banyak perempuan yang mau dengan Nak Raka ini. Tapi—" Ragu Ibu Romlah meneruskan usapannya.
"Tapi apa, Jeng?" tanya Ibu Rumini penasaran.
Raka yang tidak tahan lagi dengan pembicaraan yang tidak berfaedah tersebut, memilih bagun dari duduknya dan berlalu. Panggilan dan teriakan dari sang ibu tidak dihiraukan, Raka terlanjur kesal akan sikap sang ibu yang suka mempromosikan dirinya.
Sedangkan, Ibu Rumini merasa malu akan sikap kurang ajar putranya itu dan meminta maaf kepada Ibu Romlah.
"Maafkan, anak saya ya, Bu. Dia suka sekali seperti itu, makanya. Gak ada perempuan yang mau sama dia," terang Ibu Rumini dengan raut wajah menyesal.
"Gak pa-pa, Jeng. Kalau kami biasa aja, kitakan bisa menjadi sebuah keluarga," jelas Ibu Romlah dengan senyum licik.
"Keluarga?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments