"Dasar Narsis!" pekik Cessi kesal.
Namun, seolah tidak bersalah. Bargo hanya cengengesan dan dia menyukai posisi mereka saat ini. Sebab, sangat sulit baginya mendekati Cessi. Jika, tidak membuat gadis itu marah terlebih dahulu.
"Woy! Jangan pacaran! Area terlarang ini!" teriak Amara membuat Cessi mengendus kesal dan menghampiri sahabatnya itu.
"Gara-gara loe! Gue dipanggil sama Pak Martin!" ucap Cessi kesal dan berlalu seraya menyenggol bahu Amara. Membuat sahabatnya itu emosi.
"Cessi! Loe yang salah! Kenapa gue yang jadi sasarannya!" teriak Amara kesal akan sikap Cessi yang menyalahkannya. Padahal, itu kesalahan Cessi sendiri yang datang selalu terlambat.
Namun, Cessi tidak menanggapi teriakan sahabatnya itu. Dia memilih mempercepat langkahnya menuju ruangan Pak Martin.
Dia menarik dan membuang nafas secara perlahan, kemudian mengetuk pintu ruangan wali kelasnya itu.
Tok
Tok
Tok
"Masuk!"
Cessi mendorong pelan daun pintu, setelah mendengar perintah dari dalam. Dilihatnya guru lelaki itu tengah duduk dan membuka beberapa berkas, lalu memintanya untuk duduk.
"Ceslisiaoliv, kamu tahu kenapa saya panggil kesini?" tanya Martin tanpa mengalihkan perhatiannya pada lembaran demi lembaran kertas yang dipegang olehnya.
Sedangkan, Cessi menelan silvernya. Dia gugup setengah mati, jika Pak Martin memanggil orang tua angkatnya dan hal itu akan membuatnya dalam masalah besar.
"Maafkan saya, Pak. Lain kali tidak akan saya ulangi," jelas Cessi menggibah.
Apa yang dikatakan oleh Cessi membuat Pak Martin menghentikan aktivitas dan menatap muridnya itu dengan mengerutkan dahinya.
"Memang, kamu tahu alasan kamu? Bapak panggil ke sini?" tanya Martin dan langsung dijawab oleh Cessi.
"Karena saya terlambat masuk kelas?" jelasnya dengan nada rendah.
Martin hanya tersenyum kecut mendengar penuturan Cessi, dia sudah lelah mengurusi rutinitas muridnya yang satu ini. Bagaikan, terlambat adalah ciri khas Cessi. Bahkan, akan terasa aneh jika gadis itu datang tepat waktu menurutnya.
"Bapak, ingin kamu mewakili sekolah kita untuk melakukan publik speaking di sebuah perusahan tekstil. Kamu bisa tidak?" jelas Pak Martin yang menginginkan Cessi sebagai pemandu dalam kunjungan ke perusahan yang menawarkan diri untuk dipublikasikan hal-hal yang mereka kerjakan di kantor. Ditambah, sekolah mereka yang memang jurusan. Hal ini merupakan peluang yang besar dan mampu menaikan nama sekolah mereka.
Dengan mata yang berbinar, Cessi memastikan apa yang dikatakan oleh sang guru, " Serius nih, Pak? Gak lagi nge–prank saya, 'kan?"
Martin tersenyum smirk mendengar, apa yang dikatakan oleh Cessi dan berniat untuk mengerjai anak muridnya itu.
"Iya, Bapak mau buat konten nge–prank kamu dan menaikan jumlah followers saya."
Kali ini, Cessi tersenyum kecut. Setelah mendengar ucapan Pak Martin, "Gak jadi, deh … Pak. Saya lebih baik ikut belajar di sekolah aja," tolak Cessi. Membuat Martin kelagapan.
"Eh, jangan gitu! Bapak serius, meminta kamu untuk menjadi memando kakak seniormu dan tentu ada komisinya," jelas Martin seraya mengedipkan matanya dan mampu meluluh-lantahkan hati Cessi. Tentu, dia tidak akan menolak sesuatu yang berbau duit.
"Oke, nanti Bapak kirim ke materinya dan akan saya pelajari," jelas Cessi dengan semangat membara.
Setelah perbincangan tersebut, atau bisa disebut proses kerja sama antara Pak Martin dan juga Cessi. Walaupun berlangsung dengan alot, sebab Cessi yang selalu meminta bayaran yang tinggi.
Namun, Pak Martin tidak kalah dari muridnya itu. Dia juga tarik–ulur, hingga Cessi menyerah dan mau bekerjasama dengan baik.
Kata pepatah lama, 'Guru kencing berdiri, murid kencing berlari'. Tidak masalah jika, sang murid mengalahkan gurunya. Namun, semua ilmu yang dimiliki berasal dari sang guru atau suhu.
Wajah Cessi pun berseri-seri, seperti bunga matahari yang kembang di waktu pagi. Hingga jam pulang sekolah pun, senyuman manis gadis itu tidak mau luntur. Membuat Amara yang memperhatikan kebahagiaan sahabatnya itu pun bertanya-tanya, gerangan apa yang membuat Cessi sampai konsleting.
"Cess, loe kenapa sih? Senyam-senyum sendiri? Bikin horor tau!" ujarnya. Ketika mereka di area parkir sekolah.
Namun, bukannya memberi tahu. Cessi malah membuat Amara panas–dingin penasaran.
"Mau tau… aja." Setelah mengatakan hal itu, Cessi mengenakan helm dan tancap gas. Meninggalkan umpatan kekesalan Amara yang bagaikan kaset rusak yang tidak memiliki intonasi naik lagi.
"Dasar! Cessi!" teriak Amara kepada Cessi yang telah menjauh.
Cessi membawa laju motornya dengan santai, seperti dipantai. Keadaan jalan raya yang mulai ramai dipenuhi oleh anak-anak yang pulang sekolah seperti dirinya. Membuat Cessi harus eksara hati-hati, bisa dicabut SIM miliknya. Jika, terjadi kecelakaan dijalan.
Bahkan, motor kesayangannya akan disita oleh orang tua angkatnya. Padahal, motor yang digunakan oleh Cessi dari hasil jerih payahnya selama ini. Terasa tidak adil, jika orang tua angkatnya mengambil yang bukan hak mereka
Namun, Cessi tahu diri. Siapa dirinya dan apa yang ia miliki selama ini. Mungkin, tidak akan bisa membalas pengorbanan Pak Broto dan Ibu Indri.
Hingga, tidak terasa. Motor yang dikendarai oleh Cessi sampai di sebuah halaman rumah yang tidak luas dan ditumbuhi beberapa pohon rindang. Gadis itu memarkirkan motor kesayangannya dan masuk ke dalam rumah. Dia melihat Ibu Indri yang tengah duduk didepan televisi yang ada di ruangan tamu.
"Cess, kamu baru pulang?" tanya wanita itu. "Tolong sekalian cuci piring dan angkat jemuran, oh iya… sekalian ambil kue Ibu yang dititipkan ke warung," tambah Ibu Indri memberi tugas kepada Cessi.
Belum juga Cessi melepaskan seragam sekolahnya, bahkan perut gadis itu belum diisi nasi. Sudah mendapatkan pekerjaan yang banyak dari sang ibu angkat.
Jika, di dalam cerita dongeng. Ibu tiri lebih kejam dari ibu kota. Maka, bagi Cessi ibu angkat. Lebih kejam dari ibu tiri, sebab tidak ada perlakuan baik dari ibu angkat. Berbeda dengan ibu tiri yang akan baik kepada anaknya, jika sang ayah ada didekatnya.
Seperti biasanya, Cessi tidak menjawab atau menolak permintaan ibu angkatnya. Dia hanya mengerjakan apa yang ditugaskan, sebab dia tahu diri. Telah ditampung dan dibesarkan, itu sudah cukup bagi Cessi. Didunia yang keras seperti sekarang, banyak orang munafik dan bermuka dua. Didepan baik dan busuk dibelakang, Cessi masih beruntung. Sebab, dirawat dengan baik. Hingga, sekarang. Walaupun harus jadi babu.
Setelah mengerjakan pekerjaan rumah, Cessi berjalan keluar. Kemudian mengendarai motornya, menuju warung langganan. Tempat Ibu Indri menitipkan kue, sebagai pendapatan tambahan.
Tidak butuh waktu yang lama, sebab jaraknya yang sangat dekat. Cessi langsung memanggil seorang wanita. Pemilik warung tersebut.
"Ibu! Ibu! Ibu!" panggil Cessi berkali-kali dengan suara yang keras. Hingga, wanita paruh baya keluar dan tersenyum kepadanya.
"Mau mengambil, barang dagangan … ibumu?" tanya wanita itu yang mendapatkan anggukan kecil Cessi.
Dengan sabar, Cessi menunggu diluar. Dia berani taruhan, jika kue buatan ibu angkatnya tidak laku.
"Cess, maaf, ya… ini. Tempatnya," jelas ibu pemilik warung yang membuat mata Cessi melotot.
"Ko' bisa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Jesi Jasinah
salam kenal kak. dari cintaku yang tak direstui
2023-05-14
1