Khawatir
Sampai di rumah Afgan, sudah pukul sebelas malam. Suasana rumah sudah tampak sunyi bahkan lampu sudah dipadamkan semua.
Begitu turun dari mobil Afgan langsung menurunkan koper Shireen untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Ada dua bag dorong yang dibawa Afgan masuk ke dalam kamar. Shireen yang baru pertama kali masuk ke dalam rumah Afgan langsung mengamati sekeliling ruangan di rumah itu.
Terpajang foto keluarga Afgan membuat Shireen merasa penasaran dan langsung mendekatinya. Terlihat Afgan dan kakaknya berdiri di samping kedua orang tuanya. Ayah Afgan saat itu masih hidup dan wajahnya hampir mirip dengan Afgan. Begitu juga dengan postur tubuhnya yang tinggi besar seperti Afgan.
Tidak lama kemudian Afgan pun keluar dari kamar dan menghampiri istrinya.
“Kenapa kamu nggak masuk Shireen?” tanya Afgan.
“Entar Mas, aku masih lihat foto keluarga kamu. Oh ya Mas. Ini saat Mas usia berapa ya?” tanya Shireen sambil menunjuk ke foto keluarga yang dipajangkan di dinding.
Kemudian Afgan melirik ke foto itu sambil tersenyum.
“Itu foto mas ketika masih kelas satu SMP,” jelas Afgan.
Shireen langsung tertawa.
“Kenapa kamu kok tertawa Shireen...” tanya Afgan sambil tersenyum.
“Pantas aja, karena Mas masih tampak lugu,” ucap Shireen.
“Memangnya apa beda dengan mas yang sekarang?” tanya Afgan penasaran.
Shireen kembali tertawa geli mendengar pertanyaan suaminya.
“Ya jelas beda donk Mas... Itu kan foto Mas ketika masih ABG dan sekarang Mas kan udah tua.” Shireen berterus terang.
“Gimana.... Lebih ganteng dulu apa sekarang?” Afgan berusaha menggoda Shireen.
Shireen langsung tertawa lepas.
“Kedua-duanya nggak ada yang ganteng Mas,” jawab Shireen sambil tertawa lagi.
Mendengar ucapan Shireen membuat Afgan semakin gemas.
“Kamu ya...” ucap Afgan sambil memeluk pinggang istrinya dari belakang.
Kemudian Afgan melabuhkan dagunya di bahu Shireen membuat Shireen merasa kegelian ketika kumis Afgan menyentuh telinganya.
“Mas, lepaskan...” ucap Shireen menggeliat kegelian.
Afgan bukan melepaskan pelukkannya, tapi dia semakin mempererat pelukkannya membuat Shireen diam tidak berdaya. Ingin menjerit tapi dia takut kalau ibu mertuanya akan terbangun.
“Mas... udah, lepaskan...” Nada suara Shireen memohon.
“Nggak, mas nggak akan lepaskan kamu,” bisik Afgan di telinga Shireen.
Afgan bukannya melepaskan tetapi dia malah tertawa melihat Shireen yang semakin ketakutan.
“Emangnya nggak boleh mas memeluk istri mas sendiri?” Afgan berusaha menggoda istrinya.
Shireen yang baru kenal sebulan dengan Afgan merasa masih canggung ketika berdekatan. Sedangkan Afgan yang mengetahui kalau Shireen orangnya pemalu sehingga dia berusaha untuk membuat Shireen merasa nyaman berada di dekatnya. Afgan juga berusaha membuat Shireen tidak merasa canggung sehingga suasana tidak terlalu tegang.
Saat keduanya sedang tertawa mesra, tiba-tiba kakak Afgan yang bernama Afika keluar dari kamarnya. Melihat Afgan sedang memeluk pinggang Shireen dari belakang dan keduanya tampak sangat akrab membuat Afika yang seorang janda merasa cemburu dan kesal. Dia merasa kesal dengan kemesrahan adiknya itu.
Kemudian Afika berdeham membuat Afgan dan Shireen merasa terkejut. Shireen buru-buru melepaskan tangan Afgan yang berada di pinggangnya dan dia kemudian melangkah menjauh dari Afgan. Sedangkan Afgan masih terdiam dan berdiri di posisinya semula.
Sebenarnya Afika keluar dari kamar untuk pergi ke kamar mandi dan ketika melewati ruang tengah dia melihat Afgan dan Shireen yang sedang bermesraan. Afika merasa cemburu dengan kemesraan adiknya.
“Kalian apa nggak punya etika? Kalau mau bermesraan itu di kamar, bukan di ruangan ini,” ucap Afika ketus dan langsung berjalan ke kamar mandi.
Shireen hanya menundukkan kepalanya karena merasa malu. Dia merasa malu sendiri karena apa yang dikatakan kakak iparnya benar adanya.
Mendengar suara ribut di ruang tengah, bu Nana Warastuti yang biasa dipanggil Nana pun langsung terbangun dan keluar dari kamarnya. Begitu melihat Afgan dan Shireen berada di ruang tengah, bu Nana langsung mendekati menantunya. Shireen sempat terkejut juga melihat ibu mertuanya terbangun karena mendengar pembicaraan mereka. Kemudian Shireen langsung menyalam ibu mertuanya dengan sopan.
“Kalian udah lama sampainya?” tanya bu Nana.
“Baru aja Bu, kira-kira lima belas menit yang lalu,” jawan Shireen sambil tersenyum.
Bu Nana yang sengaja mencari perhatian Afgan langsung mendekati Shireen.
“Kamu pasti capek ya Shireen,” tanya bu Nana.
“Lumayanlah Bu,” jawan Shireen.
“Ya udah, sekarang kamu istirahat di kamar ya,” pinta bu Nana.
“Iya Bu, sebentar lagi,” jawab Shireen.
Sebenarnya Shireen merasa heran dengan sikap ibu mertuanya yang tampak baik dan perhatian padanya. Padahal sejak acara pernikahan tadi pagi, bu Nana tampak murung dan cemberut. Sedikit pun tidak menunjukkan sikap baik dan ramah pada Shireen yang telah menjadi menantunya. Bahkan bu Nana sangat cuek pada Shireen.
Tetapi malam ini sikap bu Nana jauh berbeda dengan sikapnya tadi pagi saat prosesi ijab kabul digelar. Tadi pagi Shireen sempat merasa takut sendiri mendapatkan ibu mertua yang seperti bu Nana karena sikapnya yang begitu cuek dan tidak peduli pada menantunya.
‘Kenapa tiba-tiba ibu mertuaku berubah sekali. Tadi pagi dia cemberut saja seperti tidak menyukai aku. Tapi malam ini ibu mertuaku kelihatan sangat baik bahkan sangat perhatian sama aku,’ batin Shireen dalam hati.
“Oh ya, kalian udah makan mala?” tanya bu Nana pada Afgan dan Shireen.
“Sudah Bu. Kamu tadi makan dulu sebelum kemari,” jelas Shireen dan Afgan bersamaan.
“Kalau belum makan malam, biar ibu disiapkan makan malam untuk kalian,” jelas bu Nana dengan nada ramah.
“Terima kasih Bu, nggak perlu,” jawab Shireen.
“Iya Bu, nggak perlu karena entar lagi kami mau tidur,” jawab Afgan.
Afika yang yang baru keluar dari kamar mandi dan hendak masuk ke kamarnya lagi langsung nyeletuk ketika melewati ibunya dan Shireen.
“Di rumah Shireen tadi kan pesta, jadi nggak mungkin lah mereka belum makan Bu,” ucap Afika dengan nada tidak senang.
“Mungkin saja Fika. Bisa jadi nggak selera makanan pesta makannya ibu tawarkan biar ibu siapkan malam ini,” jelas bu Nana.
Mendengar ucapan ibunya yang terlalu lebay Afika merasa kesal.
“Ngapain Ibu pusing mikirkan mereka yang sudah dewasa. Biarin aja kalau mereka belum makan, pasti mereka akan mencari sendiri,” jelas Afika.
“Iya Bu, Ibu jangan khawatir. Lagian kami bisa kok mencari sendiri,” ucap Afgan yang kelihatan sedikit marah mendengar jawaban kakaknya yang sepertinya tidak suka.
Begitu Afika masuk ke dalam kamarnya Afgan langsung menyuruh ibunya masuk kamar juga. Afgan khawatir kalau ibunya tidur terlalu malam akan sakit karena kondisi ibunya yang sering sakit-sakitan. Afgan sangat menyayangi ibunya sehingga dia tidak mau melihat ibunya sampai sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Rovie
lanjut thor
2023-05-02
1