Memberi Penolakan

Loli melongo, menatap Galen dengan tatapan yang sarat menunjukan keterkejutan.

"Itu bagus." Galen berucap sembari mengusap kelewat lembut bibir bawah Loli menggunakan bantalan ibu jarinya.

"H-huh?" Loli mengerjapkan pelupuk mata secara berulang dengan polosnya, tidak mengerti apa maksud dari perkataan Galen, tapi ia refleks menarik diri, menjauhkan bibirnya dari jangkauan pria tampan di hadapannya itu.

Senyuman manis saat itu seketika merekah di bibir Galen, membersamai tatapan gemasnya yang tersorot ke arah Loli. "Gue bilang, itu bagus."

"A-apanya yang bagus?"

"Bibir lo," gurau pria tampan itu.

Loli memutar bola matanya malas. "Hey. Aku serius, Kak. Kenapa tiba-tiba bercanda sih? Apanya yang bagus?"

"Bibir lo. Beneran deh, bibir lo tuh bagus banget," goda Galen seraya mendekat ke arah Loli.

"Oh, ayo dong, Kak. Ini nggak lucu."

Galen tersenyum lagi, masih belum berhenti melangkah, mendekat ke arah Loli, mengikis segala jarak yang terbentang di antara mereka berdua. "Gue serius, Lol. Bibir lo bagus banget deh, bikin gue pengen lagi."

Pria itu berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya sesaat. "Apa gue tadi gak salah kecap?" imbuhnya.

Setelah merasa Galen tak kunjung berhenti mengambil langkah maju, Loli menyadari ... jika pria di hadapannya itu terus seperti ini, jarak di antara tubuhnya dan Galen akan benar-benar habis terkikis, dan hal itu tidak baik.

Tidak baik, jika sampai ada yang tertabrak. Tidak baik pula untuk jantung Lolita, karena semakin sedikit jarak yang tersisa, semakin cepat pula jantung gadis itu berdebar.

Pada akhirnya ... Loli memutuskan untuk mengimbangi setiap langkah yang Galen ambil dengan mengambil langah mundur. Satu langkah Galen maju, satu langkah pula Loli akan mundur.

Sudut bibir sebelah kiri Galen menukik tajam, membuat seringaian ngeri penuh arti menyimbul sempurna di sana, kala ia melihat betapa menggemaskan wajah Loli saat gadis cantik itu mulai panik.

Galen membungkukan sedikit tubuh seraya menghentikan langkah dan menenggerkan salah satu lengannya di lengan sofa yang berada tepat di belakang tubuh Loli, sebagai tumpuan.

Loli tertegun, karena tindakan yang Galen ambil tersebut, sukses membuat wajah mereka begitu dekat, hanya tersisa sedikit ruang, mungkin hanya beberapa inci saja.

Loli bahkan bisa merasakan embusan napas hangat Galen, menyapu permukaan bibirnya.

Tentu Loli bergerak refleks saat itu, meskipun ia juga menghentikan langkah, di saat bersamaan, ia juga memundurkan kepalanya, sedikit.

Namun, nyatanya jarak yang tersisa tetaplah tidak begitu berarti, membuat Loli terlihat kikuk, salah tingkah di hapapan Galen.

Pandangan gadis itu seketika tertunduk. Pupil matanya gemetar, bergerak acak, menelisik segala penjuru ruang di bawah sana, asal tidak terfokus pada satu titik saja, yakni manik jelaga Galen yang tengah menatapnya, dalam.

Galen tersenyum miring, lalu mendekatkan wajahnya ke daun telinga sebelah kanan Loli, bahkan sengaja melabuhkan kecupan di sana. Kecupan yang tak gagal membuat sekujur tubuh Loli merememang karenanya.. "Boleh gue cobain lagi, gak?" bisiknya, menggoda.

"Jangan bercanda," balas Loli, seraya mendorong pelan permukaan dada bidang Galen dengan salah satu telapak tangan mungilnya.

Galen terkekeh gemas, sembari menjauhkan wajahnya dari Loli dan menegakan posisi tubuhnya.

Pria tampan itu menepuk-nepuk pelan puncak kepala Loli. "Gemesin banget sih, pacar gue?"

Loli akhirnya menengadahkan pandangan, menatap wajah tampan Galen dengan tatapan nanar. "Sejak kapan aku jadi pacarnya Kakak?"

Galen tersenyum, lagi. Tersenyum manis kali ini. "Sejak barusan. Ada kali, lima menitan. Lo lupa, kalo lo sendiri yang udah ngakuin gue sebagai pacar baru lo di hadapan mantan pacar lo?"

"Itu cuman pura-pura aja, Kak. Biar mantan aku berenti gangguin aku."

"Tapi gue nganggepnya serius. Gimana dong?"

"Tapi aku enggak!"

"Ya udah, kita jadian beneran aja. Gimana?"

Loli menggeleng tegas. "Gak mau."

Alis sebelah kiri Galen naik. "Kenapa Gak mau? Jangan bilang kalo lo gak suka sama gue?"

"Emang harus banget aku suka sama Kakak?"

"Ya harus lah."

"Dih, kenapa?"

"Karena gue ganteng, baik hati, rajin menabung dan gak sombong."

Loli terkekeh sinis seraya mensidekapkan kedua lengannya di dada. Ia menatap Galen dengan tatapan yang terkesan meremehkan. "Iya sih, Kakak emang ganteng."

"Terus kenapa lo gak mau pacaran sama gue?"

"Karena Kakak playboy."

"Gue bisa berubah."

Loli terkekeh. " Jadi apa? Jadi robot?"

"Sumpah, gue bisa setia, asal lo mau jadi pacar beneran gue."

"Jangan konyol. Banyak cewek cantik dan seksi yang ngejar-ngejar Kakak, pacarin aja salah satu dari mereka, gak usah sama aku pacarannya. Jangan sia-siain yang ada."

Galen balas terkekeh sinis juga, sembari mengguratkan senyum miring di bibirnya. "Kata siapa gue bakal nyia-nyiain mereka? Kalau mereka yang dateng sendiri, otomatis gue bakal dengan senang hati nerima mereka."

Loli menggeleng tak habis pikir, kemudian memukul salah satu lengan Galen dengan telapak tangan mungilnya yang mengepal. "Dasar, Playboy."

Gadis cantik itu lalu melengos pergi, meninggalkan Galen untuk kembali ke area bar, menemui Naya dan Dara yang sudah menunggunya.

Galen menoleh ke arah mana Loli melarikan diri, lalu tersenyum senang. "Hey! Apa salahnya manfaatin anugrah yang Tuhan kasih?"

"Shut up!"

Galen lalu berlari kecil, menyusul Loli tanpa memudarkan senyum di bibirnya. "Tunggu calon suami lo dong! Masa ditinggalin sendiri, gitu aja."

"Udah putus. Gak punya calon suami!"

"Siapa yang lo maksud?" Darrel bertanya kala ia berhasil mengimbangi langkah Loli dan berjalan saling berdampingan.

Loli menoleh malas ke arah Galen, menatap pria tampan itu dengan tatapan tanpa minat. "Kevin?"

Galen yang saat itu berjalan, namun hanya menatap Loli, menaikan salah satu alisnya. "Gue nggak lagi bahas soal dia."

"Terus siapa yang Kakak maksud dengan calon suami aku?"

"Gue!" tandas Galen, seraya menepuk dadanya, menenggerkan salah satu telapak tangannya di sana.

Loli terkekeh gemas seraya menundukan pandangannya sesaat, menganggap apa yang Galen katakan itu, hanyalah sebuah gurauan belaka. "Sejak kapan Kakak jadi calon suami aku?"

"Sejak gue masih jadi ******?" Senyum Galen semakin mengembang.

"Ik apaan sih? Omongannya aneh!" hardik Loli seraya bergidik ngeri dan memukul lagi salah satu lengan Galen.

"Percaya sama gue, Tuhan udah nulisin takdir lo sama gue. Kita bakal berakhir bersama. Itu udah tertulis, bahkan sebelum sel telur nyokap lo ketemu sama sperm-"

Galen mengatupkan bibirnya rapat-rapat seraya menghentikan langkah, kala ia melihat Loli saat itu menoleh ke arahnya, menatapnya dengan tatapan tajam yang menyalang, juga menghentikan langkah.

Tidak memiliki keberanian, atau lebih pada menahan bibirnya agar tidak merenggang, mematrikan senyuman di saat ia menganggap ekspresi wajah yang Loli tunjukan saat gadis itu kesal, begitu menggemaskan bagi dirinya.

Pria tampan itu terkekeh konyol, membuat Loli melanjutkan langkahnya tanpa berkata apa pun.

"Jadi mau ya, jadi pacar gue, Lol?"

Kembali menghentikan langkah, Loli menoleh ke arah Galen yang juga melakukan hal yang sama. Gadis cantik itu tersenyum simpul, lalu mendengkus pelan. "Aku gak bisa."

"Kenapa?"

"Ya karena aku yakin, Kakak udah pasangan."

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!