Karen dan Arion kembali ke rumah setelah sarapan. Sepanjang perjalanan wanita itu hanya diam. Dia takut bertemu Rico.
Arion yang dari tadi memperhatikan istrinya itu, menjadi heran melihat sikapnya. Pria itu bertanya dalam hati, apakah yang sedang wanita itu pikirkan.
Setengah jam perjalanan, sampailah mereka di sebuah rumah yang sangat mewah. Karen yang masih termenung tidak menyadari jika mereka telah sampai.
"Karen, apa kamu tidak ingin turun?" tanya Arion, itu cukup mengagetkan wanita itu.
"Apa Om?" tanya Karen balik.
"Kita telah sampai. Apa kamu tidak ingin keluar dari mobil?" Arion kembali bertanya.
Karen hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Dia langsung keluar dari mobil dan mengikuti langkah kaki Arion.
Saat memasuki ruang tamu, matanya langsung tertuju pada foto keluarga yang terpasang di dinding dengan besarnya. Ada Arion, seorang wanita, yang Karen tebak pasti istrinya. Satu lagi foto anak remaja usia lima belas tahun, yang diyakini itu Rico. Wajahnya tidak banyak berubah.
"Kamar kita ada di lantai atas. Nanti biar bibi yang mengantar kamu. Aku mau ke ruang kerja dulu. Ada yang harus aku selesaikan," ucap Arion.
Seorang wanita paruh baya, mengajak Karen menuju lantai atas. Dia seorang pekerja di rumah itu.
"Ini kamarnya, Nyonya," ucap wanita itu menunjuk pada sebuah kamar.
"Jangan panggil nyonya, Bi. Panggil Karen saja," ujar Karen. Dia merasa risih dipanggil nyonya.
"Tidak apa nyonya. Nanti Tuan Arion bisa marah jika saya panggil nama."
Karen hanya tersenyum mendengar ucapan bibi itu. Dia tidak ingin membuat wanita paruh baya itu mendapat masalah karena dirinya.
Bibi membuka pintu kamar dan mempersilakan Karen masuk. Setelah itu dia pamit untuk masak makan malam mereka.
"Saya pamit dulu, Nyonya. Selamat beristirahat."
"Terima kasih, Bi."
Wanita paruh baya yang bekerja di rumah mewah milik Arion itu berjalan perlahan meninggalkan kamar. Karen memandangi kamar yang begitu luasnya. Satu kamar ini saja luasnya jauh melebihi satu rumah kontrakannya.
Dulu orang tuanya juga memiliki rumah walau tidak sebesar dan semewah rumah Arion ini. Semua terjual untuk biaya pengobatan ibunya. Ayahnya juga banyak hutang untuk biaya pengobatan tersebut. Namun, pada akhirnya ibu Karen menyerah dengan penyakitnya. Wanita yang melahirkan Karen itu meninggal setahun lalu.
Karen berdiri di jendela kamar. Memandangi jalanan dari lantai atas. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Kehidupan Karen terasa rumit, sejak mengetahui jika Rico adalah anak tirinya.
Lamunan Karen terhenti saat dia merasakan pelukan dipinggangnya. Wanita itu pikir Arion yang melakukan itu, sehingga dia diam saja.
"Apa kamu senang tinggal seatap denganku?"
Suara itu membuat Karen kaget. Dia langsung membalikan tubuhnya.
"Rico ...!"
"Iya, Sayang. Aku senang akhirnya kita bisa tinggal seatap," ucap Rico dengan senyumannya.
"Jangan main-main, Rico. Aku saat ini telah resmi menjadi ibu tirimu. Jadi aku mohon bersikaplah sewajarnya. Jangan membuat ayahmu jadi curiga."
"Sewajarnya bagaimana? Apa aku harus mengatakan pada Papi jika kamu adalah wanita yang sangat aku cintai?"
"Rico, aku mau kamu menerima takdir ini. Kita tidak mungkin bersama lagi," ucap Karen dengan suara lirih.
Belum sempat Rico menjawab, terdengar suara langkah kaki. Karen menjadi ketakutan. Dia cepat berjalan keluar melihat siapa yang datang.
"Nyonya, makan malam telah siap. Tuan meminta saya memanggil nyonya untuk segera turun. Tuan telah menunggu di meja makan," ucap bibi.
"Baik, Bi. Saya akan segera turun," ujar Karen dengan suara gemetar.
Karen berjalan cepat meninggalkan kamar, turun dari lantai atas menuju ruang makan. Tampak Arion yang telah menunggu di meja makan sambil bermain ponsel.
"Selamat malam, Om."
"Duduklah, Karen. Aku mau kamu merubah panggilanmu. Agak ganjil saja jika aku sebagai suami dipanggil, Om."
"Aku harus memanggil apa, Om?" tanya Karen.
"Panggil Papi saja, seperti istriku dulu," ujar Arion.
"Baiklah, Om. Eh ... Papi," ucap Karen gugup karena melihat kehadiran Rico.
Rico tersenyum ke arah Karen dan Papinya. Dengan tanpa rasa bersalah, pria itu menarik kursi yang ada dihadapan Papinya dan Karen.
"Kapan kamu sampai?" tanya Arion. Sejak Maminya meninggal, Rico lebih sering tinggal di apartemen. Kembali ke rumah hanya jika ada perlu dan kangen suasana tempat dia dibesarkan.
"Sore tadi. Mungkin aku akan sering menetap di rumah ini lagi," ujar Rico.
Alis Arion terangkat mendengar ucapan putranya. Sejak istrinya meninggal, dia sangat jarang bertemu putranya karena Rico lebih banyak menghabiskan waktunya di apartemen.
"Baguslah. Papi sangat senang jika akhirnya kamu mau kembali tinggal di sini."
Karen yang duduk di samping Arion hanya dapat menarik napas berat. Jika Rico tinggal bersamanya, itu hal sulit. Dia akan terus berhadapan dengan mantan kekasihnya yang hingga saat ini masih sangat dia cintai.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
lenong
maen HP mulu Arion
2023-09-06
0
Aminah Adam
lanjut..
2023-05-14
1
nonsk2711
*noktah merah pernikahan* lbh tpt nya itu yg trjadi sm Karen n yg melakukn nya anak tirinya sxgus mntn pcr nya,tp klo di awal di crtkan klo papi nya Rico pemain lbh baik Karen sm Rico sj wlw slh 🤭
2023-05-02
1