Happy reading 🌹🌹🌹
Setelah mendapatkan ijin dari Erlan, Ailee kemudian mengajak wanita tua yang diaku sebagai neneknya, untuk duduk di salah satu meja di sudut ruangan yang agak menjauh dari keramaian.
"Nek, tidak apa-apa, ya, kita makan sepiring berdua. Tadi, Ai ngambilnya banyak sekalian soalnya. Sendoknya juga sudah ambil dua, nih," terang Ailee sambil mengarahkan satu sendok kepada nenek tersebut.
"Iya, Nak. Tidak apa-apa," balas sang nenek seraya tersenyum hangat.
"Nenek tunggu sebentar, ya. Ai mau ambilkan minum dulu." Gadis berhijab itu segera beranjak.
"Nenek mau minum yang hangat apa yang dingin, Nek?" tanya Ailee sebelum berlalu.
"Yang hangat saja, Nak," balas sang nenek seraya menepuk lembut lengan gadis berwajah imut-imut tersebut yang telah menolong dirinya.
Ailee segera berlalu dari mejanya, untuk mengambil minuman.
Tak berapa lama, gadis belia itu telah kembali dengan dua gelas air putih hangat.
"Nek, air putih saja tidak apa-apa, ya. Malah bagus, kan, untuk kesehatan," ucap Ailee menyodorkan segelas air putih hangat kepada sang nenek.
Nenek tua itu mengangguk dan kemudian tersenyum lebar, menyambut segelas air putih yang disodorkan oleh Ailee.
Ailee kemudian mendudukkan diri di samping sang nenek. "Ayo, Nek! Kita makan," ajak Ailee dengan antusias, melihat ada lauk banyak di atas piringnya.
Ya, Ailee sengaja mengambil lauk daging cukup banyak agar cukup untuk makan berdua bersama wanita tua yang tadi dia dengar telah dihina oleh kedua senior Ailee di tempat kerja.
"Nak, kamu saja yang makan. Kasihan kalau nanti kamu tidak kenyang," tolak sang nenek yang tidak ingin mengganggu makan siang gadis di sampingnya.
"Mana bisa begitu, Nek. Ai sengaja ambil sebanyak ini karena Ai memang mau mengajak Nenek untuk makan bareng, Nek," paksa Ailee.
"Kalau Ai harus menghabiskan makanan sebanyak ini sendirian, nanti perut Ai bisa meledak, duarrr ... begitu, Nek," candanya yang kemudian mengerucutkan bibir.
Nenek tua itu terkekeh pelan. "Ya, sudah. Nenek ikut makan, tapi dagingnya kamu saja yang makan, ya. Nenek sudah tua, harus mengurangi makan-makanan yang mengandung kolesterol," tuturnya dengan suara yang lembut.
"Terus, Nenek makan sama apa?" tanya Ailee.
"Sama sayurannya saja, cukup."
Gadis belia dan wanita tua itu kemudian mulai menikmati makan siangnya dengan nikmat. Sesekali, terdengar mereka bercengkrama yang diselingi canda dan tawa.
"Nenek tahu tidak, ini adalah makanan terlezat yang pernah Ai makan," ucap Ailee dengan mulut penuh makanan, membuat wanita tua yang duduk di samping Ailee berhenti mengunyah makanan dan kemudian menatap gadis berhijab tersebut dengan tatapan dalam.
"Benar, Nek," lanjut Ailee, meyakinkan.
"Apa nenek boleh tahu, darimana kamu berasal, Nak?" tanya sang nenek, penuh rasa penasaran.
"Dari kota ini juga, Nek. Tepatnya di sebelah timur," balas Ailee.
"Apa pekerjaan orang tua kamu?" lanjut sang nenek, bertanya.
"Papa pengacara," balas Ailee.
Wanita tua itu mengerutkan dahi. Putri seorang pengacara, tetapi barusan gadis di sampingnya itu mengatakan bahwa makan siang kali ini adalah makanan terlezat yang pernah dia santap? Rasanya, ada yang janggal.
"Mama kamu?" Wanita tua itu menatap tepat ke manik hitam Ailee.
Tiba-tiba, wajah imut yang tadinya selalu tersenyum tersebut berubah menjadi sendu.
"Ada apa, Nak?" desak sang nenek.
Ailee yang sudah menyimpan sendoknya, menggeleng pelan. "Mama meninggal ketika melahirkan Ai, Nek."
Gadis belia itu kemudian menceritakan bagaimana kehadiran Ailee dalam keluarga, tidak dapat diterima oleh sang papa dan juga kedua kakaknya karena Ailee dianggap sebagai pembawa sial yang kelahirannya menyebabkan sang mama meninggal.
Dia dibesarkan oleh pembantu di rumahnya dan tinggal bersama pembantu tersebut di rumah belakang.
Ailee juga diperlakukan sama persis seperti pembantu yang harus ikut mengerjakan semua pekerjaan rumah dan diberi makan seadanya saja.
"Kasihan sekali kamu, Nak." Wanita tua tersebut sampai menitikkan air mata, mendengar kisah Ailee.
"Kedua kakak kamu, sudah bekerja?" tanya sang nenek, seraya menatap iba pada Ailee.
"Kakak pertama, sudah, Nek. Dia menjadi dosen dan kakak kedua saat ini sedang koas di salah satu rumah sakit besar di pusat kota," terang Ailee, membuat wanita tua yang netranya dipenuhi air mata, geleng-geleng kepala.
"Apa kamu tidak ingin menuntut keadilan pada papamu? Kedua kakakmu mendapatkan pendidikan terbaik, sementara kamu sudah harus bekerja di usia yang masih belia seperti ini?" sang nenek kembali menatap Ailee, setelah menyeka air matanya dengan ujung jilbab.
Ailee menggeleng. "Tidak, Nek. Buat apa? Mereka tidak mengusik Ai saja, Ai sudah sangat bersyukur," balas Ailee.
"Mengusik?"
Ailee mengangguk. "Benar, Nek. Papa, terutama kedua kakak Ai, seperti tidak suka kalau melihat Ai senang. Mereka pasti akan mencari-cari cara untuk membuat Ai dalam masalah."
"Itu makanya setelah Ai lulus sekolah, Ai memutuskan untuk pergi dari rumah dan mencari pekerjaan," terang Ailee yang kini sudah kembali tersenyum.
"Alhamdulillah-nya, Nek, begitu Ai melamar kerja di perusahaan GCC ini, Ai langsung diterima dan diperbolehkan untuk tinggal di mess. Jadi, Ai tidak perlu repot-repot untuk mencari kontrakan," lanjutnya dengan netra berbinar.
"HRD-nya orangnya baik banget, Nek," imbuh Ailee dengan senyumnya yang lebar.
"Oh ya, Nek. Tadi kalau Ai tidak salah dengar, Nenek sedang mencari cucu Nenek? Apa cucu Nenek juga bekerja di perusahaan GCC, Nek? Bagian apa?" tanya Ailee kemudian yang telah menyimpan rasa penasaran semenjak tadi.
"Benar, Nak, tapi sepertinya dia tidak jadi ikut acara ini karena dari tadi nenek cari-cari tidak ada," balas wanita tua tersebut.
"Terus, Nenek mau kemana sekarang?" tanya Ailee, iba.
Wanita tua itu menggeleng. "Nenek juga belum tahu, Nak. Rumah nenek jauh, sementara di luar sana sepertinya hujan mulai turun," balasnya dengan wajah sendu.
Ailee meraih tangan sang nenek yang telah berkeriput. "Nenek jangan khawatir, ya. Tadi 'kan, Ai sudah dikasih ijin sama Pak Erlan untuk mengajak Nenek. Nanti Nenek menginap di sini saja, sama Ai. Mau, kan?"
Sang nenek mengangguk, senang. "Apa tidak merepotkan kamu, Nak?"
"Tidak sama sekali, Nek. Ai malah senang karena punya keluarga seperti yang lain," balas Ailee seraya memeluk lengan wanita tua tersebut, membuat wanita berhijab panjang itu merasa terharu.
Beliau usap puncak kepala Ailee yang tertutup hijab, dengan penuh kasih.
"Nek, Ai boleh 'kan, kalau menganggap Nenek sebagai Neneknya Ai," pinta Ailee setelah melepaskan pelukan tangannya pada lengan sang nenek.
Gadis berhijab tersebut menatap wanita tua di sampingnya, dengan penuh harap.
Sang nenek mengangguk, mengiyakan. "Tentu saja, Nak, karena kamu adalah calon cucu menantu Nenek," balas wanita tua itu dengan serius, membuat Ailee mengerutkan dahi.
"Maksud Nenek?"
"Ai, ayo! Lombanya sudah akan dimulai!" seruan dari salah seorang teman Ailee, membuat gadis yang memiliki tatapan ceria tersebut sejenak harus melupakan rasa penasarannya terhadap perkataan sang nenek.
"Nek, maaf, ya. Ai tinggal dulu, tidak apa-apa, kan? Nenek bisa tetap di sini, menunggu sampai Ai selesai ikut lomba," pamit Ailee.
☕☕☕ bersambung ... ☕☕☕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
KUCING GEMBUL
sosok aile begitu sangat tegar, keluarga yang cukup mampu. bahkan papanha pengacara, tapi dia disisihkan. Seperti bukan anak kandung tapi anak kandung.
mau bagaimana lagi butuh bertahun-tahun agar Aile bisa merasakan kebahagiaan, dan kedepannya Aile akan mendapat kebahagian secara perlahan.
2024-08-09
1
Cah Dangsambuh
apa nenek itu neneknya sang ceo yg lagi nyamar aaah aku ikut halu😀😀😀
2024-07-20
1
sherly
anak yang baik hati... syg papamu lupa kalo kamu itu anugrah dr Allah SWT...
2023-11-18
3