BAB 2

Bian tertunduk lesu di hadapan Raka yang berbaring lemah di atas tempat tidur rumah sakit, meski sempat kehilangan banyak darah, beruntung dokter berhasil menyelamatkan Raka. Dalam operasinya, dokter berhasil mengambil peluru yang bersarang di tubuh Raka.

Selesai operasi, Raka dipindahkan di ruang rawat inap dan bisa di temani oleh teman-temannya. Seiring hiangnya pengaruh dari obat bius, Raka mulai membuka matanya, ia melihat sekeliling, kemudian ia menatap Bian yang berada di sampingnya. "I'm okay," ucapnya parau sembari mengacungkan ibu jarinya.

Bian menatap tajam ke arah Raka, kemudian ke yang lainnya. "Lain kali enggak usah ada yang melindungi gue. Gue bisa jaga diri gue sendiri!!" ucap Bian dengan tegas, ia tak suka melihat orang terdekatnya terluka karena melindunginya, ia beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan rumah sakit.

Malam itu merupakan salah satu malam terburuk baginya, yang pertama karena kedatangan Caroline ke kediamannya dan yang kedua kejadian yang menimpa Raka di markas genk motornya. Dengan di temani sinar rembulan, Bian duduk di pinggir kolam renang, ia menenggak champagne yang masih tersisa di rumahnya. Bian sengaja tak membawa semua champagne untuk berjaga-jaga kalau-kalau ia ingin minum di rumah, dan benar saja kejadian malam ini membuatnya sangat penat.

Lama Bian duduk di pinggir kolam, pukul 01.00 dini hari ia mendengar suara puntu gerbang terbuka. Bian sudah bisa menebak, jika pintu itu di buka lantaran ayahnya baru saja pulang. "Tumben pulang," gumam Bian, tersenyum sinis.

Melihat kelakuan ayahnya yang sering tidak pulang, atau bahkan pulang larut malam dengan membawa pulang wanita lain, ia tak menyalahkan sang ibundanya menggugat cerai ayahnya, lima tahun yang lalu.

Hanya saja, yang membuat Bian tak terima mengapa ibundanya seolah melupakannya setelah ibundanya memiliki keluarga baru yang bahagia, rasanya hidup ini tidak adil bagi Bian. Mengapa ibundanya melupakannya begitu saja? Apa karena wajahnya yang begitu mirip dengan ayahnya sehingga membuat ibundanya enggan untuk bertemu dengannya, bahkan hanya sekedar membalas pesan darinya saja ibundanya jarang membalasnya.

Di usianya yang menginjak dewasa, Bian membuang harapannya untuk memiliki orangtua yang harmonis, ia bertekad membuat sendiri keluarga kecil yang bahagia bersama Caroline, namun impian itu pun harus pupus, setelah Bian memergoki Caroline berselingkuh.

Bian menghela napas beratnya, ia beranjak dari kolam ketika samar-samar ia mendengar suara seorang wanita di dalam rumahnya. "Jal*ng mana lagi yang pria tua itu bawa? Tak ingat umurkah dia," umpatnya, ia berjalan menuju kamarnya.

Saat hendak menaiki tangga, ia melihat seorang wanita yang ia kenal, berjalan menghampirinya. Rupanya dugaan Bian kali ini keliru, ayahnya bukan pulang membawa jal*ng liar, melainkan sekretaris ayahnya. "Mas Bian.." Iren berlari kecil menghampiri Bian.

Bian menoleh ke arah wanita itu. "Ada apa kamu malam-malam kemari?" tanya dengan tatapan menyelidik. Rasanya tak mungkin ada pekerjaan yang harus di kerjakan selarut ini, bersama pria tua yang tengah mabuk berat.

"Hasil MCU, pak Rudi," Iren menyerahkan dokumen MCU atasannya kepada Bian. "Tadi pagi aku menemani pak Rudi ke rumah sakit untuk mengambil ini, dokter menjelaskan jika ada masalah di beberapa organ penting pak Rudi, dan pak Rudi di minta untuk menjalani pengobatan agar tidak semakin bertambah parah, namun agaknya pak Rudi tidak begitu mengindahkan anjuran dokter tadi."

Bian hanya melihat dokumen itu sekilas, kemudian ia memberikannya kembali kepada Iren. "Kalau orangnya saja tidak mau, lantas aku harus apa? Kau suruh saja Jal*ng liar mengurusi pria tua itu," ucap Bian ketus, ia kembali berjalan menuju kamarnya.

Baru beberapa berjalan, Bian menghentikan langkahnya dan kembali berbalik ke arah Iren. "Untuk malam ini, kau menginaplah di kamar tamu. Tapi lain kali, jangan mau bekerja di luar jobdesk dan jam kerjamu. Masalah pribadi orangtua itu bukan urusanmu!!" Kali ini Bian benar-benar meninggalkan Iren di ruang keluarga, ia berharap Iren segera beristirahat dan berhenti mengurusi ayahnya.

Bian menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur, pikirannya kembali melalang buana. Ia masih tak habis pikir mengapa ayahnya hobby sekali main perempuan, sebejat-bejatnya dirinya, Bian paling anti bermain perempuan, justru malah dirinya yang di khianati oleh Caroline.

Coroline.

Lagi-lagi wanita itu, sepuluh tahun bukanlah waktu yang singkat bagi Bian, banyak kenangan manis yang telah mereka lalui. Andai kau hanya makan malam bersama pria itu, aku masih bisa memafkanmu.

...****************...

Keesokan paginya, setelah mengantar Iren pulang, Bian kembali mengunjungi Raka di rumah sakit. Suasana kamar rawat inap Raka masih ramai seperti tadi malam ketika ia pulang.

"Ini sudah tindakan kriminal, gue mau membawa masalah ini ke ranah hukum," ucap Bian dengan penuh keyakinan, kilatan kemarahan masih terpancar jelas di matanya.

"Mereka bukan orang sembarangan, Bi," ucap Rangga sembari menepuk bahu Bian. "Backingan mereka para pejabat tinggi, kita bakal kalah melawan mereka, terlebih yang mulai duluan ngelepar mereka pake botol kan loe, Bi."

"Ya terus, kita diem aja gitu ngeliat temen kita hampir mati? Gue enggak bisa."

"Untuk sementara itu dulu yang bisa kita lakuin sambil mengatur strategi."

"Menurutku, apa tidak sebaiknya kita pun memiliki senpi untuk jaga-jaga jika mereka menyerang kembali, karena bukan tidak mungkin mereka akan datang lagi karena masih menaruh dendam atau ingin kembali merebut markas kita," sahut Indra, anggota genk The Moge yang ikut menemani Raka selama di rawat di rumah sakit.

Bian berpikir sejenak, kemudian ia mengangguk. "Rasanya tak ada salahnya, jika kita punya untuk melindungi genk kita."

"Tapi kali ini lebih baik kita pakai uang kas kita saja," ucap Rangga. The Moge sendiri memiliki uang kas, yang berasal dari iuran anggota tiap bulannya, uang kas tersebut di buat untuk membiayai segala keperluan kelompok namun pada kenyataannya semenjak Bian menjabat sebagai ketua kelompok, setiap pengeluaran nyaris menggunakan dana pribadinya, hal ini membuat anggota merasa tak enak sehingga untuk yang satu ini para anggota sepakat untuk menggunakan dana kas yang mereka miliki.

"Betul, Bi. Kita enggak mau apa-apanya selalu pakai uang loe, padahal kita punya kas yang cukup besar, apa lagi senpi harganya lumayan. Ya walau gue tahu, bagi loe uang segitu enggak ada apa-apanya," imbuh Indra.

"Ya udah okay, silahkan kalian pakai uang kas kita, nanti kalau kurang gue tambahin." Bian melihat satu persatu anggotanya. "Eh ngomong-ngomong di mana Fahri? Kayanya dari semalem gue enggak ngeliat tu anak deh." Bian mencari anggota sekaligus bendahara The Moge. "Ya sudah, setelah pulang ini gue samperin ke kostannya, sekalian gue ada perlu sama dia."

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

kemana sih fahri dan kenapa dia menghilang

2023-05-13

3

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

keban orang kaya anaknya selalu jadi korban buat apa kaya kalau kasih sayang nggak ada

2023-05-13

3

¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶

¢ᖱ'D⃤ ̐𝙽❗𝙽 𝙶

hmmm anak broken home
ini loh yang memicu seorang anak memilih jalur yang salah karena kurangnya kasih sayang dari keluarga
untung bian cuma Genk moge

2023-05-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!