Keesokan harinya Naya masuk kerja seperti biasanya. Siang itu rupanya Yuli ikut masuk mengambil shift siang. Karena katanya nanti malam Yuli ada janji dengan dokter kandungan perihal konsultasi momongan.
"Kampret kau, Nay! Kamu bilang mau masuk sore gantiin aku, kemana malah nggak masuk?" cerca Yuli sedikit kesal kepada Naya. Karena apa yang sudah direncanakan untuk mempertemukan Naya dengan Gini semalam gagal total, karena Naya mendadak tidak masuk kerja.
"Iya, Yul, maaf lupa nggak ngabarin kamu. Tapi aku sudah ngabarin bu Sugeng, semalem pinjem hapenya Riki ngabarinnya," jelas Naya penuh sesal.
Naya tidak bisa masuk kerja sore kemarin karena merasa tidak tega meninggalkan Lala. Beruntungnya malam harinya Lala sudah baikan.
"Makanya beli hape dong. Ih, kamu tuh ya... Manusia sekarang hidupnya modern semua, kamunya malah masih jadi manusia purba," kesal Yuli.
Yuli sangat heran masih ada manusia seperti Naya yang betah hidup di era digital seperti sekarang. Padahal handphone itu benar-benar dibutuhkan, bukan sekedar buat keinginan.
"Aku belum minat beli lagi, Yul," kata Naya kemudian.
Naya pikir dengan tidak memiliki hape dengan statusnya sebagai janda ini, akan sedikit menjauhkannya dari gosip tetangga yang suka nyinyir. Karena pernah ada kejadian di kampung Naya, ada seorang ibu-ibu melabrak janda muda yang katanya telah berselingkuh dengan suaminya. Meski janda itu terus mengelak, tetapi si ibu itu tetap tidak percaya. Malah dengan santainya ibu itu menuduh si janda menggoda suaminya lewat saling chat, karena kebetulan saat itu si janda muda selalu fokus dengan hapenya. Dari itu Naya bisa mengambil pelajaran, dengan tidak memiliki handphone akan sedikit aman dari fitnah. Aneh sih, tapi itu sudah keputusan yang Naya ambil.
Yuli menatap jengah kepada Naya. Memang itu hak mutlak keputusan Naya, tetapi Yuli tetap merasa Naya terlalu berlebihan menutup diri. Padahal Yuli sangat mengenal Naya, wanita baik yang tidak mungkin doyan menggoda suami orang. Jadi tidak mungkin Naya akan ditimpa fitnah seperti itu.
"Naya," panggil ibu Sugeng, pemilik warung bakso tempat Naya kerja.
Kebetulan saat ini pelanggan yang datang beli sedang sepi, makanya dari tadi Naya dan Yuli bisa saling ngobrol dengan santai.
"Ada apa, Buk?" tanya Naya, setelah wanita itu berhadapan dengan ibu Sugeng.
"Semalam ada yang cariin kamu. Pacar ya?" selidik ibu Sugeng to the point.
"Pacar?" Naya terbengong sejenak.
"Hmm... Keren juga pacar kamu, Nay. Kenal di mana?" Ibu Sugeng tanya lagi.
"Aku tidak punya pacar, Buk," jelas Naya jujur.
"Ah, masa?" Ibu Sugeng sampai meneliti Naya dari ujung kaki hingga ke atas.
Naya tentu risih ditatap seperti itu oleh ibu Sugeng.
"Orangnya seperti siapa, Bu, yang cari Naya?" Yuli ikut nimbrung tanpa di undang. Dasar ratu kepo!
"Tinggi, tampan, penampilannya rapi gitu kayak--"
"Pake kacamata nggak, Bu?" sela Naya. Ia takut orang yang mencarinya ke sini adalah Wahyu.
"Nggak. Kayak pegawai gitu tampilannya," jelas ibu Sugeng.
Yuli mulai cengengesan sendiri. Tetapi Naya tidak sadar itu. Dan ibu Sugeng lantas pergi menuju toilet, mungkin perutnya error lagi seperti biasanya penyakit ibu Sugeng.
"Eh, siapa yang berkacamata? Kamu punya pacar ya, Nay?" kepo Yuli setelah mereka tinggal berdua.
"Nggak," sahut Naya tegas.
"Calon pacar?"
"Nggak."
"Calon suami?"
"Bukan Yuliiiii..." gemas Naya kepada Yuli yang terus kepo dengannya.
"Jangan bilang itu tadi kamu asal nanya sama bu Sugeng," sambung Yuli masih kepo juga.
"Emang iya aku asal nyeletuk. Sudah ah, ada pelanggan datang tuh." Lalu Naya berlalu untuk melayani pembeli yang datang.
Yuli masih terbengong di tempat. Pikirannya mulai was-was takut Naya sudah ada calon sendiri, tetapi masih tidak jujur dengannya. Kalau benar begitu, ngalamat gatot niatnya untuk menjodohkan Naya dengan Gino.
***
"Nunggu mas Budi, Yul?" tanya Naya setelah mereka bersiap pulang kerja. Saat ini Naya dan Yuli sama-sama ada di parkiran.
"Iya. Tapi sepertinya mas Budi telat jemput," jelas Yuli.
"Ayo, bareng aku aja," ajak Naya.
"Nggak merepotkan nih?"
Naya menggeleng senang. Kemudian mereka berdua pulang bersama, dengan Yuli numpang bonceng di motor Naya.
"Lala gimana, Nay, sudah enakan?" tanya Yuli ditengah-tengah perjalanan menuju rumah Yuli.
"Alhamdulillah sudah sehat, Yul. Semoga nggak sakit lagi. Kasihan banget aku lihatnya," jawab Naya dengan sendu.
"Aamiin..." Yuli mengamini harapan Naya.
"Kata dokter diagnosa nya apa emang?"
"Dokter bilang imun tubuh Lala kurang kuat. Emang sih makannya Lala agak rewel. Jadi wajar kalau tubuhnya ringkih." Cerita Naya mengingat Lala yang tidak begitu doyan makan.
Tak lama kemudian Naya tiba di rumah kontrakan Yuli. Bertepatan dengan kumandang adzan maghrib menggema.
"Sholat di sini saja, Nay. Jadi pulangnya bisa santai, nggak takut ketinggalan sholat maghrib," ucap Yuli.
Naya dan Yuli masuk bersama ke rumah kontrakan yang cukup luas jika hanya ditempati oleh Yuli dan Budi saja. Bangunan rumah ini mirip dengan rumah Naya tinggal. Cuma karena banyak penghuninya jadinya terkesan kurang luas.
"Kamu sholat dulu, Nay, aku mau selonjoran dulu," kata Yuli menyuruh Naya sholat dulu. Yuli sendiri sedang sibuk dengan ponselnya. Sesekali wajahnya tersenyum sambil melihat layar ponselnya.
Tak lama kemudian terdengar suara mesin mobil di depan rumah Yuli. Yuli mengintip lewat celah gorden siapa yang datang. Setelah memastikannya, Yuli keluar dari rumahnya dan menemui orang yang berada di mobil itu.
Terlihat Budi dan Gino turun dari mobil Gino. Senyum di wajah Yuli berbinar. Ibarat pepatah, pucuk di cinta ulam pun tiba. Di saat tidak merencanakan mempertemukan Gino dengan Naya, ternyata semesta memberi jalan sendiri untuk mempertemukan Gino dengan Naya.
"Kok bisa bareng Gino, Mas?" tanya Yuli kepada Budi.
"Motor kumat. Memang minta ganti yang baru kali," sahut Budi terlihat sedikit lelah karena memang motor yang dimilikinya sering ngadat tanpa jelas.
Sebenarnya Yuli dan Budi punya tabungan yang cukup untuk membeli motor baru. Cuma yang menjadi prioritas Yuli dan Budi saat ini adalah rumah. Mereka ingin memiliki rumah sendiri, tidak harus ngontrak terus. Makanya Budi masih mempertahankan motornya meski sering dibuat kesal jika sedang kumat pada saat dibutuhkan.
Dan saat Budi menuntun motornya untuk mencari bengkel, rupanya tak sengaja bertemu Gino yang sedang pulang kerja. Jadilah Gino mengajak Budi pulang bersama, setelah motor milik Budi ditangani oleh bengkel langganan Gino.
Sekilas Budi melirik ke motor Naya yang terparkir di sana. Wajahnya celingukan ke dalam mencari keberadaan Naya.
"Dia masih sholat," ucap Yuli sudah mengerti dengan isyarat suaminya.
Dan tak lama kemudian Naya selesai dengan sholatnya. Wanita itu berjalan menuju teras depan setelah melihat Yuli ada di sana.
"Eh, ada Naya toh?" celetuk Budi sambil cengengesan.
Naya mengangguk sambil tersenyum.
"Iya, numpang sholat bentar, Mas," kata Naya.
"Ee... Nay, kenalin nih, dia temannya mas Budi. Namanya Gino. Gino, kenalin dia Naya temenku." Yuli memperkenalkan Naya dengan Gino.
Dari sinilah awal mula Naya dan Gino berkenalan.
*
Tak pernah bosan othor meminta dukungan readers semua... Jangan lupa selalu budayakan like dan komentarnya ya readersku...
Salam sayang dari author MAY.s😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Chiisan kasih
dasar emak" kepo bu sugeng tuh ya nay,, hati" ember nay, eh baskom aja deh
2023-07-05
1
Yani Cuhayanih
Kenapa cowo keren namanya Gino kalo aku zulid jgn salahkan ...gigi nongol.....ganti aja Arman Maulana biar awet muda dan berwibawa.......cuma koment jgn di anggap tulisan.....
2023-05-23
2
Utiyem
apakag gino pemilik hati naya selanjutnya?
2023-05-12
2