Naya dan Wahyu masih tetap duduk berdua di pos gardu itu. Sudah hampir setengah jam lamanya Naya menunggu Irwan yang tak kunjung balik. Entah masih belum menemukan bengkel atau sengaja meninggalkan mereka berdua, Naya tidak tahu itu.
Sedangkan Wahyu yang melihat pergerakan Naya yang kentara gelisah, sudah mencoba menelpon Irwan berulang-ulang. Tetapi tak ada telpon balik dari Irwan kepadanya.
"Kamu tadi dari mana?" tanya Wahyu membangun komunikasi lagi biar tidak jenuh menunggu Irwan balik.
"Aku dari rumah temanku Yuli."
"Kabar Lala gimana?" Wahyu bertanya Lala karena memang sudah dua kali mereka bertemu, saat Naya dan Fifi lagi keluar jalan-jalan di Aloon-aloon kota.
"Lala lagi sakit. Demamnya tadi masih tinggi."
Pantas saja dari tadi tangan Naya terus memilin, ternyata sedang mencemaskan kondisi Lala.
"Ayo aku antar pulang, Nay?"
Naya melongo mendengar ajakan Wahyu. Pria itu sudah duduk anteng di jok motor milik Irwan. Rupanya dari tadi Wahyu memegang kunci motor tersebut.
"Tidak usah, Wahyu, aku mau menunggu Irwan saja. Mungkin setelah ini Irwan datang," tolak Naya kedua kalinya.
"Aku khawatir Lala butuh kamu di rumah. Ayo, tidak usah sungkan. Kamu bisa turun di gang depan rumahmu kalau takut ketahuan orang rumah," ucap Wahyu.
Selama menjanda Naya memang tidak pernah terlihat berboncengan dengan lelaki manapun sebelumnya. Ia selalu menjaga diri agar terhindar omongan negatif dari para tetangganya.
"Atau kamu bisa bilang aku kang ojek sama orang-orang, itu pun kalau ada yang nanya tentang aku," ucap Wahyu lagi.
Setelah dipikir-pikir akhirnya Naya mau dengan ajakan Wahyu. Ia memang sangat mencemaskan Lala. Ia juga sudah berjanji kepada ibunya untuk tidak berlama-lama keluar tadi. Dan sekarang mungkin ibunya sedang menunggunya dengan cemas di rumah. Semoga saja Lala tidak rewel seperti tadi.
Naya dan Wahyu mulai berboncengan. Tetapi jarak duduk Naya sedikit berjarak dari Wahyu. Meski begitu tak jadi masalah buat Wahyu. Pria itu sedari naik tadi terus senyum-senyum sendiri. Naya bisa melihat jelas dari kaca spion senyum pria berlesung pipi itu.
"Trus Irwan gimana entar? Nanti dia kebingungan mencari kita," ucap Naya sedikit mengeraskan suaranya karena mesin motor milik Irwan itu bunyinya sedikit bising di telinga.
"Biar saja. Dia bisa nelpon kok," jawab Wahyu.
Benar, mereka kan punya handphone. Jadi tidak perlu mencemaskan Irwan lagi.
Sejenak mereka saling diam. Hingga kemudian motor mereka sudah mulai masuk di gang menuju rumah Naya, barulah Naya menepuk bahu Wahyu meminta berhenti.
"Turun di sini?" tanya Wahyu sekedar memastikan lagi. Siapa tahu Naya berubah pikiran mau diantar sampai depan rumah.
"Iya, Wahyu. Maaf ya..."
"Nggak pa-pa. Sekarang cukup nganternya sampai sini, semoga esok aku bisa antar kamu sampai kamar. Eh..." Lalu Wahyu tertawa dengan lepas.
Naya yang mendengar itu jadi ikutan tertawa. Ternyata Wahyu bisa bercanda juga menurutnya.
"Aku nggak bercanda loh, Nay. Apa yang aku ucapkan barusan itu do'aku." Wahyu mengatakannya sambil menatap lekat netra hitam Naya.
Naya kembali terdiam. Entahlah, rasanya sudah hilang minat untuk mencoba menjalin hubungan dengan lelaki siapapun. Padahal Wahyu adalah lelaki baik. Nilai plusnya dia masih bujang, belum pernah menikah. Andai Naya hanya berniat untuk pacaran saja, just have fun, mungkin Wahyu sudah ia terima menjadi pacarnya saat nembak kemarin.
"Naya," Wahyu menyapa Naya lagi. Pria itu mengulurkan tangan kanannya kepada Naya.
"Buat apa?" tanya Naya curiga.
"Salaman doang."
Karena Naya tak lekas menyambut, Wahyu langsung meraih tangan Naya.
"Begini," katanya, mereka sudah saling bersalaman.
Tetapi dalam satu kali tarikan, tangan Naya sudah menempel di bibir Wahyu. Pria itu dengan nekatnya mencium tangan Naya.
Spontan Naya menarik kasar tangannya dari genggaman Wahyu. Ia tidak bisa marah, karena salahnya sendiri terkena jebakan modus Wahyu. Selanjutnya Naya harus lebih waspada lagi. Karena ternyata Wahyu tidak sediam seperti yang ia kira.
"Maaf, Nay. Habisnya kamu gemesin sih," celetuk Wahyu.
Naya hanya tersenyum getir.
"Terimakasih, Wahyu. Mm... Aku-- pulang," kata Naya yang kemudian langsung berlalu tanpa menunggu jawaban Wahyu.
Tangan Naya terasa berkeringat dingin. Ini baru pertama kalinya ia dicium tangannya setelah menjanda. Naya terus berjalan sambil menundukkan wajahnya. Lalu ia mendengar deru mesin motor yang dinaikinya tadi seperti melaju pergi. Sejenak ia menghentak nafasnya dengan kasar. Mencoba kembali bersikap tenang meski jantungnya sedikit berdegup efek kaget dengan perbuatan Wahyu barusan.
"Mbak Naya!" Tiba-tiba ada Fifi yang melintas dan langsung berhenti disamping Naya.
"Loh, kok sudah pulang, Fi?" tanya Naya heran. Karena Fifi pulang lebih cepat dari jam biasanya.
"Semua guru ada rapat intern dengan yayasan," jelas Fifi.
"Ayo naik, Mbak." Lalu Naya berboncengan dengan Fifi.
"Mbak dari mana barusan, kok jalan kaki?" tanya Fifi.
"Tadi dari rumah Yuli. Sepeda mbak bannya bocor," jelas Naya.
"Ooh.... Pantesan diantar bang Wahyu," celetuk Fifi sambil cengengesan.
Gadis itu sebenarnya sudah tahu jika Naya diantar pulang oleh Wahyu karena diberitahu Irwan. Dan lagi ia dan Wahyu berpapasan di gang depan tadi.
"Fifi, plis ya kamu diem sama orang rumah. Jangan ember!" ancam Naya.
"Siap, Mbak. Asal mbak Naya jadi jodoh sama bang Wahyu aku mah senang sekali."
"Ngomong apa sih kamu!" Naya sampai menimpuk gemas bahu Fifi yang suka iseng menggodanya dengan Wahyu.
"Emang bang Wahyu kurang apa sih, Mbak? Dia masih perjaka loh. Kan untung di mbak kalau jadi jodoh sama bang Wahyu."
"Mbak bukannya sok jual mahal, Fi. Tapi mbak tahu diri siapa mbak. Mbak ini janda, dan dia masih bujang. Biar saja Wahyu mencari gadis lain. Masih banyak kan?"
"Kalau akhirnya bang Wahyu tetap maunya sama mbak gimana?"
"Sudahlah jangan bahas itu, Fi." Lalu mereka berdua telah sampai di halaman rumah.
"Sepedanya mana, Nay?" tanya Rahma karena melihat Naya berboncengan dengan Fifi.
"Ada di bengkel, Buk. Aku tinggal, karena kepikiran Lala." Lalu Naya segera masuk rumah untuk melihat kondisi Lala, anaknya.
Sedangkan Fifi hanya senyum-senyum sendiri sedari tadi. Hal itu tak luput dari pandangan Rahma.
"Hmm... Senyum-senyum! Jangan mikir pacaran terus, Fi, sudah mau lulus, belajar yang giat," pesan Rahma yang sudah tahu kalau selama ini Fifi punya pacar.
"Hehe... Iya, Buk." Setelah itu Fifi ikut masuk ke rumah.
Tetapi tak lama kemudian keluar lagi, seperti tergesa-gesa setelah membaca pesan masuk di hapenya.
"Mau ke mana, Fi?" tanya Naya yang kebetulan melihat Fifi jalan terburu-buru.
"Ada kiriman buat Lala, Mbak, aku mau ambil di depan," katanya membuat Naya seketika melongo di tempat.
"Jangan bilang itu kiriman dari Wahyu," batin Naya bermonolog resah.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Cloud
rela nyamar jadi ojek demi kamuu
2023-06-24
0
mom_abyshaq
jadi pingin ketemu Afgan yang mirip Wahyu🤭
2023-06-24
1
tinta hitam
heh, kamu!! belum jadi apa" udah genit duluan, kayanya gak bener ini
2023-06-22
0