Riri memperhatikan pintu yang terletak di ruang belakang. Di sebelah gudang. Konon pintu itu menuju ruang bawah tanah. Menyatukan ruang-ruang gelap. Ruang dimana ada kehidupan lain. Kehidupan setelah kematian. Pintu itu terkunci sejak puluhan tahun lalu.
Riri berpikir-pikir sejenak. Mencari anak kunci di lemari yang terletak di sudut ruangan. Ada banyak kunci disana. Riri mengerutkan dahinya lalu berpikir lagi.
‘Ini kunci apa? Kok bentuknya aneh-aneh?’ batin nya. Tangannya kembali mengais isi laci. Ia menemukan kunci antik yang bentuknya unik. Riri mencoba beberapa kunci, namun tidak ada yang cocok. Ada sebuah kunci bertangkai panjang, bentuknya juga sangat mengerikan.
Lama ia memandangi kunci itu dengan lekat. Kunci model lama yang pernah ia lihat di film-film horor Hollywood. Riri penasaran. Tangannya bergetar memasukkan anak kunci ke lubang pintu. Pintu terlarang yang sudah ditutup terkuak lebar. Angin berhembus dari dalam ruang gelap. Riri terkesiap.
Riri mendegut ludah memberanikan diri masuk ke dalam ruangan. Ia menyusuri lorong yang menghubungkan lorong-lorong lain. Riri melangkah ragu-ragu dengan degup jantung tak menentu. Perlahan ia mengikuti seberkas cahaya yang terpancar dari ujung lorong. Ada pintu kedua disana. Riri berhenti sejenak di depan pintu bertanda “DILARANG MASUK!”
Kening Riri berkerut. Giok hijau tua berbingkai kuningan terlilit di bingkai pintu. Tangan Riri meraih giok itu. Ia melepaskan ikatan rantai giok dengan rasa penasaran. Tak lama pintu terkuak lebar. Sejenak ia terdiam. Ia melangkahkan kaki dengan ragu. Lorong itu terlihat begitu gelap. Penuh sarang laba-laba dan terkesan lembab.
Riri mengurungkan niatnya. Ia menutup kembali pintu ruang bawah tanah. Tergesa langkahnya menyusuri lorong gelap. Seperti ada sosok yang mengejarnya dari belakang. Riri berlari dan segera menutup pintu rapat-rapat setibanya di ruang belakang. Riri menarik nafas lega. Pugh…
***
Pikiran Riri lagi-lagi terusik dengan lorong bawah tanah. Riri menarik nafas dalam-dalam. Ia ingin kembali ke ruang itu, namun tidak berani. Dia hanya ingin tahu, ada apa sebenarnya di dalam ruangan itu. Riri mendegut ludahnya, kemudian ia mencari senter di laci. Ketemu. Selanjutnya Riri mencari sepatu bot di gudang. Setelah menemukan sepatu bot nya ia memakai dengan tergesa. Dengan keberanian yang masih setengah nyali, Riri menghampiri pintu bawah tanah. Ia menarik nafasnya dengan berat.
Sedikit memberanikan diri ia menelusuri lorong-lorong gelap, bau apek, amis dan bau busuk. Cahaya senter tak begitu terang. Lorong tampak menakutkan. Banyak tulang-tulang berserakan. Keringat Riri membanjir di keningnya.
Daun pintu terkuak lebar. Riri masuk dengan hati-hati. Ia melihat lorong-lorong pengap. Ruang-ruang kosong yang menakutkan. Mata Riri mengawasi sudut-sudut lorong dengan gemetar. Ia tiba di ruang penuh barang rongsokan. Matanya mengedar pada dinding kusam berdebu.
“Ini bangunan apa?” pikirnya. Riri terus melangkah ke ruang penuh sarang laba-laba. Bangunan itu tidak asing lagi baginya. Bangunan itu selalu hadir dalam mimpinya.
“Astagfirullah... Inikan bangunan yang ada dalam mimpiku?” batin nya.
Jantung Riri mulai tidak teratur. Matanya mengedar memperhatikan sekeliling. Tidak ada siapa-siapa. Di anak tangga berdiri sosok perempuan baya berwajah tirus. Perempuan itu menatapnya tajam. Jantung Riri berdegup kencang. Perempuan bergaun sutra. Rok berenda, mengembang seperti film zaman dulu. Rambutnya pirang keputihan. Wajah perempuan itu pucat, keriput dengan mata memerah. Riri mendegut ludahnya. Tangannya gemetar. Jantungnya berdebuk tak menentu.
Perlahan leher perempuan baya itu mengucur darah segar. Membanjiri gaun berwarna krem. Riri ketakutan. Bibirnya bergetar ingin menjerit. Ia bergerak mundur. Buru-buru keluar dari bangunan itu. Nafasnya tersengal melewati koridor. Keringat mengucur dari keningnya. Dengan nafas tersengal ia mencari pintu keluar. Pintu terlarang itu entah dimana. Riri panik. Ia kian ketakutan.
Suara-suara mendesis bersahutan.
Arrrggggg...... Ggggrrrrrr..... hhhssss….
“Tolooonggg...! Mamaaaa...! Tolong Riri, Maaaa.....” jeritnya sambil menangis.
Suara-suara mengerikan itu terus saja mengikuti Riri. Pandangannya nanar mencari pintu keluar. Ia menangis dengan jantung memburu. Di sudut koridor ia melihat cahaya kecil menyusup lembut. Riri berlari ke arah pintu itu dengan nafas ngos-ngosan. Riri membuka pintu dan segera masuk ke dalamnya.
Braaakkk...
Riri menutup pintu itu rapat-rapat. Nafasnya masih terus memburu dengan keringat di keningnya.
“Hhhhh...” Riri menghela nafas lega. Ia memperhatikan sekeliling. Ia sudah kembali di rumah. Syukurlah, batinnya. Riri kembali ke ruang tamu. Tangannya masih gemetaran. Pikirannya kacau.
***
Gordi asyik menonton Tv. Riri duduk tidak tenang. Ia membolak-balik buku bacaan. Pikirannya semrawut. Ia ingin cerita ke Gordi. Gordi serius ke layar kaca.
“Kak...” Riri bergumam. Gordi tak bergeming. Matanya masih asyik ke acara tv. Riri mengeluh kecil. Ia meletakkan buku bacaan di atas meja. Mengambil remote tv dan mengganti chanel. Gordi bergeming. Menoleh ke Riri.
”Kamu apa-apaan sih? Gak bisa lihat orang senang,”
Riri sewot. ”Habis, dari tadi dicuekin aja,”
”Memangnya ada apa?”
Riri diam sesaat, lalu berujar. ”Di ruang belakang ada pintu rahasia, Kak,”
“Lantas?”
“Kira-kira itu pintu apa ya?”
“Pintu itu tidak boleh dibuka, Ri. Jangan sekali-kali kamu membukanya,”
“Hmm...” Riri menggit bibirnya. “Memangnya kenapa?”
“Itu pintu terlarang. Kamu membukanya?” Alis Gordi naik beberapa mili.
Riri mengangguk pelan. “ He-em,”
“Ya ampun, Ri... Bukannya papa sudah memberitahu jangan membuka pintu itu?”
Riri menggeleng. “Belum. Memangnya kenapa?”
“Pintu itu sangat berbahaya. Siapa yang masuk tidak bisa keluar. Pintu itu kunci dari segala kejahatan,”
Riri terdiam mendengarkan cerita Gordi.
“Kunci kejahatan? Maksudnya?”
“Kakak juga tidak tahu. Itu pesan papa,”
“Lantas bagaimana, Kak?”
“Kamu jangan lagi membuka pintu itu.”
Riri terpaku. Ia menghela nafas berat. Masih penasaran dengan pintu terlarang yang disegel papa. Gordi beranjak masuk ke kamar. Riri kembali dihadapkan suasana sepi. Papa dan mama belum pulang. Riri mengambil giok kehijauan dari saku celananya.
“Sebenarnya ini giok apa sih?”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Yurnita Yurnita
katanya takut
2023-08-08
0
Melody
aisssh...kepo bgt riri ini haah
2021-05-02
0
blue¥ ^_^ 💙
keyyeeeennn....👍👍
2021-01-08
0