Seperti yang telah aku katakan tadi, aku beneran tak bisa memejamkan mata walau sekejap pun. Cecilia sudah terlelap sepertinya dikamar hotelnya. Tinggal aku sendiri ketantang-ketinting mencari aktivitas malam yang bisa menghilangkan kejenuhanku melewati malam yang panjang.
Suara perempuan dipanggung cafe itu terdengar lirih dan syahdu. Lagunya mendayu-dayu karena ia menyanyikan dengan hati.
Aku terbenam dalam lantunan indahnya membawaku terbang mengembara mengenang semua hal dari kepahitan hingga kebahagiaan dihidupku.
Jam hp menunjukkan pukul 11 malam. Ada pesan masuk ternyata dari Ranti. Ia memang selalu menchat-ku malam-malam tiap kali aku sedang dinas luar. Walau hanya say hello basa-basi menanyakan keadaanku yang jauh darinya. Aku cukup senang dengan perhatiannya itu.
"Hai.... Ternyata Batam sempit ya!"
Aku terkejut. Lebih terkejut lagi melihat seorang wanita tepat duduk didepanku. Wajahnya bermake up membuatku hampir tak kenal. Sepertinya wanita yang bernyanyi diatas panggung tadi.
"Aku Vika, mas! Yang tadi siang mas bantu waktu di cafe bandara!"
Aku memperhatikan diam-diam. Wanita ini berbeda jauh sekali dengan tadi siang. Apa karena pengaruh make-up dan gayanya yang sekarang terlihat berani dan sensual.
"Mas pasti illfeel ya liat aku. Hehehe.., kalo malam aku adalah karyawan cafe ini. Selain sebagai waitress, aku juga penyanyi kontrak tiap malam rabu dan malam minggu. Yaa, beginilah keadaanku, mas! Yang kadang membuat orang salah faham menafsirkanku termasuk suamiku. Padahal sungguh, aku justru ingin membantu dia dalam urusan keuangan karena usahanya yang selalu gagal."
Vika terus nyerocos padahal aku sama sekali tak menanyainya.
Tiba-tiba handphoneku berbunyi. Ranti menelfonku dan langsung kuangkat. Ternyata ia melakukan video call. Terlihat wajah manis Ranti dengan menggendong buah hati kami yang cantik, yaitu Jingga.
"Hai sayaaang! Koq belum tidur? Kenapa sayaaaang!? Kangen sama papa ya.... Aah muacht, papa juga kangen sama Jingga. Besok pagi papa pulang, sayang!" Aku dengan antusias menatap layar hape dengan senyuman kebahagiaan.
"Jingga agak panas badannya, mas! Jadi rewel nih bobonya!... Iya, papa....cepat pulang yaaa...Jingga kangen papa. Mamanya juga kangen lho!" Aku tersenyum dengan godaan Ranti yang terlihat malu-malu.
"Masih ada parasetamol khan, yang? Bantu kompres dahinya Jingga. Malam ini kamu pasti kerepotan sendirian. Ajak aja bi Nur tidur dikamar kita buat nemenin kamu. Oke?"
"Iya yang! Kamu masih diluar? Belum istirahat dikamar?" tanya Ranti.
"Kamu khan tau, yang! Gini nih setiap aku minum bareng obos-obos. Bikin insomnia-ku kambuh. Terpaksa keluyuran cari angin disini. Bentar lagi aku pulang koq ke hotel!"
"Ranti? Kamu Ranti Mulia ya???.. Rantiiiii....!!" Aku kaget bukan kepalang ketika wanita tadi yang terus berbicara tiba-tiba berdiri dibelakangku melambaikan tangannya menyapa Ranti istriku.
Hampir kudorong dia mengingat dia seorang perempuan. Tapi aku kesal karena perbuatannya yang tidak sopan ikut menyerobot berbincang dihapeku.
Ranti seperti tengah berfikir keras berusaha mengenali. Semoga perempuan tak jelas ini hanya salah orang, bathinku kesal. Tapi ia dengan benar tadi menyebut nama lengkap istriku.
"Vikaaaaaa..... Vika khan?? Beneran kamu Vika? Vika Amalia Salim?" Ranti menjawab spontan dengan suara keras. Hampir mengagetkan anak kami Jingga yang tengah dalam pangkuannya.
"Iya, iyaaa.... hahahaha temen sebangkumu di SMA BINA NUSANTARA dari kelas 1 sampe kelas 3. Sahabatmuuuu yang super keren ini!"
Hhh.... Kesalku bertambah. Ternyata hubungan mereka dulu adalah sahabat karib. Dan Vika semakin cuek menyabotase handphoneku untuk mengobrol dengan istriku.
"Vikaaa, koq kamu bisa sama-sama suamiku?"
"Ya ampuuun, Raan! Beneran pertemuan yang ga disangka yaa... ceritanya panjang, Ran!Ntar kalo ketemu diceritain deh! Eh btw aku minta nomormu via suamimu ya?"
"Iya, boleh. Vik, maaf Jingga mau mimi cucu, next time kita sambung ya obrolan kita." Ranti mengakhiri obrolannya.
"Sini hpnya. Aku mau balik ke hotel." kataku ketus. Aku memang orang yang terlalu spontanitas.
"Mas, aku boleh minta nomor hapenya Ranti?" kata Vika mencegatku sebentar.
Aku meraih dompet disaku belakang celana jeansku. Mengambil satu lembar kartu nama Ranti yang memang selalu kubawa beberapa lembar bercampur dengan kartu namaku. Ya seperti ini, untuk jaga-jaga bila dibutuhkan.
Kuberikan pada Vika tanpa banyak kata. Vika tersenyum mengucapkan terima kasih. Tapi aku berlalu tak peduli.
....
Baru saja aku masuk kamar hotel, tiba-tiba hp-ku berbunyi.
"Selamat malam! Dengan saudara Dika Dewantara? Ini dari Rumah Sakit Umum Batam. Kami menghubungi saudara karena ada pasien UGD bernama nyonya Vika Amalia yang membutuhkan kehadiran saudara secepatnya."
Aku bingung sendiri. Vika? Cewe tadi? Diruang UGD?...
Walau agak ragu, kulangkahkan juga kaki ini ke rumah sakit itu. Berharap bahwa itu hanya kerjaan orang iseng. Tapi kenapa orang itu tahu nomor kontakku. Itu agak membingungkan.
Diruang informasi segera kutanyakan pasien bernama Vika Amalia. Dan ternyata itu benar. Perawat memintaku mengurus biaya administrasinya agar pasien segera ditangani.
Dengan berat hati kuberikan kartu ATMku untuk dijadikan jaminan atas nama Vika.
Hhhh....!!! Lagi-lagi aku sial berurusan dengan perempuan itu. Apalagi yang ia lakukan hingga harus ada di UGD Rumah sakit.
Aku memastikan Vika benar-benar di rawat di UGD. Terkejut aku melihat kondisinya. Wajahnya lebam-lebam dan bengkak sebelah matanya. Aku ngeri berlama-lama menatap wajah Vika karena itu seperti luka pukul yang sangat keras.
"Maaf, mas Dik! Lagi-lagi aku menyusahkanmu." ujarnya berderai airmata membuatku memalingkan wajah karena tak tega.
"Siapa yang membuatmu seperti ini, Vika?"
"Siapa lagi kalau bukan iblis berwajah malaikat itu!" jawabnya setengah membentak. Aku hanya diam menelan ludah. Bisa kuterka, pasti itu perbuatan suaminya.
"Segera buat visum, kamu bisa laporkan dia ke Polisi. Ini tindakan KDRT."
"Mas!.... Boleh aku minta tolong sekali lagi?" Vika mengiba membuatku mendengus kesal tapi tak berdaya.
"Bawa aku serta ke Jakarta, mas! Aku udah ga mau berurusan lagi dengan iblis itu!"
"Urus dulu semua urusanmu. Jangan bertindak gegabah! Itu akan membuatmu salah langkah dan lebih sengsara. Kalau kamu mau ikuti saranku, laporkan dia ke Polisi. Minta cerai, lalu setelah beres...kamu bisa bebas melakukan apapun. Rubah kehidupanmu menjadi pribadi yang lebih baik lagi! Kalau kamu kabur begitu saja, kamu tetap bersalah walaupun ia lebih bersalah kepadamu!"
Vika menangis pilu dengan menggenggam tanganku. Tangannya dingin dan gemetar. Dapat kubayangkan betapa takut dan traumanya dia dengan keadaannya ini. Lama ia baru melepaskan jemariku yang jadi basah karena keringatnya.
"Aku menikah siri dengannya. Jadi, susah untuk meminta hakku. Mungkin lebih baik aku pergi menghilang dari kehidupannya. Kami menikah 3 tahun lalu. Tapi ternyata dia itu iblis, penipu, pecundang.. Aku menyesal sekali jatuh cinta padanya." Cerita Vika setelah ia agak tenang.
Aku tak bergeming. Hanya mendengarkan Vika cerita. Bahwa ia mengikuti Aris ke Batam yang sama sekali tak punya sanak saudara ataupun kerabat untuk diminta tolong apalagi perlindungan. Keluarga Aris juga sudah tidak mau berurusan dengan Aris dan segala masalahnya termasuk Vika yang ternyata adalah istri ketiga Aris.
Aku duduk bersandar dikursi samping ranjang Vika sembari terpekur menatap lantai. Jam sudah menunjukkan pukul 3 dini hari. Ini benar-benar hari yang panjang dan melelahkan.
"Kenapa kamu bisa tahu nomor kontakku?"
"Kamu memberiku kartu nama yang salah. Itu bukan kartu nama Ranti tetapi milikmu, Mas! Aku tak punya pilihan lain. Tak ada yang bisa kumintai tolong. Bahkan hp juga diambilnya. Untung sebelum kejadian aku sempat membereskan surat-surat berhargaku."
Aku tersenyum kecut. Ini salahku juga, tidak melihat dengan seksama nama yang tertera dikartu nama. Hhh....!! Tapi kalaupun kartu nama Ranti, pasti tetap aku juga yang akan dibuatnya pusing dengan urusannya karena istriku Ranti pasti akan menghubungiku dan memohon untuk menolong sahabat masa SMAnya itu. Mengingat cerita Vika yang tak tahu lagi harus meminta tolong pada siapa.
"Mas Dika!... Kamu benar-benar dewa penolongku!" kata Vika masih dengan lelehan airmata.
Aku menaruh jari telunjukku dibibirku menyuruhnya diam dan istirahat. Sepertinya wajahnya semakin bengkak dan memar parah.
Vika menuruti ucapanku. Berusaha menghapus airmatanya lalu memejamkan matanya yang kini terlihat menyeramkan itu.
Aku iba sebenarnya. Tapi kesal karena jadi terseret terbawa-bawa masalahnya yang sama sekali tidak penting bagiku. Terlebih ternyata dia adalah sahabat istriku dimasa SMA.
Bersambung-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Fira Ummu Arfi
lanjuttttttt
2022-05-28
1
Embun Kesiangan
Babat Tanah Leluhur😁👍😍😘💞
2021-11-11
1
Gechabella
ntar jd rebutan suami gk y....mirip drama india
2021-06-17
1