Solo

Dan seminggu setelah aku resmi memiliki keluarga baru, aku akhirnya pulang ke kota kelahiranku. Selain karena aku yang ingin membereskan barang- barangku di Solo- sebelum akhirnya ke Bali, aku rindu akan masakan khas Solo. Masakan khas Bali memang enak dan memanjakan perut, namun soal rasa, aku masih lebih suka masakan khas kota kelahiranku. Seandainya aku benar- benar pergi dari kota kelahiranku dan pindah ke Bali- satu- satunya yang akan membuat ku merindu adalah masakan khas kota ku.

“ Al.” panggil Arnold.

“ ya, kak?”

“ aku tidur dimana nanti dirumahmu? Bukankah kamar ayahmu di kunci?” tanya Arnold. Mungkin ayah sudah mengatakan jika kamarnya di lantai dua selalu di kunci.

“ kakak benar. Hanya ada kamar tamu, dan kamarku di lantai bawah.” ucapku bingung.

“ lalu, dulu dimana kamar tidur kakak dan adikmu?” herannya.

“ kakak ku dan adikku tidur di satu kamar di lantai satu, sayangnya, karena tak pernah di pakai sekarang kamar itu sudah menjadi gudang. Sementara kamar tamu memang sudah memiliki tempat tidur, namun tidak memiliki kasur.” ucapku jujur.

“ ya, sudah. Kita langsung ke supermarket dan membeli beberapa peralatan seadanya untuk aku tinggal.” ungkap Arnold.

“ bukankah kakak bilang mau membantuku menjual barang, jika begitu, tak jadi menjual namanya. Malah menambah barang.”

“ memang, tapi kata ayahmu, rumahnya mau dia kost kan, karena kalau kost bisa mendapat penghasilan setiap bulan, sedangkan kontrak hanya setahun sekali.

Jadi dari pada barangnya di jual, ayahmu ingin mengirim barang nya ke Bali. Jadi selain membeli beberapa barang ada baiknya jika kita memanggil tukang untuk menambah kamar.” ucap Arnold. Bagus, sekarang- siapa anak kandung dan siapa anak tiri disini? Kenapa ayah tak memberi tahuku dan malah memberi tahu kak Arnold. Batinku.

“ tidak kita ukur dulu? Bukankah untuk membeli perlengkapan kita perlu mengukur luas dan panjang kamar yang akan dibuat.” ucapku.

“ baiklah, kau benar, aku lupa jika aku sedang berbicara dengan mahasiswi interior Design.” ucap Arnold membenarkan.

“ aku anggap itu pujian.” ucapku.

*

“ ini luar biasa berantakan.” ucap Arnold melihat bagaimana rupa ruang untuk tamu.

“ aku sudah bilang sebelumnya kan?” ucapku pada kamar tamu- di mana banyak perlengkapan yang tidak ada hubungannya untuk tamu beristirahat.

“Sebenarnya, organ ini masih bisa di gunakan, namun conslet karena kehujanan akibat atap rumah kami sebelumnya bocor. Lalu, carpet ini juga sebelumnya masih bagus, namun bolong karena di makan tikus.” ucapku pada beberapa benda yang di taruh ayah ku di ruang untuk tamu.

“ kalau begitu selain mengukur berapa kamar yang akan kita buat, aku akan melihat beberapa hal yang harus di perbaiki.” ucap Arnold.

“ baiklah, kamar tamu tak ada masalah. Tak ada yang bocor, hanya kurang jendela. Kakak lihatkan? Ruangan ini hanya memiliki satu jendela kecil.” ucapku.

“ baiklah, selain menambah akses pertukaran udara, kita juga perlu menjual karpet ini, memperbaiki tempat tidur ini, dan memperbaiki organ ini.” ucap Arnold mengelus organ yang memang masih sangat bagus itu, bahkan organ itu masih bisa mengeluarkan nada- hanya tidak terlalu terdengar, mungkit terjadi konsleting listrik pada kabel yang menghubungkan ke speaker.

“ kita pindah ke kamar adik dan kakak ku.” ucapku.

“ itu barang jualanmu?” tanya Arnold ketika melihat ada beberapa pakaian terpajang rapi di gantungan baju.

“ ya, usaha kecil- kecilan. Ayo lanjut.” ucapku langsung mengarahkan Arnold ke kamar yang di maksud.

“ ini kamarmu? Luar biasa berantakan.” ucap Arnold membuka kamarku.

“ aku bahkan tak mengatakannya, bagaimana kau bisa yakin jika ini kamarku?” heranku.

“ ada begitu banyak gambar, meski bukan sketsa interior.” ucapnya.

“ memang, karena sejujurnya aku memang tak begitu berbakat membangun rumah, namun mama ku yang memilihkannya karena menurutnya, dalam kesenian- Design Interior lah yang menurutnya paling banyak menghasilkan uang.” ungkapku.

“ dan hasilnya malah kau yang tak kunjung lulus?” ucap Arnold menunjukkan smirk smile nya.

“ ya. Aku kurang bisa menangkap materi yang kupelajari, meski dosen ku sendiri mengakui bakatku.” ungkapku.

“ sudahlah, kenapa kakak jadi membahas aku? sekarang ayo kita melihat kamar kakak ku.” ucapku menarik lengannya.

“ hanya ada dua jendela kecil di atas sana?” tanya Arnold.

“ ya, karena rumah ini berdekatan dengan tetangga satu sama lain, itu sebabnya, dari pada memiliki jendela yang besar dan membuat tetangga dapat melihat seisi kamar- ayahku hanya memberi akses pertukaran udara di atas dinding.

“ seharusnya memberi Jendela juga tak apa, kita beri Jendela dengan kaca mirror glass, satu sisi kaca bisa menembus sisi lain sedangkan sisi yang satu memantulkan bayangan seperti cermin.”

“ bukankah itu mahal?”

“ tentu aku yang akan bayar, yang mengusulkan itu kan aku tentu aku yang akan membayarnya.” ucap Arnold.

“ dan kurasa dari pada kamar tamu, aku lebih suka kamar ini, jadi aku akan memperbaiki kamar ini sehingga nyaman untuk aku pakai sampai kita pindah ke Bali.” ucapnya.

“ apa? tapi kamar ini adalah kamar yang paling lembab karena atapnya bocor.” ucapku jujur.

“ ya selain memanggil untuk menambah Jendela kita juga sekalian memperbaiki atap yang bocor, menutup lubang di langit- langit dan menambah tinggi atapnya agar sejuk. Selain itu kita juga harus menambah tempat tidur, kasur, aku rasa aku perlu Meja. Dan Lemari.” ucap Arnold.

“ untuk meja, di belakang gantungan baju daganganku ada meja, kakak pakai saja.” ucapku.

“ baiklah, kurangi meja. Sekarang kita beralih mengukur kamar dan menambah beberapa perabot lagi.”

“ seharusnya jika di hitung kita bisa membuat 6 kamar termasuk kamar kita, di depan kakak ada satu ruang untuk akses jalan juga untuk tempat menyimpan lemari pakaian ayahku, jika kita membuka dinding ini sebagai pengganti akses jalan dan membuat pintu , bisa menambah satu ruang lagi, dan jika di hitung, aku rasa luasnya hampir sama dengan kamarku.” Ungkapku menyentuh dinding.

“ kau benar.” ucap Arnold ikut menyentuh dinding.

“ sekarang, ini adalah kekamar yang di gunakan ayah dan mama saat mamaku masih ada.”

“ mereka tidur di rungan terbuka?” heran Arnold.

“ saat itu- ini adalah dinding, karena dapur di tutup akhirnya ayahku menambah satu lagi akses jalan menuju kamar makan. Aku rasa jika lemari pakaian ini di jadikan satu dengan lemari geser dan sisanya di bawa ke Bali kita bisa menambah ruang lagi menjadi dua ruang dengan dinding pemisah di tengah.” ungkapku.

“ baiklah, apa kau ada meteran?”

“ sebentar.” ucapku mencari dimana meteran yang di simpan ayahku.

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

jujur...

2024-10-29

0

Erni Fitriana

Erni Fitriana

wahhhh jadi tukang nih kakak tiri

2023-06-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!