Santai sekali Zinad menjawab. Dia hanya ingin memberi hadiah kerja keras Cherry selama hidup.
"Malam ini jangan lupa tidur lebih awal, jangan kerja lagi, okay? Besok pagi aku akan menjemputmu ke rumah, kita ke kampus bersama, bagaimana?" Zinad masih saja baik, sampai ingin menjemput Cherry di pagi hari.
Menjadi Cherry memang patut jika masih tidak percaya dengan apa yang didapatkan dari Zinad. Ia begitu disayangi banyak orang, sampai kuliah saja ada yang rela membiayainya hingga lulus kuliah nanti.
"Terima kasih, Kak!"
"Aku sungguh sangat berhutang banyak padamu. Aku janji, aku tidak akan mengecewakanmu sampai kapanpun juga!" Cherry menjadi girang, bahagia.
***
Di malam hari, Cherry sampai tak dapat tidur karena akan mendaftar kuliah esok hari bersama dengan Zinad—wanita yang sudah dianggap sebagai kakaknya.
"Kak Zinad ini baik sekali, di dunia ini memang Kak Zinad dan neneknya yang paling baik," gumam Cherry.
Tok, tok, tok…
Pintu terketuk.
"Haduh, siapa yang datang di jam segini, sih?" gerutunya.
Sebenarnya Cherry ini memiliki kekasih—Max yang usianya sama dengannya. Cherry dan Max mulai berpacaran dari sekolah menengah pertama dengan didasari cinta masa kecil. Hubungan mereka sebenarnya hanya teman tapi mesra. Akan tetapi, Cherry menganggap Max adalah kekasihnya.
"Kamu?" Cherry membuka pintu.
"Ada apa?" tanya Max.
Max mengamati sampai keseluruhan tubuh Cherry yang masih mengenakan kaos putih polos dan celana sepaha. "Hei, bukankah malam ini kamu ada kerja? Aku sudah siap ingin mengantarmu, tapi kamu—" Max sampai memandang Cherry dari atas ke bawah.
"Aku libur," jawab Cherry, melipat kedua tangannya.
"Loh?" alis Max sampai meninggi sebelah.
Kembali Cherry bicara. "Besok aku mau kuliah, dan sepertinya aku tidak ingin bekerja di tempat itu lagi!" tegasnya.
"Weh, kenapa?" tanya Max curiga. "Memangnya kamu punya uang untuk biaya kuliahmu nanti, Sayang? Biaya kuliah itu kan mahal. Hmm, kamu mana mampu?" nada yang seperti mengejek itu membuat Cherry muak.
Sudah sejak lama Cherry ingin menjauh dari Max karena hubungan keduanya sudah mulai tidak wajar lagi. Max juga berubah menjadi tidak seperti dulu. Lalu, malam itu adalah malam yang tepat memutuskan segalanya bagi Cherry.
"Aku ingin kita putus," kata Cherry dengan ketus.
Keputusannya memang tidak dipikirkan matang-matang oleh Cherry. Namun, ia sudah lelah dan tidak peduli lagi dengan apapun tanggapan Max tentangnya.
BLAM!
Cherry menutup pintu rumahnya dengan dorongan kencang. Selama ia bekerja malam, kekasihnya itu selalu mendapatkan uang darinya. Cinta sudah mulai pudar ketika dirinya tahu, bahwa sang kekasih hanya memanfaatkannya saja.
"Woy, maksudnya apa ini? Kamu membuang diriku?"
"Cher!"
"Woy, Cherry!"
"Hei, buka pintunya!"
"Apa-apaan ini? Orang miskin saja belagu mau kuliah,"
"Kamu tak akan bisa, hahaha! Tunggu saja, lihat apa yang akan terjadi. Pasti ujung-ujungnya kamu juga akan menjual diri lagi!"
Tak peduli apa yang lelaki itu katakan. Cherry tetap tak ingin lagi menemui kekasih yang telah menjadi mantannya. Ia sudah cukup menderita dimanfaatkan oleh Max dengan mengatasnamakan cinta.
"Sudah sejak lama aku menantikan hal ini. Tak kurasa hari ini tiba dan berjalan dengan lancar," gumam Cherry, mengusap dadanya.
"Dia memang sudah berubah. Aku bahkan sampai tak mengenal lagi siapa Max yang sebelumnya!"
***
Pagi yang dinanti telah tiba. Usai sarapan, Zinad datang menjemput Cherry untuk berangkat ke kampus bersamanya. Sebelumnya, Cherry ini juga sudah meminta izin kepada pemilik toko untuk izin terlebih dahulu.
"Bagaimana, kamu sudah siap?" tanya Zinad, memakai kaca mata hitamnya.
"Sudah siap, Kak," kata Cherry, merapikan pakaiannya.
Nampak sangat jelas kegugupan yang ada pada wajah Cherry. "Kak, aku .... aku ... tetapi, aku gugup sekali hari ini. Hmm, bagaimana jika nanti aku tidak bisa? Apalagi, jurusan in—" ucapan dari Cherry berhenti sebentar.
"Halah, jangan nethink. Sebaiknya berdoa saja, agar kita bisa melewati semuanya," memang Zinad ini positive vibes sekali bagi Cherry. Tidak seperti Lui yang selalu mengajaknya ke jalan maksiat.
Sesuai dengan keinginan yang hendak Cherry ambil menurut kemampuannya. Ia masuk di kejuruan bisnis sama seperti yang dilakukan oleh Zinad. "Kita duduk di sini saja, kamu bawa minum, 'kan?" tanya Zinad dengan ramah.
Saat mereka berdua duduk bersebelahan, datanglah Frans kekasih dari Lui menghampiri mereka. "Eh, Cher, kamu di sini juga?" sapanya dengan ramah.
"Frans, kamu ambil jurusan bisnis juga, kah?" tanya Cherry kembali.
"Bolehkan aku duduk di belakang kalian?" Frans meminta izin kepada kekasihnya yang pasang wajah tidak sedap.
"Silahkan," jawab Zinad singkat.
"Aku tidak percaya jika kamu melanjutkan kuliah, Cher. Aku pikir … kamu akan berakhir hanya sampai Sekolah Menengah Atas saja!" lanjut Frans merasa dekat.
"Kalian kalau mau ngobrol nanti saja. Ini kelas, tidak boleh mengobrol yang tidak penting di sini!" ketus Zinad.
Lui memang seperti itu. Ia hanya tidak ingin pendidikan Cherry terganggu karena orang lain yang tidak penting baginya. Sebab, Cherry sudah seperti adiknya sendiri yang harus dijaga sampai bisa sukses.
"Maaf, dia memang seperti itu," bisik Cherry menggunakan bahasa isyarat.
"Tenang saja, aku tidak masalah, kok!" seru Frans juga menggunakan isyarat.
Tak perlu diragukan lagi, Cherry ini memang sungguh tekun dalam melakukan apapun. Bahkan, ia sempat ketinggalan kelas itu, namun mampu mengikuti materi yang sudah tertinggal.
Usai kelas selesai, Cherry pamit pada Zinad untuk melanjutkan kegiatannya bekerja di toko bunga lagi. Tetap saja Cherry tidak ingin sampai kehilangan uangnya yang tak seberapa itu.
"Kak Zinad, aku pamit dulu, ya. Aku harus ke toko bunga, soalnya," pamit Cherry.
"Aku antar, ya. Sekalian, aku juga mau beli bunga untuk temanku yang sedang ulang tahun," sahut Zinad dengan menepuk bahu Cherry.
"Em, boleh, Kak. Ayo, kita segera ke sana. Nanti aku akan merangkai bunga untuk teman Kakak itu dengan istimewa," celetuk Cherry riang gembira.
Mereka berlalu melewati Lui dan Frans. Sontak membuat Lui terkejut ketika melihat Cherry ada di kampus yang sama dengannya. Membuatnya tak percaya jika penjual bunga bisa kuliah di kampus yang elit itu.
"Bukankah … yang baru saja lewat itu adalah Cherry, ya? Kok, dia ada disini, sih? Adakah yang pesan bunga darinya?" gumam Lui heran.
"Kenapa kamu harus heran, Sayang? Sahabatmu itu kan kuliah juga di sini. Bahkan aku dan dia saja dalam satu kelas tadi pagi," sahut Frans menjelaskannya.
"What?"
Tidak heran jika Lui begitu terkejut. Ia tak menyangka saja teman masa kecilnya itu bisa kuliah di kelas bisnis, dimana biaya kuliah di jurusan itu membutuhkan biaya yang sangat mahal. Lui sangat tahu bagaimana kemampuan otak Cherry.
"Sayang, apa aku tidak salah dengar. Kamu serius? Cherry—bisa masuk kuliah di sini?" tanya Lui masih tidak percaya.
"Iya, tadi dia bersama Kakaknya yang bernama—Zinad," jawab Frans.
'Hum, pantas saja dia bisa masuk kuliah di kampus mahal ini. Pasti yang biayain semuanya, ya, wanita itu. Kenapa, sih, wanita itu mau-maunya membiayai kuliah orang lain yang tidak penting seperti Cherry gitu!' sulut Lui dalam hati.
Dia sangat kesal melihat Cherry bisa kuliah di kampus yang sama. Lui ini adalah musuh berkedok dibalik kata persahabatan. Keduanya memang sudah mengenal sejak kecil. Akan tetapi, sikap iri hati Lui itu yang membuatnya membenci keberuntungan Cherry.
"Sayang, kenapa kamu jadi kesal?" tanya Frans. "Hei, bukankah seharusnya kamu senang, karena sahabatmu kuliah juga disini? Kalian bisa berangkat dan pulang bersama, bukan?" lanjutnya.
"Aku ingin pulang!" sulut Lui mendahului Frans berjalan.
--
Di tempat lain, Zinad sedang membicarakan banyak hal tentang kampus ternama itu. Ia mengatakan, bahwa Cherry bisa masuk ke sana berkat Ayahnya yang menjadi donatur terbesar ketiga di kampus tersebut.
"Jadi, Ayah Kakak donatur terbesar, tapi masih yang ketiga? Lalu, siapa yang pertama dan kedua?" tanya Cherry penasaran. "Pasti orang hebat!" tebaknya.
Zinad tersenyum. "Kedua donatur ini salah satunya keluarga Smith. Keluarga yang memiliki pengaruh besar di Kota ini. Sebenarnya, aku dijodohkan dengan putra tunggal mereka. Tapi aku menolaknya," jelasnya.
"Kenapa menolak?" tanya Cherry lagi. "Bukankah kalian akan terlihat serasi nantinya, Kak?"
"Aku mencintai orang lain. Ditambah lagi, putra tunggalnya itu sangat menyebalkan. Aku tidak suka dengannya, jika kamu mau—aku akan meminta Ayah untuk mengatur perjodohan itu denganmu," jawab Zinad.
Cherry langsung mengangkat tangannya, kemudian menggerakkan tangannya sendiri. "Hei, kenapa jadi aku?" tentu saja ucapan Zinad membuat Cherry terkejut.
"Ayahku sudah mengadopsi dirimu menjadi Putri kedua di dalam keluargaku, Cher. Jika kamu mau, aku akan katakan kepada ayah untuk mengatur perjodohan yang sempat tertunda itu untukmu," lanjut Zinad, menepuk bahu Cherry.
"Tidak!" tolak Cherry. "Aku sungguh berterima kasih karena Ayah Kakak sudah mau mengadopsiku. Pokoknya ingin jadi adiknya Kakak saja lah! Aku tidak ingin menjadi istri orang kaya. Sejujurnya aku mau fokus belajar dulu—," Cherry mirip sekali seperti anak kecil yang merengek kepada kakaknya.
"Good, itu baru adikku!" Zinad menyeringai, dia pun merangkul pundak adik angkatnya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments