TTM 2

🧒 Raka 🧒

Pertama kalinya aku bertemu lagi dengan Rissa setelah lima tahun lamanya, aku malah memberinya pukulan. Aku tak sengaja untuk memukul Rissa. Niatku ingin memukul Krisna, yang ternyata adalah selingkuhan dari calon istriku sendiri, Windy.

Ralat! Mantan calon istri. Aku akan mengakhiri hubungan kami secepatnya.

Sebelumnya aku sempat tak percaya saat Windy berkata akan datang ke Karanganyar sendiri. Tapi Windy mengatakan kalau semuanya akan baik-baik saja. Pantas dia bisa seyakin itu, ternyata dia bersama selingkuhannya.

Saat kecelakaan terjadi, Windy sedang bersama Krisna. Tapi Krisna sedang menjalani perawatan. Aku juga tak bertanya banyak kronologi kecelakaan yang dialami Windy karena aku terlalu panik.

Saat aku memasuki ruang rawat Windy, aku memicingkan mata melihat Krisna yang sedang memegang erat tangan Windy, sambil sesekali mencium kening Windy. Hatiku terasa panas melihatnya.

"Krisba? Windy? Kalian?" Windy dan Krisna gelagapan mendengar suaraku. Pegangan tangan Krisna pada Windy dilepaskan begitu saja. "Katakan ada apa diantara kalian!" Perintahku.

"Dia.. Ehm, dia.. Itu, Ka. Dia..."

"Dia apa?" Bentakku membuat Windy tersentak.

"Dia.."

"Kita pacaran," Krisna menyela. Dengan percaya diri Krisna mengakui bahwa dia adalah pacar Windy.

Aku menatap tajam Windy yang mulai menangis dan menatapku dengan mata memelas. Tapi aku tak peduli, aku sudah dikhianati. Aku sakit hati.

"Kita putus. Hubungan kita sudah berakhir. Silahkan kamu pacaran dengan siapapun, kamu bebas."

"Raka, aku bisa jelasin semuanya, Raka. Tapi jangan tinggalin aku. Aku mohon!"

"Kita putus. Semoga kamu cepat sembuh. Permisi."

Aku pergi meninggalkan ruangan tempat Windy dirawat. Sampai diparkiran, Krisna memanggilku.

"Aku berhasil, kan, merebut Windy dari kamu?" Ucap Krisna dengan menyombongkan dirinya. Sombong untuk hal seperti itu? Apanya yang dibanggakan?

"Silahkan kamu ambil Windy. Aku enggak masalah," jawabku cuek.

"Kamu tahu apa yang bisa aku berikan pada Windy sampai dia kepincut sama aku?" Krisna berucap serius. Aku memicingkan mata menunggunya berbicara lagi.

Krisna tersenyum miring, sedikit mendekat kemudian berbisik, "aku memberinya kenikmatan yang tak pernah kamu berikan padanya. Pengecut!"

Pukulan ku melayang begitu saja setelah mendengar ucapannya. Bisa-bisanya dia merusak Windy. Selama aku berpacaran dengan Windy, sekalipun aku tak pernah menyentuhnya lebih selain mencium pipi atau kening. Sejauh itu mereka bermain dibelakang ku. Aku terus memukulinya sampai akhirnya Rissa datang mencoba melerai ku. Tapi aku malah tak sengaja memukulnya.

Aku mencoba meminta maaf dengan mengejarnya. Tapi geraknya begitu cepat dan dengan cepat mengendarai mobilnya meningkatkan area parkir.

"Raka!!" Aku menoleh saat ku dengar seseorang memanggil namaku.

"Gendis?" Aku baru bisa mengenalinya saat dia sudah berdiri pas di depanku.

"Ya ampun. Kemana aja kamu? Lima tahun hilang seperti ditelan bumi. Padahal juga masih sama-sama di Jawa tengah tapi enggak ada kabar sama sekali. Aku tuh kemarin pas nikahan pengen ngundang kamu, tapi ibu kamu bilang kamu jarang pulang," cerocosnya tanpa henti. Aku yang mendengarnya saja berulang kali menarik napas ini yang berbicara sama sekali nggak napas. Aku mengusap-usap telingaku seolah aku merasa terganggu. Gendis merengut tak suka dan membuatku tertawa.

"Maaf, ya, aku enggak datang. Ibu kemarin juga bilang, sih, tapi aku belum dapat jatah cuti, jadi enggak bisa datang. Tapi selamat, ya? Semoga kalian menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah," ucapku tulus dan Gendis mengaminkannya.

"Ngomong-ngomong kamu kapan pulangnya? Terus tadi kata Rissa calon istri kamu baru aja operasi, ya?" Ini Gendis kenapa semakin cerewet begini, ya? Aku jadi bayangin gimana suaminya mengahadapi Gendis? Haha.

"Aku pulang dua Minggu yang lalu. Aku sudah pindah kantor, itu artinya aku menetap disini. O iya, ralat! Mantan calon istri, bukan calon istri lagi."

"Kenapa bisa?"

Aku mengajaknya duduk di depan kedai jus yang berada di depan rumah sakit. Lalu aku menceritakan semuanya dari awal. Dari yang memergoki Windy dan Krisna berselingkuh. Aku yang baku hantam dengan Krisna, sampai pukulanku yang tak sengaja mengenai Rissa.

"Dia lagi sensitif juga, Ka. Enggak sepenuhnya marah sama kamu kayaknya."

"Kenapa begitu?" Tanyaku heran.

"Iya, mamanya itu maksa banget supaya Rissa cepat menikah. Tapi Rissa, kan, enggak punya pacar. Pusing sendiri dia," jawabnya sambil terkekeh pelan. Rissa diminta buat cepat menikah? Sedangkan Rissa tak punya pacar? Secantik Rissa tak punya pacar?

"Kenapa? Tertarik buat deketin Rissa?" Tebak Gendis.

"Enggaklah. Kamu tahu kita bagaikan minyak dan air kalau bertemu." Elakku cepat. Memang aku tak menginginkan untuk menikah dengan Rissa. Sama sekali tidak berharap.

"Ya udah, aku pamit, ya, Ka. Suami aku udah nunggu dirumah," ucapnya sumringah.

"Iya, deh, yang udah nikah. Bawaannya ke kasur mulu," celitukku yang justru disambut tawa oleh Gendis.

"Habis enak, sih," serunya tanpa ditutup-tutupi. Aku tertawa mendengarnya.

***

"Kok malah pulang, Le? Windy gimana?" Tanya ibu saat baru saja aku mendudukkan tubuhku diatas sofa. Aku menghela napas panjang. Apa iya aku harus jujur pada ibu?

Kemarin ibu sudah begitu senang mendengar aku akan segera mengenalkan calon istri kepadanya. Bagaimana jadinya kalau sekarang aku mengatakan kalau hubunganku dengan Windy sudah berakhir.

"Tadi kerabatnya datang, Bu. Minta Windy agar bisa dirawat di Semarang. Kita konsultasi ke dokter, dan dokter membolehkan. Dan sekarang Windy sudah pulang ke Semarang, Bu," aku terpaksa berbohong. Tak tega merusak kebahagiaan ibu. Meskipun aku yakin setelah ini akan ada kebohongan-kebohongan yang muncul satu persatu.

"Kok kamu ndak ngabarin ibu, Le? Ibu kan belum sempat bertemu Windy," ucap ibu sedikit kecewa.

"Maaf, Bu. Kerabat Windy terlihat buru-buru. Raka nggak sempat mengabari ibu. Lain kali kita bisa rencanakan lagi biar bisa ketemu, Bu."

Meskipun sedikit terpaksa, ibu mengangguk juga akhirnya. Ibu memakluminya.

***

"Pokonya ibu mau cepet ketemu Windy, Ka. Kamu harus cepat menikah. Bapak dan ibu itu semakin tua, kami ingin melihat cucu dari kamu," ucap ibu saat kami baru saja selesai makan malam.

"Kan dari Mbak Tya juga sudah ada cucu, Bu," aku mencoba mencari alasan.

"Ibu juga mau cucu dari kamu. Ibu nggak mau tau, bulan depan bawa calon istri kamu kesini!" Tegas ibu lalu ibu beranjak dari tempat duduknya mulai membereskan meja makan.

Bapak hanya melihatku dengan senyuman mengejek. Dalam hal berdebat, ibu memang juara diantara kami. Tapi ibu juga paham saat dia harus mendebat atau menuruti ucapan bapak.

Bulan depan? Bagaimana mungkin? Aku baru saja putus dengan Windy. Tidak mudah menemukan pengganti yang merasa pas di hati dalam waktu sebulan saja.

Aku beranjak ke kamar. Barangkali aku bisa lebih leluasa berpikir saat didalam kamar.

Aku merebahkan tubuhku diatas ranjang. Memikirkan ucapan ibu. Sebulan? Aku harus bagaimana?

Terpopuler

Comments

Kakek Lucknut

Kakek Lucknut

harus di banyakin sosialisasi mungkin kak,ni ceritanya bagus,sayang nih klo sampe sini doang

2021-10-09

0

diyah meidiyawati

diyah meidiyawati

semakin panik semakin assiiikk

2021-01-09

0

Riyani

Riyani

suka ceritanya kak😍

2020-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!