🌹 Rissa 🌹
Alangkah terkejutnya Kurnia saat mendapati anak sulungnya pulang dalam keadaan pipi yang sedikit membiru.
"Ya Allah Gusti.. Ini pipi kamu kenapa?" Teriak Kurnia sambil memegangi pipi Rissa yang lebam. Rissa hanya meringis pelan saat tak sengaja bagian lebam itu tersentuh oleh Kurnia.
"Kamu berantem? Sama siapa kok bisa sampai kayak gini? Anak perempuan kok begini amat, ya Allah. Pantas kamu ndak nikah-nikah. Wong kelakuannya kayak begini," Kurnia mengomel tiada henti.
Entah kenapa, setiap Rissa melakukan sesuatu yang salah, Kurnia selalu menyangkut pautkan dengan pernikahan.
Dibilang terlalu urakan, terlalu bar-bar. Menurut Kurnia, itu salah satu penyebab anak sulungnya itu tidak punya pacar atau bahkan calon suami.
Benar-benar suatu pemikiran yang tidak masuk akal!
"Bunda ratu, biar Rissa jelaskan dulu, ya? Ini bukan karena Rissa berantem. Tapi kena pukul saat Rissa sedang mencoba melerai orang yang lagi berantem," Rissa mencoba menjelaskan.
"Makanya jangan sok pahlawan. Ngurus diri sendiri saja belum bisa kok pakai ngurusin urusan orang lain."
Okey! Bunda ratu memang selalu benar. Apa yang Rissa ucapkan didepan Kurnia selalu salah.
Rissa merasa heran, Mamanya itu menjadi lebih sensitif karena Rissa yang tak kunjung menikah.
"Mama mau kamu kenalan sama anaknya teman Mama," ucap Kurnia sambil mengoleskan salep ke pipi Rissa.
"No, Mama! Rissa nggak mau!" Rissa menggeleng kuat.
Rissa trauma. Dulu sempat beberapa kali Kurnia mencoba mengenalkan Rissa pada anak temannya. Tapi semua tidak ada yang benar. Ada yang orangnya masih seperti anak kecil, yang disenggol sedikit saja menangis. Ada yang terlalu galak, dan terlalu kuat. Bahkan gelas saja bisa pecah hanya dengan digenggam olehnya. Rissa bergidik ngeri melihatnya.
Yang lebih parah lagi, ada juga yang orangnya sedikit melambai. You know what?
"Kenapa nggak mau?" Kurnia menatap tajam Rissa.
"Mama ingat enggak yang pernah Mama kenalin ke Rissa kayak gimana bentukannya? Rissa nggak mau, Ma. Rissa punya pacar, kok. Nanti, deh, Rissa bawa pacar Rissa kesini."
Setelah berucap, Rissa merasa bingung sendiri. Kali ini baru dia sadar kalau mulutnya memang minta di lakban.
Kurnia yang mendengar ucapan Rissa pun membelalakkan matanya tak percaya.
"Bener yang kamu bilang?" Rissa mengangguk kaku. "Oke.. Hari Kamis sore bawa kesini!"
"Ma, tapi.." Rissa mencoba berkilah.
"Enggak ada tapi-tapian. Hari Kamis kamu nggak bawa pacar kamu kerumah, Mama jodohin kamu sama anak teman Mama."
Kurnia berlalu, Rissa menepuk keningnya. Frustasi.
'Siapa yang mau aku bawa, ya Allah??'
***
Hari libur, Rissa menggunakan waktunya untuk refreshing sejenak. Rissa mengajak Gendis untuk bertemu di salah satu cafe. Ia pikir butuh saran dari Gendis untuk masalahnya. Atau mungkin Gendis punya teman yang bisa dijadikan "pacar bohongan".
Rissa mematut dirinya didepan cermin. Ia pandangi lekat-lekat wajahnya. Rissa cantik, diusianya yang ke 27 Rissa masih terlihat seperti usia 17 tahun. Rissa sering melakukan perawatan untuk menunjang penampilannya.
Tapi entah kenapa Rissa tak pernah berniat untuk pacaran. Seumur hidupnya, Rissa pernah berpacaran satu kali saat dia kelas 10. Itupun hanya bertahan seminggu karena Rissa yang mengeluh malas punya pacar yang menurutnya ribet.
Rissa malas karena setiap malam diajak telponan. Belum lagi SMS yang meminta Rissa terus mengabari dimana dan sedang apa dirinya. Rissa tak tahan dengan semuanya.
Entah kenapa, sampai sekarang Rissa masih merasa malas untuk menjalin hubungan dengan serius. Kalau bukan karena mamanya yang begitu mendesaknya untuk segera menikah, Rissa tak ingin repot-repot mencari pacar bohongan untuk dibawa ke hadapan mamanya.
Sesampainya di cafe, Gendis sudah duduk manis menunggu Rissa. Rissa menjadi tak enak hati. Rissa uang mengajak Gendis bertemu, tapi Gendis yang harus menunggu dirinya.
"Maaf, ya, lama," ucap Rissa merasa tak enak hati.
"Udah biasa, sih," canda Gendis. "Jadi gimana?"
"Ya kayak yang aku bilang di telpon kemarin, Dis. Kira-kira kamu ada nggak temen yang bisa aku pinjem buat jadi pacar bohongan aku?"
"Kenapa harus bohongan, sih? Kenapa enggak beneran aja? Kalau bohongan nanti kamu sendiri yang repot kalau Tante Kurnia minta kalian buat segera menikah," Rissa merasa apa yang diucapkan Gendis benar adanya. Sejujurnya, Rissa juga takut akan hal itu. Bagaimana kalau Kurnia langsung memintanya menikah setelah mengenalkan pacar bohongannya?
"Yang penting Mama nggak jodohin aku sama anak temannya dulu, Dis. Kamu tahu, kan, pengalaman aku soal hal itu. Aku nggak mau terulang lagi," keluh Rissa putus asa.
Gendis tertawa keras mengingat penderitaan Rissa saat Kurnia mengenalkannya dengan anak dari teman-temannya.
"Puas banget, ya, Bu, ketawanya?" Rissa menyindir. "Jadi ada apa enggak?" Tanya Rissa tak sabaran.
Gendis nampak berpikir. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk meja pertanda ia sedang berpikir keras. Gendis mencoba menerawang, matanya melihat kesana kemari.
"Raka!!"
Rissa yang mendengarnya terlihat terkejut. "Kenapa Raka, sih?" Tanya Rissa tak suka.
"Ih, itu ada Raka disana. Aku panggil dia. Raka!!" Gendis kembali memanggil Raka.
"Enggak usah dipanggil kenapa, sih?" Rissa merengut tak suka.
Terlambat. Raka sudah menghampiri mereka. Duduk disebelah Rissa tanpa permisi. Rissa melengos tak mau melihat Raka.
"Apa kabar, Ris? Pipinya masih sakit?" Tanya Raka dengan rasa bersalah.
"Baik. Sudah baikan, kok," jawab Rissa pelan.
"Jadi kalian sedang apa disini?" Tanya Raka pada Gendis dan Rissa.
"Begini lho, Raka.."
Rissa menyenggol kaki Gendis dengan kakinya. Matanya melotot pertanda dia melarang Gendis untuk tidak menceritakan semuanya pada Raka. Tapi senyuman Gendis mengisyaratkan sesuatu.
"Begini, Raka. Rissa itu sudah terlanjur bilang sama mamanya kalau dia punya pacar, padahal aslinya enggak."
Ucapan Gendis benar-benar membuat Rissa malu. Rissa memilih menunduk sambil mengaduk-aduk jus alpukatnya. Rissa juga tak ingin melihat Raka. Malu.
"Dia bilang begitu karena merasa risih dengan mamanya yang terus memaksa Rissa buat nikah atau dikenalin sama teman mamanya," Gendis melanjutkan ceritanya. Sedangkan Raka mendengarkan Gendis dengan seksama.
"Gendis udah, ya? Aku nggak jadi minta solusi dari kamu."
"Eh, tunggu!" Gendis menahan langkah Rissa saat Rissa mulai beranjak untuk pergi. Mau tak mau, Rissa kembali duduk.
"Kamu mau, kan, Raka, jadi pacar bohongannya si Rissa?"
Rissa membelalakkan matanya mendengar ucapan Gendis. Dari sekian banyak teman yang Gendis miliki, kenapa harus Raka?
"Dis, jangan ngacau kamu!" Protes Rissa. Rissa sama sekali tak setuju kalau Raka yang menjadi pacar bohongannya.
"Aku, sih, nggak masalah." Jawab Raka enteng.
"Aku yang masalah. Aku nggak mau! Raka kan punya calon istri, aku nggak mau disebut perebut pacar orang," Rissa masih saja keras kepala.
"Aku sudah putus," celetuk Raka membuat Rissa terkejut.
Kemarin baru saja orangtua Raka bilang kalau Raka sudah punya calon istri. Ini kenapa Raka bilang sudah putus?
"Tuh, dengar sendiri, kan? Udah, deh. Lagian juga waktu tinggal empat hari. Besok juga kerja, mana sempat kamu cari lagi!" Ucap Gendis.
Rissa membenarkan ucapan Gendis. Dia sudah tak punya banyak waktu lagi.
"Oke! Tapi ingat, Raka, ini cuma pura-pura. Jangan baper!" Rissa memberi ultimatum pada Raka.
Raka tersenyum tipis. " Hati-hati kalau bicara. Kebalik baru tahu rasa kamu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Hykmah Hykmah
kak bagus ceritanya, part nya tambahin sampai 200 kk, ditunggu
2023-03-24
0
Rengganis
suka bgt
cerita y dan bahasa ringan
2022-03-24
0
Melati Putri
seru novelnya
2021-01-01
1