2. SATU

(Dua bulan lalu)

Sambil mengencangkan kimono tidurnya, Gendis Atmojo melangkah keluar tanpa sandal, menuju balkon yang pintunya sedikit terbuka. Langkahnya pelan dan berhati-hati, dia mendekati suaminya—Gading Atmojo yang berdiri di sana—memandangi langit yang pekat, rambut keperakan milik suaminya masih sedikit berantakan, tapi dia sudah mengenakan kembali pakaiannya. Angin malam terasa dingin tapi suaminya tidak terpengaruh.

Gendis Atmojo lalu memeluk tubuh suaminya dari belakang. Kepalanya dia benamkan di punggung suaminya yang lebar.

“Kamu ngapain di sini?” tanya Gendis kepada suaminya. “Ini udah malam. Ayo masuk. Nanti kamu sakit, Mas.”

Gading Atmojo tidak menjawab. Tangan Gading menyentuh tangan Gendis yang melingkari perutnya dengan lembut, lalu mencium punggung tangannya lama sebelum berakhir menciumi jari jemari lentik itu.

Gendis semakin yakin kalau suaminya sedang tidak baik-baik saja. Hampir tiga puluh tahun Gendis hidup bersama Gading, bukankah waktu yang cukup lama untuk saling mengenal?

“Kamu kenapa? Cerita, dong, Mas.” suara Gendis memang lembut. Sedang marah pun Gendis tidak pernah sampai berteriak. Entah ngidam apa ibunya ketika hamil Gendis ini.

Gading Atmojo menghela napas. “Umbara.” Suaranya berat.

“Ada apa dengan Umbara?” tanya Gendis, lagi-lagi dengan suaranya yang lembut.

Ada apa dengan anak kebanggaannya itu? Setahu Gendis, Umbara, tidak pernah membuat masalah seperti adiknya, Jagad—yang lebih sering membuat Gendis sakit kepala.

Umbara sejak kecil memang pendiam, perilakunya sangat baik, cerdas dan selalu bisa membuat Gendis bangga. Umbara memang bukan anak kandungnya, tapi Gendis menyayangi Umbara sama seperti dia menyayangi Jagad.

Bagi Gendis, Umbara adalah anak kebanggaannya.

“Aku rasa, sudah saatnya Umbara menikah. Tahun ini umurnya sudah 35. Tapi, kamu lihat sendiri, kan? dia belum pernah sekalipun terlihat punya pacar.”

“Memangnya punya pacar harus dipemerin. Konyol kamu, Mas. Aku kira kamu punya masalah besar apa sampai murung gini.”

Gading memejamkan mata. “Aku takut desas-desus itu benar.”

Gendis melepaskan tangannya dari tubuh Gading. Jujur saja, Gendis sedikit kesal mendengar ucapan suaminya ini. “Anak kita normal.” tegasnya.

“Aku tahu. Tapi, aku tidak mau mereka terus membicarakannya.” Gading memang sudah muak mendengar gosip tentang anak sulungnya itu. Sebagai seorang ayah dia tidak ingin anaknya dijelek-jelekkan oleh siapa pun.

“Makanya kamu nggak usah dengerin omongan orang-orang, Mas.” sahut Gendis semakin kesal. Dia saja bisa. Kenapa suaminya tidak. Memangnya hanya Gading yang panas telinga mendengar gosip-gosip tidak jelas tentang Umbara. Kalau bisa, Gendis ingin sekali menyumpali mulut orang-orang yang tidak ada kerjaan itu.

“Sudahlah, Mas. Ini sudah malam. Ayo kita tidur lagi.” Kemudian Gendis berjalan masuk ke dalam kamar.

Gading mengikutinya sampai mereka naik ke ranjang, berbaring, dan bersiap untuk tidur.

“Gimana kalau kita jodohin saja.” kata Gading akhirnya, dia memang sudah lama memikirkan rencananya ini.

Gendis menoleh, menatap Gading yang berbaring di sampingnya.

“Dijodohin?” ulang Gendis. Keningnya berkerut. Kenapa suaminya sampai repot-repot seperti ini. Gendis yakin, Umbara hanya belum menemukan perempuan yang disukainya. Desas-desus itu tidak benar. Sekalipun memang benar, dia tidak peduli. Seperti apa pun Umbara, dia tetap anaknya. Anak kebanggaannya. Anak kesayangannya.

“Iya. Kalau nggak dijodohin, aku yakin dia nggak bakal nikah-nikah.”

“Mas, kamu kok gitu, sih sama anak sendiri.” keluh Gendis yang kembali menjadi kesal.

“Aku pengen Umbara menikah, punya anak-anak yang lucu. Biar kita punya cucu. Emang kamu nggak pengen punya cucu?”

Mendengar kata cucu, Gendis pun terpancing. Kalau boleh jujur, Gendis sudah lama ingin menimang cucu. Tapi, selama ini dia hanya berani menunggu. Umbara atau pun Jagad mereka sepertinya belum ingin menikah. Gendis bukan tipe orang tua yang akan mendesak anaknya untuk segera menikah.

“Ya, pengen.” sahut Gendis jujur.

“Makanya, Umbara harus nikah. Sekalian buktiin ke orang-orang kalau anak kita normal.”

“Tapi kalau Umbara nggak mau jangan kamu paksa, Mas.”

Gading menarik senyum. “Iya, Sayang.”

“Mau kamu jodohin sama siapa?”

Gading tidak benar-benar tahu, perempuan seperti apa yang diinginkan oleh anaknya. Tapi, dia punya beberapa kandidat perempuan yang menurutnya cocok bersanding dengan Umbara.

“Gimana kalau sama cucunya om Juan? Kezia atau Arimbi. Mereka umurnya nggak jauh-jauh dari Umbara. Cantik, Pintar, dan, kepribadiannya juga baik.”

Hadeh! Kenapa harus dua perempuan itu?

Gendis menarik napas. Gendis tidak ingin munafik. Kalau memiliki menantu seperti mereka, Gendis mana mungkin berani berhenti mengucap syukur pada Tuhan.

Kezia Choi dan Arimbi Salim. Kalau Gendis adalah seorang HR di perusahaan suaminya. Jelas, dia tidak akan menolak Sumber Daya Manusia berkualitas unggul seperti mereka.

Kezia Choi, hanya dalam waktu dua tahun saja dia sudah bisa membawa perusahaan periklanan milik ayahnya—Daniel Choi, meraih banyak penghargaan internasional. Sedangkan, Arimbi Salim, dia adalah pengacara muda yang juga memiliki segudang prestasi. Banyak kasus besar yang berhasil dia tangani. Kinerjanya di ranah advokasi jelas tidak bisa diragukan lagi.

Tapi.... Umbara. Bukan, dia tidak merasa anaknya tidak pantas untuk mereka atau sebaliknya.

“Kenapa nggak Betari saja?”

Gendis merasa perempuan seperti Betari lebih cocok untuk Umbara.

“Kamu yang bener, dong. Masa mau jodohin Umbara sama tukang buat obar. Yang ada bisa darah tinggi anak kita.”

...***

...

Betari sedang berbicara dengan kucing neneknya—Hello, ketika kakeknya yang selama ini tidak pernah mau berbicara baik-baik dengannya itu, memanggilnya.

“Tari, kamu dipanggil kakek.” kata Arimbi tanpa basa-basi begitu dia menemukan adiknya itu di taman belakang bersama Hello.

Kalau boleh jujur, Betari malas kalau harus menemui kakeknya itu. Paling juga si kakek mau marah-marah. Tapi, perasaan akhir-akhir ini Betari anteng-anteng saja.

“Buruan udah ditungguin mereka di kamar.” seru Arimbi.

Di kamar tidurnya, Juan Salim sedang duduk di sofa, membaca buku bersama istrinya—Widuri Salim yang juga sedang membaca.

Seingat Betari, terakhir dia masuk ke kamar kakek dan neneknya adalah ketika umurnya masih tujuh tahun dan kedua orang tuanya masih hidup. Makanya, Betari lebih akrab dengan ruang kerja sang kakek. Karena sering dipanggil ke sana untuk diomeli.

Widuri Salim tersenyum begitu menyadari kehadiran Betari. Lalu berkata sembari menepuk sisi kosong di sampingnya. “Tari, sini duduk sama nenek.”

Betari pun duduk di samping Widuri Salim. Neneknya itu kemudian mengelus puncak kepalanya dengan pelan, lalu merapikan anak rambutnya yang berantakan ke belakang telinga. Kebiasaan yang sering Widuri lakukan padanya.

“Kakek mau bahas apa sama aku?” tanya Betari. Entah kepada siapa sebenarnya pertanyaan itu dia berikan. Yang jelas Betari merasa aneh atau lebih tepatnya tidak nyaman kalau harus berbicara baik-baik dengan Juan Salim. Beruntung mereka tidak berdua saja.

“Kakek sama nenek mau jodohin kamu.” jawab Widuri tanpa basa-basi. Oh, ternyata Juan Salim juga merasakan hal yang sama dengannya. Baguslah kalau begitu. Betari juga malas kalau harus bicara baik-baik dengan orang seperti Juan Salim ini. Dia lebih suka membuat Juan Salim marah-marah.

“Hah! Dijodohin?” kening Betari berkerut. “Sama siapa?”

“Ada, deh. Kamu mau ya, Sayang.”

“Kalau Tari nggak mau boleh kan, Nek.” cicitnya lirih, takut kalau sang kakek akan menelannya bulat-bulat.

Kan benar. Juan Salim langsung memelototinya. Seperti singa yang siap menerkam mangsanya.

“Sekali-kali kamu nurut sama orang tua bisa.” Juan Salim, si singa kelaparan akhirnya bersuara.

Gawat. Gawat. Gawat

Terpopuler

Comments

Amera

Amera

Nama-nama tokohnya keren.

2024-04-17

0

Raudatul zahra

Raudatul zahra

nama tokoh² nya keren thorr.. Indonesia banget.. tp kelihatan siih nama² kelas tinggi..
ini cerita nya tentang 2 keluarga konglomerat berarti yaa??

2023-09-21

1

lihat semua
Episodes
1 1. Prolog
2 2. SATU
3 3. DUA
4 4. TIGA
5 5. EMPAT
6 6. LIMA
7 7. ENAM
8 8. TUJUH
9 9. DELAPAN
10 10. SEMBILAN
11 11. SEPULUH
12 12. SEBELAS
13 13. DUA BELAS
14 14. TIGA BELAS
15 15. EMPAT BELAS
16 16. LIMA BELAS
17 17. ENAM BELAS
18 18. TUJUH BELAS
19 19. DELAPAN BELAS
20 20. SEMBILAN BELAS
21 21. DUA PULUH
22 22. DUA PULUH SATU
23 23. DUA PULUH DUA
24 24. DUA PULUH TIGA
25 25. DUA PULUH EMPAT
26 26. DUA PULUH LIMA
27 27. DUA PULUH ENAM
28 28. DUA PULUH TUJUH
29 29. DUA PULUH DELAPAN
30 30. DUA PULUH SEMBILAN
31 31. TIGA PULUH
32 32. TIGA PULUH SATU
33 33. TIGA PULUH DUA
34 34. TIGA PULUH TIGA
35 35. TIGA PULUH EMPAT
36 36. TIGA PULUH LIMA
37 37. TIGA PULUH ENAM
38 38. TIGA PULUH TUJUH
39 39. TIGA PULUH DELAPAN
40 40. TIGA PULUH SEMBILAN
41 41. EMPAT PULUH
42 42. EMPAT PULUH SATU
43 43. EMPAT PULUH DUA
44 44. EMPAT PULUH TIGA
45 45. EMPAT PULUH EMPAT
46 46. EMPAT PULUH LIMA
47 47. EMPAT PULUH ENAM
48 48. EMPAT PULUH TUJUH
49 49. EMPAT PULUH DELAPAN
50 50. EMPAT PULUH SEMBILAN
51 51. LIMA PULUH
52 52. LIMA PULUH SATU
53 53. LIMA PULUH DUA
54 54. LIMA PULUH TIGA
55 55. LIMA PULUH EMPAT
56 56. LIMA PULUH LIMA
57 57. LIMA PULUH ENAM
58 58. LIMA PULUH TUJUH
59 59. LIMA PULUH DELAPAN
60 60. LIMA PULUH SEMBILAN
61 61. ENAM PULUH
62 62. ENAM PULUH SATU
63 63. Extra Part (1)
Episodes

Updated 63 Episodes

1
1. Prolog
2
2. SATU
3
3. DUA
4
4. TIGA
5
5. EMPAT
6
6. LIMA
7
7. ENAM
8
8. TUJUH
9
9. DELAPAN
10
10. SEMBILAN
11
11. SEPULUH
12
12. SEBELAS
13
13. DUA BELAS
14
14. TIGA BELAS
15
15. EMPAT BELAS
16
16. LIMA BELAS
17
17. ENAM BELAS
18
18. TUJUH BELAS
19
19. DELAPAN BELAS
20
20. SEMBILAN BELAS
21
21. DUA PULUH
22
22. DUA PULUH SATU
23
23. DUA PULUH DUA
24
24. DUA PULUH TIGA
25
25. DUA PULUH EMPAT
26
26. DUA PULUH LIMA
27
27. DUA PULUH ENAM
28
28. DUA PULUH TUJUH
29
29. DUA PULUH DELAPAN
30
30. DUA PULUH SEMBILAN
31
31. TIGA PULUH
32
32. TIGA PULUH SATU
33
33. TIGA PULUH DUA
34
34. TIGA PULUH TIGA
35
35. TIGA PULUH EMPAT
36
36. TIGA PULUH LIMA
37
37. TIGA PULUH ENAM
38
38. TIGA PULUH TUJUH
39
39. TIGA PULUH DELAPAN
40
40. TIGA PULUH SEMBILAN
41
41. EMPAT PULUH
42
42. EMPAT PULUH SATU
43
43. EMPAT PULUH DUA
44
44. EMPAT PULUH TIGA
45
45. EMPAT PULUH EMPAT
46
46. EMPAT PULUH LIMA
47
47. EMPAT PULUH ENAM
48
48. EMPAT PULUH TUJUH
49
49. EMPAT PULUH DELAPAN
50
50. EMPAT PULUH SEMBILAN
51
51. LIMA PULUH
52
52. LIMA PULUH SATU
53
53. LIMA PULUH DUA
54
54. LIMA PULUH TIGA
55
55. LIMA PULUH EMPAT
56
56. LIMA PULUH LIMA
57
57. LIMA PULUH ENAM
58
58. LIMA PULUH TUJUH
59
59. LIMA PULUH DELAPAN
60
60. LIMA PULUH SEMBILAN
61
61. ENAM PULUH
62
62. ENAM PULUH SATU
63
63. Extra Part (1)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!