Di depan cafe, Caitlin dan Agatha kembali ketemu Regan dan Naomi. Caitlin sempat melirik, melihat manisnya cara Regan memperlakukan Naomi. Regan sedang jongkok, mengikat tali sepatu Naomi.
‘’Beruntung banget pacarnya.’’ Sedetik kemudian kepalanya menggeleng. ‘’Ish, apaan sih lu Cait, ngapain juga lu iri sama hubungan orang lain. Kelamaan jomblo nih, jadinya kayak gini,’’ rutuknya begitu sadar akan pujiannya pada Regan dan Naomi.
Untung tadi Agatha tidak memperhatikannya. Kalau tidak, mungkin Caitlin akan digoda lagi.
‘’Naik satu taxi atau sendiri-sendiri aja?’’ Agatha bertanya.
Tadi, Edward sempat menelpon, memberitahu kalau dirinya tidak bisa menjemput Caitlin.
‘’Gat, ke mall dulu mau nggak?’’
‘’Yaudah yuk.’’
*****
Jam setengah 6 sore Caitlin baru sampai di rumahnya.
''Malam mama-papa,'' teriak Caitlin saat memasuki pintu rumah.
''Malam sayang,'' jawab mereka kompak. Papanya sedang membaca koran. Mamanya? Caitlin yakin paruh baya itu sedang scroll instagram. Maklumlah, ibu-ibu gaul masa kini wkwkwk.
Caitlin langsung masuk ke kamarnya yang ada di lantai 2, membersihkan diri terlebih dahulu sebelum turun lagi untuk makan malam. Hal itu memang selalu dilakukannya jika sehabis keluar rumah, karena menurutnya diluar terdapat banyak kuman dan harus segera dibersihkan sebelum kuman-kuman itu menempel pada benda-benda kesayangannya.
Sejam kemudian dia kembali bergabung di meja makan dengan kedua orang tuanya, makan malam pun dimulai tanpa ada yang mengeluarkan suara, hanya ada suara sendok dan garpu saja yang memenuhi ruangan itu.
Entah apa yang terjadi, Caitlin pun heran melihat papa dan mamanya yang terlihat diam. Biasanya, di meja makan akan jadi tempat mereka bersenda gurau dan bergosip ria.
''Selesai makan, papa-mama mau ngomong sama kamu,'' ucap papa Randy.
Caitlin menjadi semakin heran dengan suasana serius yang papa dan mama tampilkan. Entah ada apa, tapi jujur saja perasaannya menjadi sedikit tidak tenang.
Di Ruang keluarga
''Ada apa pa? kenapa serius banget?'' tanya Caitlin penasaran. Menaruh bantalan sofa di atas pahanya.
''Sayang kamu sudah dijodohkan dengan cucu dari sahabat kakek," ucap papa Randy to the point.
''What? dijodohkan?'' Caitlin malah tertawa, dia pikir papanya sedang bercanda.
Zaman udah modern kali, masa iya masih ada yang namanya perjodohan, iya kan?
''Ini benar sayang papamu nggak bercanda, sabtu malam mereka mau kesini mau ketemu kamu,'' sambung mama Alice.
''Dulu keadaan kita nggak seperti sekarang sayang, dan keluarga merekalah yang membantu keluarga kita, saat itu kakek kamu baru memulai bisnis dan tertipu hingga ratusan juta, kakek kamu hampir saja dipenjara."
"Mereka membebaskan kakek kamu dari hutang-hutang itu dan meminjamkan modal untuk berbisnis kembali, mereka juga yang selalu memberikan masukan terkait bisnis pada kakekmu dan sekarang inilah hasilnya, yang selama ini sudah kita nikmati."
"Sebagai rasa terimakasih dari kakekmu, saat itu kakekmu ingin memberikan sebuah pulau untuk sahabatnya itu, tapi dia menolaknya dan hanya meminta perjodohan antar cucu mereka agar hubungan mereka selalu terjalin walaupun mereka sudah tiada nanti.'' Papa Randy memberikan penjelasan yang panjang.
‘’Kakak aja kalo gitu, lagian anak kalian kan 2, kakak juga lebih tua dari aku," jawab Caitlin dengan nada jengkel. Mana mau dia dijodohkan, gila aja.
''Nggak bisa sayang, mereka hanya punya seorang anak laki-laki, jadi memang harus kamu yang dijodohkan.''
''No! Caitlin nggak akan mau nerima perjodohan ini, lagiankan yang berjanji itu kakek bukan Caitlin jadi, Caitlin nggak ada kewajiban untuk memenuhi semua itu!'' ucap Caitlin tak terima.
''Sayang kamu jangan ngomong gitu dong, nggak baik.'' Mama memberikan nasihat dengan wajah sendunya. Mama cukup mengerti akan posisi Caitlin, tetapi janji tetaplah janji dan itu harus ditepati.
''No mama! Caitlin nggak mau dijodohkan dengan alasan apapun!"
Caitlin melepas asal bantalan sofa dan meninggalkan orang tuanya. Dia kembali ke kamar.
‘’Dijodohkan? Gila aja. Zaman udah modern gini,’’ dengus Caitlin begitu membuka pintu kamarnya. Dengan nafasnya yang naik turun, Caitlin melempar tubuhnya diranjang.
‘’Ck, bahkan pasangan yang sudah berhubungan bertahun-tahun belum tentu berakhir baik, apalagi dengan menikahi orang yang nggak gw kenal. Lagian mimpi apa sih gw, sial banget sampe harus dijodohkan segala.’’
Rasa kesal semakin membelenggunya, membuatnya kembali bangun dari berbaringnya. ‘’Gw masih pengen menikmati hidup kali, cita-cita gw bahkan belum tercapai masa iya udah mau jadi istri orang aja.’’
Pandangannya beralih saat pintu kamarnya diketuk dari luar. Disana, Caitlin melihat mamanya sudah berjalan menghampiri lalu duduk disamping Caitlin.
‘’Ma, aku nggak mau dijodohin.’’ Tatapannya sendu, matanya mulai berkabut. Dia sedih tapi juga kesal. Lagian kenapa juga kakeknya harus menjanjikan hal aneh seperti itu, bikin beban saja.
''Aku nggak mau dijodohkan ma, aku pengen merasakan sendiri yang namanya jatuh cinta dan aku juga pengen memilih sendiri pasangan hidupku kelak.''
''Maaf sayang,'' ucap mama Alice sekali lagi dengan buliran air mata yang membasahi pipi nya. Paruh baya itu tidak bisa melakukan apa-apa. Semua sudah menjadi perjanjian dari generasi sebelumnya.
''Nyonya …!'' Terdengar suara teriakan dari lantai satu rumah itu.
Mereka yang kaget mendengar teriakan itu pun keluar dan menghampiri sumber suara itu.
''Ya ampun papa!'' teriak Caitlin dan mama Alice bersamaan. Papanya sudah berbaring tak berdaya, di atas lantai.
Mereka bergegas membawa papa Randy ke rumah sakit. Takut terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada papanya.
Caitlin terus menangis dan berdoa. Dalam hatinya, dia merasa bersalah, andai saja dia tidak menolak perjodohannya pasti papanya tidak akan mengalami hal seperti ini.
''Papa kenapa? tanya Edward begitu sampai di depan ruang rawat papanya.
Caitlin langsung memeluk kakaknya, menangis tanpa mengatakan sepatah katapun.
Edward pun memeluknya erat, mengusap puncak kepala Caitlin agar tenang. Edward pikir Caitlin menangis karena terlalu khawatir. Tak tau saja dia, kalau adik tercintanya itu sedang menyalahkan dirinya sendiri, atas apa yang terjadi saat ini.
Mereka masuk ke dalam ruangan papa Randy setelah dokter keluar dari ruangan itu.
Caitlin berlari menghampiri papanya dan memeluknya sambil menangis. Bersyukur dalam hatinya karena tidak terjadi hal buruk pada papanya.
Perjodohan?
Caitlin akan melakukannya jika itu membuat kesehatan papanya membaik. Disinilah batas keras kepala seorang anak.
''Papa nggak pa-pa kok.’’ Papa Randy memberitahu, saat Caitlin tidak di ruang itu lagi. Semenit yang lalu, Caitlin pamit untuk mengangkat panggilan telepon yang masuk pada ponsel nya.
''Astaga maksud papa tadi papa pura-pura? Astaga pa, segitunya ya kamu.’’ Mama Alice nampak syok, nggak percaya saja kalau suaminya sampai melakukan hal seperti itu, hanya agar Caitlin mau menerima perjodohan.
Edward nampak bingung. Maklumlah, pria itu belum tau tentang rencana perjodohan Caitlin, Alice pun berjanji akan memberitahu tapi nanti, setelah papa Randy keluar dari rumah sakit.
Jahat memang cara papanya untuk mendapatkan persetujuan Caitlin, tapi paruh baya itu tidak merasa menyesal. Randy rasa Regan akan menjadi suami yang baik dan akan selalu menjaga Caitlin.
Bersambung .....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments