Nabsa 4

Bia seharian berada di kafe Jihan. Hingga menjelang sore, dia baru kembali ke kontrakannya setelah lebih dulu mampir ke minimarket untuk belanja bahan-bahan kebutuhan. Bia dan Jihan mengurungkan niat mereka untuk jalan ke mall hari itu karena mood keduanya sudah terlanjur buruk.

Sesampainya di kontrakan, Bia langsung membersihkan diri. Setelah itu, dia segera membereskan barang-barang belanjaannya sambil menyiapkan makan malam yang dibawanya dari tempat Jihan. Beruntung Bia punya sahabat yang memiliki kafe. Jadi, sedikit banyak dia cukup terbantu untuk urusan mengisi perut.

Malam itu, Bia mengistirahatkan tubuhnya untul persiapan kerja esok hari. Banyak agenda yang harus dilakukannya dua hari esok.

Seperti biasa, Bia berangkat ke kantor dengan mobil kesayangannya tersebut. Mobil yang dibelinya dari kakak tingkatnya dulu tersebut, cukup membantu mobilitas Bia selama bekerja. Dengan harga yang lumayan terjangkau, Bia juga masih mendapatkan keringanan untuk melunasi harga mobil tersebut selama satu tahun. Bia benar-benar merasa sangat beruntung.

Begitu tiba di kantor, Bia langsung bergegas menuju ruangan tempat divisinya berada. Ada tiga orang lainnya di bagian pemasaran selain Bia. Mereka adalah mas Ega, mbak Salma, dan Lukman. Mereka sudah hampir bekerja selama lima tahun. Jadi, hubungan mereka sudah seperti keluarga.

"Pagi, Lux," sapa Bia saat melihat Lukman juga sepertinya baru saja datang.

"Pagi, Bi. Tumben agak awal?" balas Lukman sambil menatap ke arah tangan Bia yang saat itu tengah membawa tas jinjing.

"Iya, nih. Ada yang harus gue kerjakan sama Bu Sonia," jawab Bia sambil meletakkan barang bawaannya di atas meja.

Kening Lukman berkerut. Dia mulai memikirkan pekerjaan yang memang urgent dilakukan selama dua hari ini.

"Lo pegang DVP 4?" tanya Lukman.

"Ho oh. Bu Sonia bilang semua sudah harus siap hari ini. Atau, paling lambat besok."

"Buseett. Ngebut kali tuh orang. DVP 4 juga baru dua bulan lagi launching. Ngapain harus buru-buru dikerjakan sekarang? Heran gue. DVP 1 sampai 3 saja belum sepenuhnya clear, ini harus ngerjain ke 4." Lukman tampak bersungut-sungut kesal.

Bia tidak terlalu terkejut dengan ucapan Lukman. Dia sudah sangat hafal dengan karakter laki-laki itu yang suka sekali mengomel. Namun, meskipun Lukman suka sekali menggerutu, semua tanggung jawab pekerjaan yang diberikan kepadanya selalu beres dengan hasil yang memuaskan. Ya, sebertanggungjawab itu memang si Lukman.

Hari itu, Bia dan rekan-rekannya bekerja dengan sangat serius. Beberapa kali Bia juga di harus menemui Bu Sonia untuk konsultasi masalah kerjaan yang sedang dikerjakan. Hingga tak terasa jam pulang kantor pun tiba. Bia dan yang lainnya langsung bergegas untuk pulang.

Bia ingat jika dia membutuhkan referensi untuk konsep pemasaran proyek baru perusahaannya. Berhubung saat itu masih cukup sore, Bia memutuskan untuk mampir ke sebuah mall yang berada tak jauh dari lokasi kantornya berada. Selain itu, lokasi mall tersebut juga satu arah dengan kontrakan Bia.

Tak memburuhkan waktu lama, Bia langsung bergegas memarkirkan mobilnya dan langsung mulai menjelajah lantai demi lantai mall tersebut sambil mencari inspirasi. Namun ternyata, langkah kaki Bia terhenti saat secara tidak sengaja dia bertemu dengan geng gong saat berjalan menuju toilet. Siapa lagi jika bukan geng Febi dkk.

"Cckkk. Anak kantoran sudah melipir aja kesini. Mana sendirian lagi," ucap Mia dengan bibir tersungging. Tatapan matanya jrlas sekali mengejek Bia.

Tak mau ambil pusing, Bia cukup santai meladeni ketiga geng gong yang tidak sengaja bertemu dengannya tersebut.

"Ini mall kan untuk umum. Jadi, siapapun boleh mampir kesini, dong. Mau anak kantoran seperti gue, atau anak pengangguran seperti kalian, boleh-boleh aja, kan?" ucap Bia santai.

Bia memang sengaja menekankan kata 'pengangguran' pada ketiga orang tersebut. Dia ingin melihat bagaimana reaksi ketiga orang tersebut dengan ucapan Bia. Dan, benar saja. Ketiganya tampak kesal. Ekspresi wajah mereka yang semula tampak angkuh, kini berganti dengan ekspresi kesal.

"Cckkk. Biarpun pengangguran, tapi kami nggak kekurangan, ya. Uang gue sudah banyak tanpa harus sibuk bekerja seperti, lo." Kali ini Feby yang bersuara.

"Iya, percaya." Bia mengangguk-anggukkan kepala. "Suami potensial lo kan berduit. Apalagi, pacar-pacar lo berdua juga om-om kaya, kan. Jadi, wajar jika kalian banyak duit tanpa harus sibuk bekerja. Tapi ingat, hasil jerih payah dari keringat sendiri itu jauh lebih membanggakan. Ups sorry, tapi kalian juga kan juga bekerja mengeluarkan 'keringat' juga, kan?" ucap Bia.

Mia yang sudah sangat kesal dengan ucapan Bia langsung bergerak maju dan hendak melayangkan pukulan ke arah Bia. Gerakannya yang sangat cepat membuat Bia tidak bisa menghindar. Mia mengayunkan tangannya dengan kuat ke arah Bia. Namun, tiba-tiba ada seseorang yang menangkap tangan Mia hingga tidak bisa bergerak lagi.

Kedua bola mata Bia cukup terkejut dengan tindakan tiba-tiba tersebut. Namun, hal lain justru malah membuatnya semakin terkejut saat melihat Danar, sang mantan pacar semasa putih abu-abu berada di sana.

"Masih juga kalian suka bully Bia. Nggak cukup apa yang kalian lakuin ke dia sejak jaman SMA, hah?" ucap Danar.

Febi dan yang lainnya benar-brnar kaget mendapati Danar ada di sana. Tentu saja mereka langsung mengelak untuk membela diri.

"Nggak begitu, Nar. Si Bia yang mulai lebih dulu. Dia ngehina kita," ucap Mia membela diri.

"Cckkk. Gue ngehina di bagian mananya?" Bia pura-pura tidak ingat dengan apa yang baru saja diucapkannya.

"Lo!" Mia yang masih emosi langsung menunjuk wajah Bia dengan jari telunjuknya. Tampak sekali wajah kesalnya tidak bisa disembunyikan.

"Sudah, sudah. Kalian mau jadi tontonan disini, hah?" Danar menengahi.

"Nggak!" Jawab mereka kompak.

Setelah itu, tanpa berpamitan geng gong langsung beranjak meninggalkan Bia dan Danar yang masih berada di dekat toilet. Keduanya tampak canggung karena sudah lama tidak bertemu sejak lulus SMA. Danar melanjutkan studi ke Australia dan bekerja disana.

"Apa kabar, Bi?" Danar memulai percakapan.

Bia yang masih terkejut karena bertemu kembali dengan mantan pacar satu-satunya semasa SMA dulu, harus mengatur detak jantungnya yang entah mengapa masih berdegup cukup kencang.

Danar, kakak kelas Bia satu tingkat diatasnya. Danar adalah laki-laki yang cukup pintar dan tampan yang menjadi idola saat masa SMA. Dia dan Bia memutuskan pacaran setelah keduanya dekat karena menjadi pengurus acara dies natalis sekolah saat Bia kelas sebelas dulu. 

Namun, hubungan keduanya hanya bertahan selama sekitar satu bulan karena kesalahpahaman yang dibuat oleh Feby. Dan, karena itu pula Danar menjauhi Bia dan menjalin hubungan dengan Feby. 

"Baik. Kamu sendiri apa kabar?" Bia masih terlihat biasa saja meskipun dia sudah lama tidak bertemu dengan Danar.

"Aku oke. Ehm, kamu sendirian?" Danar menoleh ke kiri ke kanan untuk mencari keberadaan seseorang yang sekiranya sedang bersama dengan Bia. "Kamu sudah move on dari aku, kan? Nggak mungkin jika kamu masih jomblo seperti kata anak-anak." Danar melanjutkan ucapannya.

Kening Bia berkerut. Dia masih belum bisa memahami ucapan Danar.

"Maksudnya?"

"Ehm, anak-anak dulu sempat cerita jika lo masih jomblo sejak kita putus. Apa secinta itu kamu sama aku hingga belum bisa move on?"

"Hah?!"

🌹

Tbc

Terpopuler

Comments

Nurwana

Nurwana

hellloooo... Danar... emang kamu spa sampai sampai bia TDK move on dari kamu??? org tidak setia seperti kamu masih mo di pikirin... kayak kurang kerjaan saja. kelaut aja kamu Danar.

2024-01-29

0

faridah ida

faridah ida

diiih pede kali kau Danar , ... pasti Bia melotot ini mata nya Danar bilang seperti itu ....😜😂

2023-08-12

0

skylow

skylow

podo ae mas damar.... ngebuli jg

2023-07-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!