Bia memutuskan untuk pulang sesaat setelah acara inti selesai. Bia tidak mengikuti rangkaian acara hingga benar-benar berakhir. Hal itu disebabkan karena dia sudah merasa tidak nyaman dengan bajunya yang sudah kotor.
Hal lain yang membuat Bia tidak nyaman berlama-lama berada di gedung tersebut adalah karena adanya beberapa orang mantan teman SMA nya yang dulu sering sekali membully nya. Mereka tidak lain adalah teman satu geng Feby. Ada Rena dan Mia yang saat itu duduk satu meja dengan Feby.
Bia bisa cukup yakin jika ketiga geng gong itu tengah menghibahkan dirinya. Entah apa yang membuat ketiganya begitu bahagia jika membicarakan Bia. Bahkan, saat kuliah pun, Rena yang kebetulan berada satu kampus dengan Bia, tak ada habis-habisnya selalu mencari masalah dengannya. Beruntung Bia bisa lulus lebih cepat dari Rena yang baru bisa lulus dua tahun setelah Bia.
"Sialaann! Kok bisa sih gue ketemu sama geng gong disini. Dunia bener-bener sempit ini," gerutu Bia sambil berjalan menuju mobilnya.
Area parkir yang cukup basah tersebut, membuat Bia harus berhati-hati dengan heel yang dipakainya. Bia juga tidak ingin tergelincir akibat langkah kakinya yang tidak seimbang dan membuatnya tambah malu menjadi tontonan orang. Apalagi, saat itu tempat parkir sudah cukup ramai.
Beruntung Bia bisa mencapai mobilnya dengan selamat. Dia buru-buru memasuki mobil dan langsung menjalankan mobilnya menuju kontrakan yang sudah disewanya sejak bekerja di DVP.
Tak sampai tiga puluh menit kemudian, mobil Bia sudah mulai memasuki area kontrakan yang memang berbentuk seperti perumahan tersebut. Ada sekitar dua puluh delapan kontrakan dengan ukuran tiga kali delapan meter. Kontrakan dengan model tiga petak tersebut, cukup nyaman ditempatinya selama beberapa tahun terakhir ini.
Kontrakan Bia terletak di bagian paling barat dekat dengan parkir kendaraan bagian barat juga. Alhasil, Bia bisa lebih dekat memarkirkan mobilnya yang hanya berjarak kurang lebih lima meter dari kontrakannya.
Setelah memarkirkan kendaraan, Bia langsung bergegas menuju unit kontrakannya yang bernomor enam yang berada di bagian ujung dari deretan kontrakan yang berada di bagian paling barat lokasi tersebut.
Bia segera membuka pintu dan langsung menyalakan lampu ruang tamu mini yang ada di sana. Setelah itu, dia bergegas menuju kamar dan langsung meletakkan tas dan melepaskan sepatunya. Belum sempat Bia melangkahkan kaki menuju kamar mandi, terdengar suara ponsel berbunyi. Bia buru-buru mengambil ponsel yang masih ada di dalam tas tersebut dan memeriksa panggilan telepon tersebut.
Setelah memastikan siapa penelepon malam itu, Bia langsung menyambungkan panggilan suara tersebut.
"Halo, Bu Sonia," sapa Bia setelah panggilan suara tersebut tersambung.
"Halo, Bi. Kamu sudah pulang?" tanya Bu Sonia.
"Sudah, Bu. Ini baru sampai rumah. Ada apa, Bu?"
"Baguslah kalau kamu sudah pulang. Aku khawatir jika kamu sampai belum pulang hingga hampir jam sepuluh ini. Aku minta maaf ya Bi, harus meminta kamu menggantikanku menghadiri acara kantor. Aku benar-benar ada acara dadakan," ucap Bu Sonia dengan tidak enak hati.
"Tidak apa-apa, Bu. Saya juga sedang tidak ada acara apa-apa, kok. Jadi, Bu Sonia tidak usah merasa tidak enak hati," jawab Bia menenangkan sang atasan.
"Aku hanya takut mengganggu acara kencan kamu, Bi. Ini kan malam minggu."
Bia mencebikkan bibir sebelum menjawab ucapan atasannya tersebut.
"Bu Sonia sengaja mengejekku, ya? Sudah tahu saya belum punya pacar malah diledekin. Syebel, ih." Bia langsung manyun. Sangat jelas sekali suara Bia terdengar sedang merajuk.
Di seberang sana, wanita berusia menjelang empat puluh lima tahun tersebut langsung tergelak. Dia bisa membayangkan ekspresi wajah manyun Bia ketika sedang kesal.
"Hehehe, maaf lupa Bi. Kamu kan 'jombi' ya, alias jomblo happy," ucap bu Sonia sambil terkekeh.
Setelahnya, dilanjutkan dengan obrolan ringan tentang beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan hari senin dan selasa depan. Bia harus fokus mendengarkan instruksi dari sang atasan.
Minggu-minggu ini memang minggu sibuk di DVP. Beberapa proyek memang sudah mulai rampung pengerjaannya. Tugas dari divisi Bia, harus semakin gencar untuk memasarkan produk dari perusahaan mereka.
Tak sampai sepuluh menit kemudian, panggilan suara tersebut selesai. Setelahnya, Bia segera beranjak menuju kamar mandi untuk mengganti baju dan membersihkannya sekalian. Malam itu, Bia ingin rebahan dan beristirahat.
***
Keesokan pagi, Bia sudah bersiap-siap dengan outfit andalannya yaitu, celana jean hitam dan kaos putih berlengan pendek. Tak lupa juga sepatu sneaker sudah terpasang sempurna di kedua kakinya.
Dengan rambut yang dicepol asal, Bia langsung menyambar tas dan kunci mobilnya. Dia langsung meluncur menuju tempat dimana sang sahabat sudah menunggunya sejak dua puluh menit yang lalu. Beruntung saat Jihan, sang sahabat menelepon, Bia sudah setengah bangun dari tidurnya.
Tak sampai lima belas menit kemudian, Bia sudah tiba di tempat yang sudah dijanjikan. Dia langsung berjalan menuju tangga samping yang akan membawanya menuju lantai dua bangunan cafe tersebut.
Tok tok tok.
Bia mengetuk pintu ruang pribadi tersebut dengan irama. Namun, tak ada sahutan dari dalam ruangan tersebut. Hingga sebuah suara mengagetkan Bia dari arah belakang.
"Sudah nyampek, lo?" sapa sebuah suara.
Sontak saja Bia langsung menoleh karena terkejut.
"Lhoh, Ji? Lo kok di luar? Dari mana?" tanya Bia yang menggeser tubuhnya dari depan pintu untuk membiarkan sang sahabat membuka kunci pintu tersebut.
"Dari bawah. Gie belum naik dari tadi. Ada yang harus gue bahas sama Deka." Jihan membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan Bia untuk masuk.
"Deka disini?" tanya Bia sambil masih mengekori Jihan ke arah balkon.
"Tadi nganterin gue kesini." Jihan menjawab dengan santainya.
"Eh, serius?" Bia tampak terkejut mendengar jawaban sang sahabat.
"Hhmmm."
"Kok bisa sih Deka jemput lo sampai ke Bandung? Lagian, lo juga mau-maunya dijemput tu laki kutukupret," gerutu Bia kesal.
Jihan menoleh sekilas ke arah Bia sambil menghembuskan napas beratnya.
"Gue juga nggak bisa nolak dia dateng ke rumah, Bi. Lo kan tau dia statusnya masih suami gue. Ya kali istri menolak diantar suaminya sendiri. Lagi pula, gue juga rasa-rasanya belum siap untuk jujur sama keluarga gue. Gue nggak mau buat mereka kecewa, Bi." Lagi-lagi Jihan mendesahkan napas beratnya.
Bia jadi ikut-ikutan menghela napas berat. Entah mengapa dia juga jadi ikut memikirkan nasib hubungan sahabatnya itu. Hingga beberapa saat kemudian, Bia akhirnya bersuara.
"Tapi, Ji, apa nggak sebaiknya lo bilang ke keluarga tentang kondisi rumah tangga lo? Mereka juga ikut andil dalam masalah ini, kan?"
Jihan hanya menghela napas berat setelah mendengar ucapan Bia.
"Sebenarnya, mereka nggak salah juga sih, Bi. Mana tahu mereka jika laki-laki yang dijodohkan dengan anaknya ternyata nggak tertarik sama perempuan."
🌹
Tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
faridah ida
masih nyimak sama alur cerita nya ini ...🙏😁
2023-08-12
0
skylow
weee gmn itu
2023-07-04
0
Esther Lestari
suami Jihan gay?😯
2023-05-10
0