...***...
Kira-kira 200 meter dari tempat diselenggarakannya acara itu.
Saat itu ada beberapa orang yang sedang mengintai mereka dari jarak kegelapan yang sangat berbahaya. Salah satu dari mereka sedang menyiapkan salah satu ajian serat jiwa yang dapat membuat orang tertidur, ataupun bisa menyerang orang lain sesuai dengan keinginannya.
"Malam ku sepi, malamku dipenuhi dengan rasa kantuk yang sangat luar biasa." Ia membacakan kalimat tersebut seperti sedang membacakan sebuah syair, namun mengandung hawa gaib menyeramkan. "Aku tidak bisa menahan rasa kantuk itu untuk waktu yang singkat, aku tertidur dalam kegelapan malam yang sangat indah sehingga aku tidak bisa terbang lagi."
Seperti itulah mantram yang ia ucapkan untuk membuat mereka semua tertidur malam itu. Ajian serat jiwa pada saat itu perlahan-lahan mulai menyebar ke seluruh area itu, termasuk area di mana orang-orang sedang menikmati musik dengan santai. Satu persatu dari mereka mulai merasakan mengantuk yang sangat luar biasa. Termasuk Raden Surya Biantara yang merasakan aneh dengan situasi itu.
"Demi Dewata yang agung." Raden Surya Biantara merasa ada yang aneh dengan dirinya. "Kenapa tiba-tiba saja aku merasakan kantuknya sangat luar biasa?." Pada saat itu ia merasa sangat ngantuk yang tidak bisa ia tahan lagi. "Apakah aku mengalami kelelahan yang berlebihan?." Kepalanya juga terasa sangat berat, seperti memaksa dirinya untuk terlelap.
"Kanda." Putri Jayanti Latsmi mencoba menyentuh lengan Raden Surya Biantara. "Kanda." Perlahan-lahan suaranya terdengar sangat pelan karena ia tidak dapat menahan kantuknya itu.
Sementara itu anaknya telah terlelap di sampingnya, namun ia berusaha untuk tetap terbangun karena ia sangat khawatir dengan keadaan sekitar.
"Dinda." Raden Surya Biantara berusaha untuk tetap terjaga namun hasilnya tetap mustahil. "Apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa tiba-tiba saja-." Ia berusaha untuk melawan itu, namun hasilnya sia-sia.
Ajian serat jiwa pada saat itu telah membuat mereka terkapar semua. Tidak ada yang bisa melawan ajian itu, tidak ada yang bisa menolaknya jika terkena ajian itu.
Deg!.
Pendekar wanita yang masih belum diketahui identitas itu merasakan firasat yang sangat buruk.
"Kurang ajar! ternyata mereka mulai bergerak." Ia mengumpat dengan sangat kesalnya. "Aku harus memastikan mereka semua." Setelah itu ia melompat menuju lokasi acara itu. "Semoga saja tidak terjadi, aku harap itu hanyalah sebuah firasat saja." Dalam hatinya sangat tidak enak.
Kembali ke lokasi acara.
Saat itu pulang keluar tiga orang pendekar yang memiliki kesaktian yang sangat luar biasa. Ketiga pendekar itulah yang telah membuat mereka tertidur.
"Kita hanya melakukan sesuai dengan perintah Gusti Putri." Ia mengeluarkan senjatanya. "Kita bunuh mereka semua, kamu yang tersisa hanyalah Raden surya biantara saja." Senyumannya terlihat sangat mengerikan dan diisi oleh ambisi yang sangat buruk sebagai ukuran manusia biasa.
"Tapi Gusti Putri mengatakan untuk menyisakan lima orang untuk sebagai saksi nantinya." Salah satu dari mereka masih ingat dengan pesan itu.
"Ya." Ia maju duluan. "Lima orang sisanya itu akan menjadi saksi atas apa yang telah dilakukan Raden surya biantara." Ia malah terkekeh. "Kita rasuki pikiran mereka agar menyaksikan itu dengan sangat baik adegan indah itu nantinya." Ia semakin terlihat menyeramkan. "Aku sudah tidak sabar lagi untuk membunuh mereka semua."
"Kau ini sangat tidak sabaran sekali." Temannya malah tertawa melihat Darka yang sangat bersemangat.
"Kalau begitu mari kita lakukan dengan segera, jangan sampai ada celah yang nantinya akan memberatkan kita semua." Tumba menyiapkan senjatanya. "Jangan sampai ada orang luar yang melihat ini."
Pada malam yang sangat sadis itu mereka bertiga melakukan hal yang sangat tidak manusiawi sama sekali. Mereka yang saat itu melakukan pembunuhan massal. Apakah yang akan terjadi kepada mereka semua?. Apakah akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan setelah malam berlalu?. Simak dengan baik kisah ini.
...***...
Di istana.
Entah kenapa pada saat itu ia merasakan hal buruk telah terjadi kepada anaknya. Suasana hatinya sangat tidak tenang sama sekali, bayangan anaknya yang selalu menghantui pikirannya.
"Kenapa ibunda terlihat sangat sedih? Apakah ibunda sedang memikirkan raka surya biantara?." Raden Sahardaya Biantara melihat raut wajah ibundanya yang berbeda dari yang tadi.
"Entah kenapa ibunda merasakan hal buruk sedang terjadi kepadanya." Perasaanya semakin tidak karuan. "Ibunda merasakan jika ia sedang mengalami kesulitan." Raut wajahnya terlihat semakin sedih.
"Ibunda jangan berpikir seperti itu." Ia mencoba untuk menenangkan ibundanya. "Kasihan Raka saat ini yang sedang berada di luar istana, jika ibunda memikirkan hal yang buruk tentang raka." Ia hanya tidak ingin ibundanya terlihat sedih.
"Maafkan ibunda jika seperti itu." Ratu Saraswati Tusirah mencoba menenangkan perasaanya. "Tapi apanya yang dirasakan saat ini sangat menyakitkan rasanya, gambaran itu dayang begitu saja tanpa ibunda kehendaki." Perasaan itu semakin membuncah ketika ia memikirkan anak sulungnya itu.
"Tenanglah ibunda." Raden Sahardaya Biantara kemabli mencoba untuk menenangkan ibundanya. "Semuanya akan baik-baik saja, lagi pula raka surya biantara adalah pendekar yang sangat hebat." Ia sangat yakin dengan itu. "Jika ada sesuatu yang terjadi kepadanya? Raka akan mengatasinya dengan baik, ibunda harus percaya dengan itu." Dengan perlahan-lahan ia menjelaskannya, supaya Ratu Saraswati Tusirah tidak sedih lagi.
"Ya, ibunda juga berharap seperti itu." Hatinya saat itu masih cemas. "Ibunda sangat berharap jika nanda surya biantara akan baik-baik saja." Dalam hatinya merasakan kecemasan yang sangat berlebihan tentang anaknya Raden Surya Biantara.
...****...
Di malam yang sepi itu.
Seorang wanita cantik sedang memandangi langit malam yang sangat kelam, cahayanya seakan redup tidak ada penerangan sama sekali, bahkan bintang dan bulan seakan-akan enggan untuk menampakkan dirinya.
"Malam yang sangat sepi, tanpa bintang dan bulan aku seperti sedang kehilangan cahaya yang sangat tenang." Dalam hatinya seakan-akan sedang membacakan sebuah syair yang menggambarkan bagaimana suasana hati dan malam itu. "Aku selalu memikirkan kekasihku yang jauh dariku, berada di genggaman tangan orang lain, betapa sakitnya hatiku ketika aku melihatnya tersenyum bahagia." Saat itu pula ia merasakan emosi jiwa ketika hatinya kembali membacakan kalimat ungkapan syahdu goresan luka. "Sedangkan aku terluka dengan perasaan hampa, bahkan dia tidak menyadari jika aku sangat mencintainya lebih dari apa yang ia bayangkan, namun sayangnya cahaya rembulan ku tak cukup terang untuk menyentuh tanah yang tebal sehingga ia lebih memilih rumput liar karena akarnya menyatu dengan bumi." Perasaan emosi jiwa itu semakin kuat membara di relung hatinya.
"Apa yang kau lakukan di tengah malam seperti ini putriku? Apakah kau sedang ingin menikmati angin tidak segar ini?." Seorang laki-laki hampir setengah baya mendekati anaknya yang tampak rundung.
"Ayahanda?." Lamunannya buyar ketika ia melihat ayahandanya mendekatinya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau masih berada di sini? Apakah kau cemas padanya?." Ia usap rambut anak gadisnya dengan lembut. "Jika kau masih sayang padanya? Artinya percuma saja apa yang telah kita rencanakan." Matanya menangkap raut wajah anak gadisnya terlihat sedih.
"Aku hanya mengungkapkan rasa sakit hatiku saja ayahanda, orang bodoh seperti Raden surya biantara tidak dapat menyadari betapa besarnya rasa cintaku padanya." Saat itu juga raut wajahnya terlihat sangat kesal. "Aku sangat kesal kepada lelaki seperti itu ayahanda."
"Ahaha! Kau ini sangat aneh sekali, kau ini benci atau cinta padanya?." Ia malah tertawa mendengarkan ucapan anaknya.
"Ayahanda jangan tertawa, aku sangat kesal." Ia bahkan menggembungkan kedua pipinya sebagai ungkapan rasa kesalnya.
Lelaki setengah baya itu semakin tertawa kuat melihat tingkah anaknya yang seperti itu.
...***...
Sementara itu di alam bawah sadar Raden Surya Biantara.
Pada saat itu ia seperti sedang memegang pedang yang sangat tajam, tubuhnya seakan-akan sedang dikendalikan oleh seseorang yang memiliki ilmu tenaga dalam yang sangat tinggi. Pada saat itu ia seperti sedang melakukan hal yang sangat tidak manusiawi sama sekali. Dengan tangannya yang sangat kejam itu ia membunuh siapa saja yang ia temui.
"Kanda! Apa yang telah kanda lakukan?." Suara itu adalah suara yang sangat ia kenali.
"Dinda? Kau di mana?." Suara Raden Surya Biantara terdengar bergetar ketika itu. "Dinda di mana?." Hatinya merasakan sakit yang tidak biasa.
"Kenapa kau melakukan hal yang sangat keji padaku kanda? Apa salahku? Apa salah putri kita? Apakah kau telah merencanakan ini semua?." Suara Putri Jayanti Latsmi terdengar sangat marah.
"Apa yang kau katakan dinda? Aku sama sekali tidak mengerti dengan apa yang kau katakan." Entah kenapa saat itu ia menangis karena bingung dengan apa yang ia hadapi sebenarnya.
"Kau masih bertanya kanda? Apakah kau tidak bisa melihat dengan jelas apa yang telah kau lakukan padaku? Juga terhadap putri kita kanda?!." Kemarahan itu semakin besar ia keluarkan.
"Dinda." Raden Surya Biantara mencoba melihat dengan lebih fokus lagi untuk melihat, karena pandangannya saat itu sedang gelap, seperti sedang ditutupi sesuatu yang sangat menyakitkan hati ketika berada di kegelapan malam.
Deg!.
Raden Surya Biantara sangat terkejut melihat keadaan istrinya yang sangat mengenaskan, matanya yang perlahan-lahan melihat istrinya bersimbah darah.
"Tega sekali kau melakukan itu kepadaku kanda! Kenapa kamu bunuh anak kita? Apa salahnya sehingga kau membunuhnya?." Dengan perasaannya sangat sakit luar biasa iya menanyakan itu kepada Raden Surya Biantara. "Terkutuk kau Raden surya biantara!." Rasa sakit yang sangat luar biasa ia rasakan kala itu.
"Aku." Raden Surya Biantara sama sekali tidak mengerti dengan apa yang telah ia alami. "Apa yang telah aku lakukan?." Dalam hatinya tidak bisa memikirkan apapun, hatinya sangat sakit, kepalanya juga berdenyut sakit. Raden Surya Biantara tidak bisa memikirkan apa yang telah ia lakukan pada istrinya.
"Kau akan dikutuk oleh dewata agung karena telah melakukan hal yang sangat keji! Kau bukan manusia! Kau iblis! Aku sangat menyesal karena telah mencintai iblis seperti kau!." Teriaknya dengan penuh amarah.
Deg!.
Raden Surya Biantara sangat terkejut dengan apa yang ia dengar, namun saat itu ada gejolak kemarahan di dalam hatinya. Amarah yang tidak bisa ia rasakan, hasrat tidak baik itu telah muncul begitu saja.
"Akan aku bunuh kau!." Saat itu Raden Surya Biantara merasakan gejolak yang aneh di dalam tubuhnya, sehingga tanpa berpikir panjang lagi ia telah menebas tubuh istrinya itu dengan menggunakan pedang yang berada di tangannya.
Cekh!.
Darah merah kental menyiprat ke tubuhnya ketika ia menebas tubuh istrinya, padahal kondisi Putri Jayanti Latsmi saat itu telah terluka parah, namun karena tebasan pedang yang kuat itu?.
"Kau ada seorang pembunuh! Suatu saat nanti kau akan dibunuh oleh orang yang mencintaimu."
Ucapan itu terdengar seperti sebuah kutukan baginya, tapi apakah ia tidak mengetahui jika Raden Surya Biantara sebenarnya sangat ketakutan dengan apa yang telah ia lakukan saat itu. Hingga saat itu ia terbangun dari tidurnya?. Namun saat itu ia melihat banyak mayat yang bergelimpangan di sana. Jantungnya berdekap dengan sangat kencang melihat pemandangan yang mengerikan itu. Hatinya sangat hancur melihat kejadian yang sangat mengerikan itu.
"Aku tidak peduli dengan semuanya, tanganku telah berdarah, aku yakin ini hanyalah sebuah mimpi." Raden Surya Biantara merasa itu hanyalah sebuah mimpi. "Aku pasti akan bangun dari mimpi buruk ini, keluargaku pasti akan baik-baik saja." Hatinya sangat sakit, dan ia tidak bisa menahan perasaan sakit itu.
...***...
Kembali ke istana.
"Ibunda." Raden Sahardaya Biantara mencoba mencoba memberanikan dirinya. "Kalau begitu ananda yang akan bertanya kepada ibunda." Entah kenapa ia ingin mengetahuinya.
"Memangnya apa yang akan ananda tanyakan kepada ibunda?." Dalam perasaan yang sedih?. Raut wajahnya terlihat kebingungan ketika melihat anaknya yang ingin bertanya?. "Semoga saja bukan pertanyaan berat sehingga ibunda tidak bisa menjawabnya." Mungkin hanya seperti itu yang ia balas.
"Ada sebuah kabar yang nanda dengar dari beberapa tukang gosip yang berada di istana ini." Ia terlihat sangat serius. "Sebenarnya dahulu raka ingin menikah dengan putri dari senopati rangga bumi? Tapi tidak jadi, karena raka memilih nimas jayanti latsmi yang merupakan putri dari raja pusara angin, apakah kabar itu benar ibunda?." Itulah yang ia dengar.
"Kabar yang seperti itu memang cepat berada di kalangan istana." Ratu Saraswati Tusirah menghela nafasnya. "Banyak yang menyebarkan kabar yang buruk tentang raka mu itu, bahkan tidak segan-segan mengakui dirinya sebagai istri dari raka mu." Keluhnya.
"Ternyata raka sangat luar biasa sekali." Antara kagum dan resah, mungkin itulah yang ia rasakan. "Tapi kabar yang sangat meresahkan itu, jika raka ingin menguasai kerajaan ini ibunda."
"Kabar burung itu memang selalu datang mengenai raka mu itu." Ratu Saraswati Tusirah semakin resah. "Mereka yang selama ini tidak menyukai kita? Tentu saja akan mencari celah untuk membuat kita terlihat bersalah."
"Ya, ibunda benar." Raden Sahardaya Biantara mengerti itu. "Mereka yang membenci kita akan mencari semua kesalahan yang kita miliki ibunda."
Malam itu malam yang sangat panjang bagi Ratu Saraswati Tusirah, dan putranya Raden Sahardaya Biantara. Banyak hal yang mereka ceritakan pada malam itu, banyak cerita yang keluar begitu saja antara keduanya untuk melepaskan kerinduan yang ada di dalam hati mereka.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments