5

Hari yang paling ingin dihindari oleh Hansen dan Vanya akhirnya tiba, yaitu hari dimana Zia dan Chandra akan melangsungkan pernikahan.

Beberapa saat lalu ikrar nikah sudah dibacakan, hingga kedua orangtua itu telah resmi menjadi sepasang suami dan istri yang juga turut membuat hubungan Hansen dan Vanya tersambung menjadi saudara.

"Selamat Hans, kini dia resmi menjadi saudaramu," batin Hansen mengejek nasibnya sendiri. Ia tertawa miris, menyaksikan Vanya yang menjadi pengiring pengantin dibelakang tubuh Mamanya.

Jika bisa, Hansen ingin pergi dan angkat kaki dari acara sakral tersebut, tapi lagi-lagi kebahagiaan ibunya menjadi taruhannya. Hansen tak mau mengecewakan sang Mama, hingga keadaan itu membuatnya harus bertahan dengan perasaan berkecamuk yang sulit untuk dijabarkan.

"Sebenarnya lo kenapa, Bro? Gue rasa ini ada kaitannya sama pernikahan nyokap lo, tapi sampai hari ini lo gak bilang ke gue apa masalahnya," celetuk Fero yang ikut menghadiri pesta pernikahan Mama dari sahabatnya tersebut.

Hansen berdecak, kemudian mengendikkan dagu ke satu arah dimana Vanya berada membuat atensi Fero kini teralih pada gadis cantik itu.

"Lo tau dia, kan?" tanya Hansen pada Fero, berharap Fero memahami keadaannya sekarang.

Fero malah menggeleng. "Gak tau gue. Emang siapa tuh cewek?" ucapnya balik bertanya. "Cantik juga ya," lanjutnya kemudian.

Tangan Hansen langsung menempeleng kepala Fero saat itu juga.

"Itu Vanya, Kambing!" kesal Hansen.

Fero mengucek matanya, lalu menyadari jika gadis yang dimaksud Hansen adalah salah seorang adik kelas mereka. Ia tidak mengenalinya karena penampilan gadis itu tampak berbeda.

"Eh, beneran itu Vanya anak 11 IPA 2?"

Hansen pun mengangguki perkataan sahabatnya.

"Serius? Dia kan yang dulu ngirim surat cinta ke lo pas masa orientasi sekolah, kan?" ledek Fero kemudian.

Hansen tersenyum miring menanggapinya.

"Terus kenapa dia bisa ada di pesta pernikahan nyokap lo?"

"Dia anaknya Om Chandra," jawab Hansen akhirnya.

Mata Fero langsung terbelalak. "Serius lo? Jadi, lo sama Vanya sekarang saudaraan, dong!"

"Huum," sahut Hansen malas.

"Terus masalahnya dimana?" Fero kembali ke pertanyaan awal. "Jangan bilang kalo lo naksir sama cewek yang udah jadi adik tiri lo?" sambungnya tepat sasaran.

Kali ini Hansen tak menjawab, ia diam dan Fero sudah bisa menyimpulkan segalanya. Meski Hansen adalah orang yang tertutup dan tidak pernah mengatakan hal-hal mengenai perasaan kepadanya sebagai seorang sahabat, tapi Fero bisa menilai sikap diam Hansen, sehingga kali ini dugaannya mengenai hal yang tadi ia ucapkan pasti tidak salah lagi.

"Serius lo suka Vanya?" desak Fero akhirnya.

"Hmm, dan pernikahan ini buat gue harus berusaha ngelupain dia," kata Hansen mencoba realistis.

Fero malah menahan tawa, ia menutup mulutnya yang hampir meledakkan suara.

"B*go! Justru dengan begini lo bisa makin dekat sama dia! Manfaatin keadaan, bro!"

"Maksud lo?" Kini Hansen menatap Fero sepenuhnya, padahal tadi mereka bicara tanpa memandang satu sama lain dan justru tampak memindai sekitar sembari memperhatikan Vanya yang menjadi topik pembicaraan keduanya. Dan memang, posisi mereka bisa dikatakan aman untuk membicarakan gadis itu sembari melihat gerak-geriknya diujung sana.

"Gini ya, lo sama Vanya itu cuma saudara sambung alias tiri. Tiri, Bro!" tekan Fero mengingatkan Hansen.

"Tapi tetap aja sekarang gue sama dia jadi sodaraan!" keluh Hansen malas.

"Ya tapi gak ada salahnya lo coba!"

"Gila lo!"

Fero malah berdecak. "Ya itu sih terserah lo, kalo lo mau jadi kakak yang baik ya udah lo ikuti arus nasib, tapi kalo lo mau jadi lelaki sejati, gak ada salahnya lo pertahanin apa yang membuat lo bahagia. Toh, nyokap lo udah nikah sama Om Chandra, kan? Jadi, ini gak akan ngaruh sama kebahagiaan nyokap lo lagi."

Hansen tidak terlalu memasukkan omongan Fero ke dalam hati, menurutnya saran Fero hanya bisa untuk didengar bukan untuk diikuti. Meski benar jika dia nekat pun tidak akan mempengaruhi kebahagiaan sang Mama yang sudah menikah sekarang, tapi Hansen tau jika itu akan berdampak pada nama besar keluarga yang akan malu karena tindakannya yang gegabah dan Hansen masih memikirkan hal itu.

...****...

"Aku udah bilang kalau aku gak mau tinggal sama Mama di rumahnya Om Chandra, Ma!"

Seperti yang Hansen perkirakan, seusai pesta yang diadakan disalah satu hotel ternama itu, Hansen akan berdebat dengan Zia terkait tempat tinggalnya.

Zia meminta anaknya untuk ikut tinggal bersama sebagai keluarga dikediaman yang sudah Chandra sediakan. Sementara hal itu berbanding terbalik dengan keinginan Hansen yang mau tetap tinggal dikediaman mendiang Ayahnya.

"Hans, tolong dengerin mama, kita udah jadi satu keluarga yang utuh. Kamu ingat gak, dulu kamu pernah bilang mau punya papa baru biar hidup kita lengkap. Tapi sekarang kamu gak mau tinggal bersama-sama," mohon Zia dengan suara melirih.

"Aku tau tapi itu dulu, Ma. waktu aku masih kecil. Sekarang aku udah besar dan gak bisa terus ngikutin kemana mama tinggal. Mama udah punya keluarga baru dan aku gak memaksa untuk ikut masuk didalamnya," jawab Hansen.

Zia malah menangis mendengar penuturan putranya.

"Mama mau kita berkumpul, Hans. Dengan mama menikah lagi bukan berarti Mama akan meninggalkan kamu. Kamu bagian dari diri mama dan kamu harus ikut sama mama. Lagipula, kamu masih usia sekolah dan masih layak untuk tinggal bersama orangtua."

"Aku udah legal, Ma." Hansen merujuk pada umurnya yang sudah 17 tahun. "Bentar lagi aku juga bakal lulus SMA," sambungnya memberi Zia pengertian.

"Mama mohon, apa kamu tega ngebiarin mama khawatir sama kamu setiap saat? Lagipula, rumah peninggalan Ayah kamu ini bakal ditempatin sama Tante Dona."

Tante Dona adalah adik dari mendiang Ayah Hansen. Dia juga baru menikah dan hidupnya perlu disokong, untuk itu Zia membantu meringankan dengan memberi izin tinggal karena Dona baru akan pindah ke kota ini beberapa hari lagi.

"Kalau gitu aku tinggal bareng Tante Dona dan suaminya aja disini," kata Hansen yang malas harus tinggal seatap dengan Vanya.

"Hans ..." Wajah Zia tampak memelas sekali, ia tidak rela berpisah dengan anaknya hanya karena memiliki keluarga yang baru. "Kalau tau begini, lebih baik sejak awal Mama gak usah menikah lagi. Pilihan kamu seolah-olah membuat mama menukar diri kamu dengan keluarga yang baru," ucap Zia tersedu-sedu.

Hansen tak tega melihat sang Mama, apalagi mendengar ucapan Zia yang sepertinya penuh penyesalan. Hansen hanya mau ibunya bahagia jadi sepertinya Hansen harus mengalah sekarang.

"Baiklah, Ma. Aku bakal ikut mama tinggal di rumah yang udah disediakan sama Om Chandra."

"Makasih ya, Sayang."

Zia memeluk tubuh Hansen yang terduduk, meski Hansen tidak merespon pelukannya tapi Zia bersyukur karena Hansen masih mau mendengarkan keinginannya.

Dalam hati, Hansen hanya bisa merutuki diri sendiri.

"Oke, welcome to new life," batin Hansen yang membuatnya tersenyum miris.

...Bersambung ......

Dukung karya ini terus ya. Tinggalkan komentarnya guys💚

Terpopuler

Comments

Arsyila Alfatun Nisa

Arsyila Alfatun Nisa

tetep smangt ya kk.

2023-05-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!