5

Malam hari Tasya mengeluarkan semua isi perutnya yang terasa seperti di aduk-aduk. Raya dengan sigap membantu sang Kakak dan memberikannya obat. Ibu Lidia naik ke atas melihat kondisi putri pertamanya. Marchel yang belum tertidur pun merasa penasaran dengan apa yang terjadi.

Ayah Effendi terlihat di dapur tengah membuat sesuatu. Marchel pun melangkahkan kakinya menuju dapur melihat apa yang sedang di lakukan Ayah Effendi malam-malam begini.

"Om, ada yang bisa saya bantu?" Marchel.

"Eh, nak Marchel. Maaf mengganggu istirahatnya. Ini Om sedang membuat air tajin untuk Tasya." Ayah Effendi.

"Air tajin?" Marchel.

"Iya. Karena Tasya jika lambungnya bermasalah hanya air tajin yang bisa masuk ke dalam perutnya." Ayah Effendi.

"Apa saya bisa membantu?" Marchel.

"Tidak perlu ini hanya tinggal di tunggu saja." Ayah Effendi.

Marchel pun hanya duduk menemani Ayah Effendi membuatkan air tajin untuk Tasya. Ketika Ayah Effendi menuangkan air tajin ke dalam mangkuk terdengar teriakan Ibu Lidia dan Raya dari atas. Ayah Effendi dan Marchel pun segera berlari ke atas. Terlihat Tasya sudah bergeletak di lantai.

"Astaga Kakak!" Ayah Effendi.

Melihat Ayah Effendi kesulitan menggendong Tasya, Marchel pun berinisiatif membantu Ayah Effendi mengangkat tubuh Tasya yang terkulai lemas di lantai.

"Terima kasih Nak Marchel. Maaf malah jadi merepotkan." Ayah Effendi.

"Tidak apa-apa Om. Saya malah merasa tak enak datang di waktu yang sepertinya tidak tepat." Marchel.

"Tidak. Nak Marchel datang tepat waktu. Nak Marchel jadi bisa membantu Om." Ayah Effendi.

"Raya, kamu ambil air tajin yang Ayah buat tadi di dapur. Ayah melupakannya karena teriakan kalian." Titah Ayah Effendi pada Raya.

Raya mengambilkannya dan memberikannya pada Tasya. Raya menyuapi Tasya dengan telaten. Ibu Lidia menggosokkan obat gosok di telapak tangan Tasya dan kakinya. Marchel begitu tersentuh melihat kehangatan keluarga Tasya.

Natasya nama yang baru di ketahui Marchel saat mobilnya mogok dan wanita yang baru dia lihat dalam keadaan tak baik-baik saja. Keluarga yang penuh kehangatan menerimanya dan putranya. Marchel merasa tidak pantas dirinya berada di sana merepotkan keluarga Tasya.

Ada terselip rasa untuk pergi saja mencari hotel akan tetapi apakah hal tersebut tidak akan menyinggung perasaan Tasya dan keluarganya Marchel pun merasa bingung.

"Apa tidak perlu di bawa ke dokter atau ke rumah sakit Om?" Tanya Marchel.

"Raya seorang dokter Nak. Jadi, semua akan baik-baik saja." Ayah Effendi.

"Wow! Aku tak menyangka jika Raya adik dari Tasya adalah seorang dokter. Pantas saja Raya begitu sigap menangani Tasya." Batin Marchel.

Pagi hari semua berkumpul di meja makan termasuk Marchel. Kedua suster bergabung bersama Bibi di belakang. Daren masih tertidur di kamar. Begitu juga dengan Tasya yang belum bisa turun karena masih lemas.

Saat semua tengah menikmati sarapan terdengar celoteh Daren membuat semua menoleh ke arah tangga karena suara berasal dari tangga. Dan pandangan mereka tertuju pada Daren yang berada dalam gendongan Tasya yang sedang menuruni anak tangga.

"Astaga! Maaf, anakku mengganggumu?" Tanya Marchel menghampiri Tasya dan mengambil putranya.

Huaaa....

Tangis Daren pun pecah kala Marchel mengambilnya dari gendongan Tasya.

"Hei, kamu membuatnya takut." Tasya.

"Maaf, seharusnya kamu beristirahat." Marchel.

"Aku sudah baik-baik saja dan aku yang mengambil bayi ini dari kamar sebelah. Karena aku melihat dia tengah bermain sendiri." Tasya.

Karena tangis Daren kedua suster pun segera masuk dan menghampiri tuannya. Salah satu suster mengambil Daren namun Daren terus menangis dan mencondongkan badannya ke arah Tasya dan juga tangannya yang terus terulur padanya.

"Apa kau yakin kau baik-baik saja?" Tanya Marchel tak percaya karena dirinya melihat secara langsung apa yang terjadi pada Tasya semalam. Kondisinya benar-benar tak berdaya.

"Ya aku yakin." Tasya.

Kedua orang tua Tasya hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya begitu juga dengan Raya.

"Lihatlah Yah Bu. Kakak malah berebut bayi." Raya.

"Naluri seorang perempuan memang seperti itu Dik. Ketika badan kita sakit justru bayi kita seolah memberikan energi yang sangat luar biasa yang akan membuat kita merasa sehat." Ibu Lidia.

"Tapi, itu bukan bayi Kakak Bu." Raya.

"Apa?!" Ucap Ibu Lidia dan Ayah Effendi bersamaan membuat Tasya dan Marchel menoleh ke arah meja makan.

"Maaf, kami mengejutkan kalian." Ayah Effendi.

Marchel dan Tasya pun saling berpandangan tak mengerti apa maksud Ayah Effendi.

"Kalian mengapa begitu terkejut? Apa yang membuat kalian terkejut?" Raya.

"Apa Adik bilang itu bukan bayi Kakak? Apa maksudnya?" Ibu Lidia.

"Ibu Ayah, bukankah bayi itu di bawa tamu kita dan itu bukan putra Kakak. Laki-laki itu juga bukan suami Kakak." Raya.

"Hah!" Ucap Ayah Effendi dan Ibu Lidia kembali bersamaan.

Tasya dan Marchel pun kembali menoleh ke arah meja makan.

"Maaf, maaf. Sekali lagi maaf. Raya mengejutkan kami." Ayah Effendi.

Tangis Daren memecahkan keheningan.

"Berikan padaku." Pinta Tasya pada suster yang menggendong Daren.

Suster melihat ke arah Marchel dan Marchel menganggukkan kepalanya. Seketika tangis Darem berhenti saat tubuhnya kembali kendalam dekapan Tasya. Daren memeluk Tasya seolah takut ditinggalkan.

"Good boy, kita duduk ya." Ucap Tasya pada Daren.

Daren hanya diam menuruti apa yang di katakan Tasya. Tasya pun duduk di samping Raya dan meminta Raya menyuapi makanan ke dalam mulutnya. Dengan sigap Raya pun melakukannya hingga nasi di dalam piring tandas.

"Ayah pergi kerja dulu." Pamit Ayah Effendi.

"Raya ikut Ayah ya. Sore nanti Mas Galih akan menjemput." Raya.

"Baiklah. Ayo nanti Ayah terlambat." Ayah Effendi.

"Ayo, Adik sudah siap kok." Raya.

"Nak Marchel Om tinggal dulu ya. Jika butuh sesuatu tanyakan saja pada Tante atau Tasya jangan sungkan. Atau pada Bibi." Ayah Effendi.

"Iya Om. Paling nanti siang saya pamit ke bengkel dulu Om mau lihat mobil." Marchel.

"Baiklah. Gunakan saja mobil Tasya." Ayah Effendi.

"Tidak usah Om. Saya bisa naik ojek online nanti." Marchel.

"Kau yakin?" Ayah Effendi.

"Tentu yakin Om." Marchel.

Ayah Effendi pun pergi bersama Raya di antarkan oleh Ibu Lidia. Tasya membawa Daren duduk bersama di ruang keluarga. Daren tertawa riang bermain bersama Tasya. Suster pun saling pandang karena Daren tak pernah seceria ini selama mereka mengasuhnya.

"Ma ma ma ma..." Oceh Daren.

"Kau mau makan? Hm... Apa kau sudah boleh makan sayang?" Tasya.

"Ma ma ma ma..." Kembali Daren mengoceh.

Tasya di buat gemas oleh Daren. Rasanya seperti memiliki boneka tapi bisa berbicara. Tasya pun melupakan rasa sakitnya hingga Ibu Lidia membawakan obat untuknya yang membuat Tasya mengingat akan sakitnya.

"Diminum dulu obatnya Kak. Jangan sampai ke asikkan bermain." Ibu Lidia.

"Terima kasih Bu.

🌹🌹🌹

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!