4

Setelah beberapa kali berusaha menemui Tasya tidak berhasil akhirnya Doni hanya bisa pasrah jika hubungannya dengan Tasya kandas. Doni memang benar-benar mencintai Tasya hanya saja sifat play boy nya benar-benar tidak bisa di hilangkan.

Bahkan Galih pun telah memperingatinya hanya saja Doni tak mengindahkannya begitu juga dengan Tasya. Kini keduanya harus rela berpisah karena suatu kesalahan yang sangat fatal. Doni tak mungkin lagi termaafkan dengan kesalahannya.

Dua bulan berlalu setelah perpisahannya dengan Tasya Doni memilih pindah ke kota J meneruskan karirnya. Doni menerima tawaran om nya untuk bekerja di salah satu perusahaan besar dimana Om nya bekerja disana. Hanya saja berbeda devisi.

"Bagaimana pekerjaan kamu baik?" Om Doni.

"Sejauh ini baik Om. Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi." Doni.

"Bekerjalah dengan sungguh-sungguh." Om Doni.

"Baik Om." Doni.

Sementara di kantor Tasya terjadi kericuhan karena Tasya tiba-tiba ambruk begitu saja. Padahal pekerjaannya tak begitu banyak hari ini. Tasya segera di larikan ke klinik oleh rekan kerjanya.

"Astaga! Ayah, Kakak pingsan di kantor sekarang di bawa ke klinik." Ibu Lidia.

"Darimana Ibu tau?" Ayah Effendi.

"Ini Meli teman nya di kantor menghubungi Ibu." Ibu Lidia.

"Ya sudah ayo kita segera ke klinik." Ayah Effendi.

Sampai di klinik Ayah Effendi dan Ibu Lidia di sambut oleh Meli untuk memberikan informasi jika Tasya sekarang sudah baik-baik saja. Tasya hanya kelelahan dan kurang istirahat mungkin karena pekerjaannya yang begitu menyita waktunya beberapa waktu kebelakang.

"Syukurlah kalo begitu. Lalu bagaimana sekarang? Apa memerlukan perawatan?" Ayah Effendi.

"Tidak Om. Tasya sudah boleh pulang. Dan untuk besok Tasya di beri dispensasi oleh perusahaan untuk cuti satu hari agar Tasya bisa beristirahat." Jelas Meli.

"Baiklah. Terima kasih Nak. Klo begitu Om akan mengurus administrasi terlebih dahulu." Ayah Effendi.

"Tidak perlu Om. Kantor telah membayarnya. Sekarang kita ke tempat Tasya saja untuk menjemputnya pulang." Meli.

"Begitu. Terima kasih Nak." Ayah Effendi.

Mereka pun menuju bilik dimana Tasya di rawat. Tasya di berikan cairan infus sebanyak satu lagu untuk pemulihan dan kini selang infus telah di lepas dari tangannya untuk siap pulang. Ayah Effendi memapah putri sulungnya untuk ke mobil di ikuti oleh Ibu Lidia dan Meli juga salah satu staf dari kantor tempat Tasya dan Meli bekerja.

"Terima kasih Mel." Tasya.

"Sama-sama Sya, jaga kesehatan ya." Meli.

"Oke." Tasya.

Sampai di rumah Tasya pun beristirahat. Raya datang terburu-buru setelah mendengar Kakaknya sakit dari Ibu Lidia. Raya yang sedang bertugas tidak dapat meninggalkan pekerjaannya.

"Kakak, bagaimana keadaan Kakak Bu?" Tanya Raya saat dirinya masuk ke dalam rumah dan mendapati Ibu nya.

"Sudah lebih baik. Kakak tengah beristirahat sekarang." Ibu Lidia.

"Syukurlah. Raya ke atas dulu bu." Raya.

"Iya. Tapi, jangan ganggu Kakak mu ya." Ibu Lidia.

"Iya Bu." Raya.

Raya pun menemui Kakaknya yang tengah meringkuk di atas tempat tidurnya. Raya memeluk Tasya yang tengah tertidur. Raya dan Tasya memang saling mengasihi. Keduanya tak pernah bertengkar besar hanya percikan-percikan kecil kesalahpahaman.

Saat Raya memeluk Tasya terdengar dering ponsel milik Tasya mengusik tidurnya. Tasya pun menggeliat dan Tasya merasakan pelukan Raya.

"Adiik,, ponsel Kakak bunyi." Ucap Tasya yang tau pasti adiknya lah pelaku yang memeluknya.

"Biarkan saja Kak. Kakak perlu istirahat." Raya.

"Adik,,, ih kebiasaan. Lepas. Kakak bisa sesak ini." Tasya.

Namun Raya tetap diam memeluk Tasya. Dering ponsel Tasya pun kembali berdering dan lagi-lagi Tasya mengabaikannya karena ulah Raya sang Adik. Setelah dering ke tiga akhirnya Raya melepaskan pelukannya pada Tasya agar Tasya bisa menjawab panggilannya.

"Kenapa Cha?" Tasya.

"Astaga Natasya,,, Lu kemana sih dari tadi gw telfon ga di angkat-angkat." Cerocos Rosa dari sebrang telfon.

"Apaan sih Cha? Lu kalo mau ngomel-ngomel ntar aja ya gw lagi ga enak badan nih." Tasya.

"Lu sakit Sya? Sakit apa? Lu di rawat? Di rawat dimana?" Berondong Rosa.

"Rosa.... Gw pusing denger lu. Udah apaan lu mau ngomong apa?" Tasya.

"Eh, iya. Sorry, gw panik Sya. Gw mau minta tolong Sya. Itu temennya Mas Gun katanya mobilnya mogok deket situ terus dia bawa bayi gitu sama susternya juga dua orang. Gw mau titip di rumah gw ternyata di rumah lagi rame. Bisa minta tolong tampung dulu ngga?" Rosa.

"Tampung?! Lu kata rumah gw penampungan? Ngga ah, suruh mereka cari hotel aja." Tasya.

"Astaga! Jangan gitu dong Sya. Kasian dia bawa bayi juga." Rosa.

"Lah, kan ada emaknya. Ngapain gw yang repot." Tasya.

Kemudian Rosa pun menceritakan secara singkat jika ibu dari bayi atau istri dari teman suaminya itu pergi begitu saja setelah melahirkan putra mereka. Mereka pun telah bercerai setelah satu bulan usia putra mereka. Sekarang usia bayinya menginjak 5 bulan.

Dengan rasa kemanusiaan Tasya pun mengiyakan saja untuk menampung mereka walaupun Tasya tak pernah mengenalnya sama sekali. Tasya pun meminta ijin pada Ayah dan Ibu nya. Mereka pun mengijinkannya mengingat mereka membawa bayi dan hari menjelang malam. Tak ada hotel juga di dekat rumah mereka.

Tak lama mereka pun datang dengan menggunakan taksi online. Satu orang pria dewasa dan dua orang wanita berseragam suster dan salah satunya menggendong bayi. Ibu Lidia menyambut kedatangan mereka bersama dengan Ayah Effendi.

"Maaf, permisi Om, Tante. Benar ini rumah Natasya?"

"Iya benar." Ayah Effendi.

"Saya Marchel Delamo teman dari Guntur. Saya di beri alamat ini oleh istrinya Guntur Rosa." Terang Marchel.

"Iya silahkan masuk, saya Effendi Ayah dari Natasya dan ini istri saya Lidia. Tasya sudah mengatakannya pada kami. Hanya saja kami mohon maaf Tasya belum bisa menemui kalian karena kesehatannya sedang kurang baik." Ayah Effendi.

"Terima kasih Om. Wah, saya jadi merepotkan Anda." Marchel.

"Tidak, tidak ada yang di repotkan. Ayo mari silahkan masuk. Kasian bayinya terlalu lama di luar." Ibu Lidia.

Mereka pun masuk ke dalam. Ibu Lidia menunjukkan kamar yang bisa mereka tempati. Satu kamar di bawah dan satu kamar di atas. Karena di atas terdapat kamar Tasya dan Raya jadi Marchel menempati kamar di bawah dan dua orang suster dan bayi Marchel di atas.

"Biar Daren tidur dengan saya saja Sus. Takutnya tangisan Daren akan mengganggu istirahat Natasya." Marchel.

"Tidak Nak Marchel. Tangisan bayi mu tidak akan mengusik tidur Tasya." Ibu Lidia.

"Owh! Baiklah Tante." Marchel.

"Berapa usianya?" Ibu Lidia.

"Baru 5 bulan Tante." Marchel.

"Kemana Mama nya?" Ibu Lidia.

"Kami telah pisah Tante. Mama Daren lebih memilih hidupnya sendiri." Marchel.

"Maaf jika pertanyaan Tante kurang sopan." Ibu Lidia.

"Tidak masalah Tante. Bukan hanya Tante semua selalu bertanya akan hal itu." Marchel.

"Kalian dari mana? Bagaimana apa mobilnya sudah di tangani?" Tanya Ayah Effendi mengalihkan pembicaraan.

"Saya baru saja menghadiri acara peresmian usaha milik teman di kota B. Namun tiba-tiba di jalan tadi mobil saya berhenti mendadak dan tidak bisa di nyalakan lagi." Marchel.

"Kamu terbiasa membawa putramu?" Ayah Effendi.

"Baru ini Om. Ini karena tempatnya nyaman untuk bayi jadi saya bawa Daren." Marchel.

"Bagaimana dengan mobilnya?" Ayah Effendi.

"Sudah di masukkan ke bengkel Jo Om. Dan menurut montirnya perlu waktu mungkin besok atau lusa baru bisa di ambil." Marchel.

"Apa tidak masalah buat mu? Bagaimana pekerjaan mu?" Ayah Effendi.

"Saya bisa bekerja dari manapun Om. Hanya saja saya tidak enak kepada Om dan keluarga yang harus di repotkan dengan kehadiran kami." Marchel.

"Tidak masalah. Tinggal saja. Di buat nyaman saja ya. Maaf seadanya saja ya." Ayah Effendi.

"Terima kasih Om." Marchel.

🌹🌹🌹

Terpopuler

Comments

Daffa

Daffa

jodohnya tasya sdh terlihat

2023-05-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!