Awalnya, Carlos begitu senang melihat Irene pergi sendiri tanpa harus sesah payah diusir. Tapi sekarang, dia berubah pikiran. Carlos tidak akan membiarkan wanita itu kabur setelah mendapatkan uang yang sangat banyak dari keluarganya atas pernikahan ini.
Di depan pintu kamarnya, Carlos yang baru selesai mandi dengan rambut yang setengah basah, membuka pintu kamar, lalu keluar sambil memegang ponsel ke telinga. Ia menghubungi ibunya dan memberitahu dia bahwa dirinya tidak bisa kembali ke acara makan malam itu.
"Maaf, Ma! Ini malam pernikahan kami. Aku dan Irene akan —"
"Emh! Ya, ya, ya! Lanjutkan saja ... lanjutkan saja! Ini malam pertama kalian, bersenang-senanglah! Beri kami cucu yang sangat tampan dan cantik, ya! Mama tidak akan mengganggu kalian lagi! Bersenang-senanglah!" ucap Nosi dengan gembira.
Belum juga Carlos menyelesaikan ucapannya, Nosi langsung memotong.
Tapi itu membuat Carlos sangat puas. Ia tidak perlu menjelaskan apapun lagi pada Nosi tentang dirinya dan Irene yang tidak bisa ikut makan malam bersama mereka.
"Baiklah! Aku tutup dulu, Ma! Besok pagi kita bertemu lagi untuk sarapan!"
"Oke! Oke! Tutup saja teleponnya, Mama tidak akan marah, kok!"
Karena ibunya sudah berkata seperti itu, Carlos pun segera menutup teleponnya. Ia berjalan menuju lift, lalu berdiri sambil menunggu pintu lift itu terbuka.
Dari belakangnya, tiba-tiba seseorang datang, lalu menghampiri.
"Tuan!" panggil Sandi dengan napas yang terengah.
Carlos pun segera menoleh ke belakang dan melihat.
"Sandi! Ada apa?" tanya Carlos yang segera mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam lift.
Ia berbalik badan, lalu melihat Sandi yang ingin berbicara dengannya.
"Apa Irene sudah pulang?" tanya Sandi dengan khawatir.
Pasalnya, sebelumnya Irene sudah menelepon Sandi. Dia bilang sedang pergi ke hotel Jingga untuk menemui seorang teman. Irene pun meminta Sandi untuk segera mengirim uang ke rekeningnya—uang jajan untuk hari besok.
"Haha!" Tiba-tiba Carlos tertawa. "Ternyata, kau tahu juga kalau keponakanmu melarikan diri."
"Ja ... jadi, Irene belum pulang?" tanya Sandi dengan ragu.
Baru saja Sandi mendengar dari Nosi kalau Irene dan Carlos sedang melakukan malam pertama di kamar mereka. Sandi pun menjadi bingung. Sebenarnya Irene benar-benar ada atau tidak, di kamar itu?
"Haha!" Carlos kembali tertawa.
Dia ingin marah, tapi segera ditahan. Tidak ada gunanya marah di saat seperti ini.
"Ke mana keponakanmu pergi? Aku akan segera membawanya pulang sebelum Mama menyadari hal itu!" tanya Carlos dengan tegas.
Sandi khawatir dengan perginya Irene. Ia segera memberitahu Carlos ke mana Irene pergi.
"Apa??? Ke ... ke hote? Menemui teman? Teman seperti apa yang dia temui di hotel?" Carlos benar-benar terkejut mendengar ucapkan Sandi tentang keponakannya.
Dikira, gadis lugu itu pergi ke rumahnya atau ke tempat lagi, eh, ternyata malah pergi ke hotel untuk menemui teman.
"Entahlah, Tuan! Tadi Irene menelepon saya, meminta uang untuk ongkos taksi!" jawab Sandi dengan polos sesuai percakapannya dengan Irene.
Namun, itu membuat Carlos semakin terkejut lagi.
"U-uang? Untuk ongkos taksi?"
'Bagaimana bisa? Untuk ongkos taksi saja dia tidak punya! Lalu ... uang dari kami itu dipakai untuk apa? $100.000 itu bukan uang yang sedikit. Apalagi dia hanya gadis kecil yang belum banyak kebutuhan. Apa dia berpura-pura miskin di depan pamannya?'
"Ya, Tuan! Tadi, Irene bilang tidak punya uang untuk ongkos taksi. Jadi saya harus mentransfer ke rekeningnya saat itu juga!"
"Berapa?" tanya Carlos tidak mengerti. Keningnya sampai mengkerut sambil menatap Sandi.
"Lima puluh ribu, Tuan! Itu bekal dari kami setiap hari."
"Sekarang, Anda sudah menjadi suami Irene. Ke depannya, Anda yang harus menanggung semua biaya hidupnya. Termasuk uang jajan dan biaya kuliah!" balas Sandi—tidak tahu malu sedikitpun.
Sandi begitu polosnya berbicara seperti itu pada anak majikannya. Ia tidak melihat, raut wajah Carlos saat ini sudah semakin memburuk.
Tanpa menjawab ucapan Sandi tentang biaya hidup Irene, Carlos segera berpamitan. Ia masuk ke dalam lift, lalu turun lantai ke bawah.
***
Di depan gedung hotel, Irene turun dari dalam taksi, lalu menatap ke atas sambil melihat gedung tinggi di depannya dengan perasaan berat.
Pasalnya, saat ini Irene akan menghadapi sesuatu hal yang sangat besar. Di mana ia akan bertemu dengan kekasihnya dan menjelaskan tentang perjodohannya dengan seseorang.
DING!
Tiba di lantai tempat Noah menginap, Irene keluar dari dalam lift, lalu berjalan menuju nomor kamar yang tadi sudah disebutkan oleh pria itu.
Baru saja Irene akan mengetuk pintu, tiba-tiba pintu dibuka dari dalam. Noah melihat Irene yang terkejut ketika melihat dirinya ada di sana.
"No-Noah?" lirih Irene dengan kaki yang bergetar karena gugup.
Detik berikutnya, Noah menarik tangan Irene, lalu membawanya masuk ke dalam kamar.
BRUK!
Pintu ditutup dengan kasar.
Irene ditekan ke dinding dengan tenaga yang cukup kuat oleh Noah.
"Irene! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau melakukan ini padaku?"
BUKKK!
"Ahhhh!" jerit Irene sambil memejamkan mata.
Noah memukul dinding di samping wajah Irene dengan tinjunya yang begitu kuat.
"Apa yang kau lakukan, Irene? Kau menikah dengan pria lain, padahal kau masih menjadi kekasihku! Kau sungguh keterlaluan!" teriak Noah tepat di depan wajah cantik Irene.
Bahkan, hembusan dari napasnya saat berbicara begitu terasa di wajah Irene.
"Eh ... ke-kenapa kau tahu tentang hal ini?" lirih Irene sambil mendongak, menatap Noah dengan bingung.
Pasalnya, Irene belum menceritakan hal ini pada siapapun. Bahkan pada teman baiknya pun dia belum menceritakannya.
'Dari mana Noah tahu tentang pernikahan ini?'
"Kenapa? Apa kau terkejut, kenapa aku bisa tahu, hah?" tanya Noah dengan marah.
"Brengsek!" Noah pun memaki. Ia belum puas melampiaskan kekecewaan dan kemarahannya karena dikhianati oleh kekasihnya sendiri.
"Irene ... kita sudah berpacaran lebih dari satu tahun. Walau kita LDR, tapi aku selalu meneleponmu setiap hari, mengirimmu pesan singkat setiap hari. Bahkan, aku selalu meluangkan waktu setiap bulan hanya untuk melihatmu! Apa semua itu tidak cukup?" Noah berteriak di akhir ucapannya.
Ia masih mengunci Irene di dinding, tidak membiarkan wanita itu bergerak sedikitpun.
Dalam kemarahannya, tiba-tiba Noah tertawa. Ia menertawakan kebodohannya yang ditinggal pergi—menikah—oleh kekasihnya sendiri.
"Aku tahu ... kau memilih pria ini karena dia kayak, kan? Dia merupakan pewaris kekayaan Button Group! Kau memilih dia karena itu, kan?" Noah kembali berteriak tepat di depan mata Irene.
Mungkin, 5 cm lagi, pria itu akan memasukan wajah mungil Irene ke dalam mulutnya.
"Aishhh! Sial!" Kali ini Noal melepaskan Irene. Ia berbalik badan dan berkacak pinggang sambil menahan kemarahannya.
Dari belakangnya, Irene mencoba menjelaskan, "Bu-bukan, bukan seperti itu! Pernikahan ini karena Paman! Aku dipaksa untuk menikahi pria itu karena dia majikannya Paman. Aku sendiri pun tidak tahu, pria itu siapa dan bagaimana."
"Tapi kau tenang saja! Kami hanya menjalani pernikahan ini selama 1 tahun saja. Setelah itu, kami akan segera berpisah!"
"Bohong!" sergah Noah sambil menoleh ke belakang. Ia menatap Irene dengan mata yang sudah memerah.
"Kau pembohong! Misya bilang, kau menikah karena suka sama suka. Selama ini kau berselingkung di belakangku, kau menghianatiku, Irene!"
"Apa? Mi-Misya?" Irene benar-benar tidak menyangka, Misya yang merupakan sepupunya sendiri tega mengarang cerita seperti itu pada Noah.
Dan, tuduhan itu, membuat Noah memandang jelek tentang Irene.
"Tidak! Itu tidak benar, Misya berbohong padamu! Akuhhh—"
Belum sempat Irene menjelaskan semua yang terjadi pada Noah, tiba-tiba pintu kamar diketuk. Seorang pelayan memanggil Irene atas permintaan seseorang.
"Nona Irene!"
"Apa di dalam ada yang bernama Nona Irene?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Mbr Tarigan
Irene udah kuliah tapi bodoh amat kamu sdh menikah walaupun TDK saling mencintai kamu harus menjaga martabatmu sebagai. wanita yg sdh bersuami sebentar lagi kamu pasti dibantai suamimu baru rasa
2024-07-09
0
marrydiana
,mampir thor, ceritanya menarik. semangat
2024-05-05
0