Seorang gadis tengah berbaring di atas brankar rumah sakit. Kedua orang dewasa hanya menangisinya, entah apa yang terjadi pada gadis itu mereka bersedih seolah akan kehilangan untuk selamanya.
"Jangan menangis," ucap seorang pria pada istrinya.
"Bagaimana aku tidak menangis melihat putriku seperti itu," ujar wanita yang terisak.
"Lukanya tidak parah, jangan terlalu khawatir," sambung pria itu.
"Apa kamu tidak khawatir sedangkan putrimu diagnosa untuk beberapa bulan lagi. Bahkan seorang Dokter sudah bisa menentukan kapan putrimu mati." Wanita itu berbicara dengan nada tinggi.
Pria itu hanya menghela nafas, bukan karena tidak khawatir dia hanya mencoba untuk tenang.
"Bukan untuk pertama kalinya putri kita berbaring di sana. Bertahun-tahun, bahkan tempat ini sudah seperti rumahnya. Dia lebih banyak menghabisi waktu di rumah sakit dari pada di rumah kita. Percayalah putri kita sangat kuat, seorang Dokter tidak bisa menentukan nasib hidupnya. Tiara kita pasti sembuh."
Seorang wanita hanya menatap suaminya. Pandangan mereka tetap fokus pada sang putri yang masih memejamkan mata.
Mutiara Andini itulah namanya, 17 tahun sudah dirinya melewati masa sulit. Penyakit yang diderita membuat hidupnya tidak normal. Setiap hari, hampir setiap waktu yang dia lakukan hanyalah berbaring di tempat tidur.
Teman yang selalu dia temui hanya seorang Dokter dan perawat, tidak pernah memiliki teman apalagi melihat dunia luar. Selama 10 tahun dia hanya belajar di dalam kamar.
Ketika sang Dokter mengatakan hidupnya tidak akan lama lagi Tiara memilih pergi meninggalkan rumah sakit. Dia ingin melihat dunia luar sebelum tiada. Sebebas apakah pergaulan di luar sana sehingga kedua orang tuanya selalu melarang dia untuk pergi.
Namun, apa yang dia dengar dan lihat malam itu hanya sebuah kebisingan. Hingga saat sebuah motor melaju ke arahnya Tiara bingung harus melakukan apa, dia tidak bisa menghindar kepalanya terasa berputar, cahaya lampu menyilaukan matanya. Hingga saat tubuhnya terjatuh Tiara merasa semua itu mimpi.
Dunia luar sangat kejam dan menakutkan. Pantas saja kedua orang tuanya tidak mengizinkannya pergi.
"Sayang lihatlah! Putri kita sudah sadar," kata wanita itu.
"Akan aku panggilkan Dokter." Pria itu berlari ke luar memanggil seorang Dokter sedangkan wanita itu menghampiri Tiara yang masih tercengang menatap atap kamarnya.
"Sayang, ini Mama apa kamu baik-baik saja?" Tiara hanya diam. Bahkan dia tidak merasakan sakit di kepalanya yang kini berbalut perban.
"Apa aku mimpi?" tanya Tiara.
"Mimpi," ucap sang ibu bingung.
"Aku melihat ada cahaya yang menyilaukan, sebuah motor melintas setelah itu aku tidak ingat apa pun." Wanita itu terdiam dia berpikir Tiara tertabrak motor.
"Sudah, jangan mengingat apa pun. Sebentar lagi Dokter akan datang."
Sedetik Tiara menoleh pada sang ibu lalu berkata, "Apa benar hidupku tidak lama lagi? Lalu apa yang harus aku lakukan."
"Siapa yang bilang?" tanya wanita itu.
"Aku mendengar semuanya, Dokter mengatakan itu."
"Dia hanya Dokter bukan Tuhan yang bisa menentukan kapan kita tiada," ujar si wanita.
Tidak berselang lama seorang Dokter memasuki kamar. Tiara kembali diam membiarkan Dokter itu memeriksanya. Namun, pertanyaan yang sama kembali dia tanyakan.
Dokter itu pun diam tidak bisa menjawab apa yang Tiara tanyakan.
"Tiara, kamu salah mendengar. Dokter tidak pernah mengatakan apa pun pada Mama dan papa," kata wanita itu lagi.
"Aku tahu Ma, penyakit yang ku derita sulit disembuhkan. Aku tidak tahu apa hari ini, esok, atau lusa saat itu pasti akan tiba," ujar Tiara.
"Tiara …."
"Tiara hanya sedih, karena tidak bisa menikmati hidup ini. Mama, Papa, jika hidup Tiara tidak lama lagi bolehkah Tiara meminta satu permintaan?" Tatap Tiara pada ibunya.
"Tiara …," ucap Ibunya yang tertahan. Karena suaminya yang menggenggam erat tangannya.
"Katakanlah," ucap Ayahnya. "Apa kamu ingin pergi berlibur atau keliling dunia? Papa dan Mama akan mewujudkannya. Bahkan Dokter tidak akan melarang. Katakan saja kamu ingin pergi kemana kita bisa pergi besok, atau sekarang."
Mereka sudah putus asa. Mungkin mewujudkan impian Tiara adalah hal yang paling penting saat ini. Karena tidak ada kebahagiaan lain selain kebahagiaan putrinya.
"Tiara tidak ingin pergi kemana pun. Tiara hanya ingin … pergi ke sekolah." Hanya itulah yang Tiara inginkan.
Dia ingin merasakan bagaimana kehidupan di sekolah, punya banyak teman, belajar bersama para guru. Dia ingin menjadi anak normal yang bisa merasakan indahnya masa sekolah, memiliki teman yang ceria, bertemu seorang siswa tampan dan masih banyak lagi yang ingin Tiara lakukan. Di banding duduk dan berbaring dalam sangkar.
Tidak ada yang memberi jawaban baik orang tuanya atau pun Dokter.
"Dokter, aku mohon." Tiara memohon yang menangkupkan kedua telapak tangannya.
Mereka bertiga hanya saling pandang. Pada akhirnya mereka mengizinkan Tiara untuk sekolah. Namun, sang ibu masih merasa khawatir.
"Dokter, apa itu tidak terlalu bahaya?" tanya ibunya pada Dokter.
"Selama Tiara bisa menjaga diri semua akan baik-baik saja. Kalian bisa daftarkan Tiara ke sekolah swasta milik temanku, dia pasti bisa menjaga Tiara juga," jawab Dokter.
"Tapi Tiara, ingin kita merahasiakan penyakitnya."
"Mungkin kita akan merahasiakan dari para siswa tapi tidak dengan para guru. Mereka harus tetap tahu keadaan Tiara. Aku akan menghubungi temanku dulu," ucap Dokter itu lalu melangkah pergi.
***
Hari ini Tiara terlihat ceria melihat wajahnya pada pantulan cermin. Dia merasa bangga karena bisa memakai seragam sekolah.
"Mama, apa aku terlihat cantik?" tanya Tiara pada ibunya.
"Tentu. Putri Mama sangat cantik. Sayang, kamu harus ingat."
"Mama jangan khawatir Tiara bisa jaga diri."
"Entah kenapa Mama sangat cemas. Kamu harus ingat jangan terlalu capek, jangan ikut pelajaran olah raga."
"Ma, biarkan Tiara melakukan apa yang tidak pernah Tiara lakukan. Tiara mohon tetap merahasiakan penyakit Tiara. Tiara tidak ingin mereka mengasihani ku karena penyakit itu."
"Tapi Tiara …."
"Tiara akan jaga diri. Tiara ingin merasakan seperti orang normal tanpa penyakit." Susan hanya bisa mengangguk, menyetujui keinginan putrinya.
Kapan lagi dia akan melihat Tiara tersenyum bahagia seperti saat ini. Semoga Tuhan, mengubah takdir hidup putrinya.
Tiara menatap takjub bangunan megah di depannya. Sekolah swasta paling besar di kotanya bahkan jarak gerbang menuju kelas sangat jauh. Namun, itu terlihat menyenangkan apalagi sambil bercanda bersama teman.
Dibalik kebahagiaannya itu dia merasa gelisah, entah Tiara akan mudah bergaul dan mendapatkan teman. Dia tidak tahu seperti apa mereka semua.
"Mama, Tiara akan turun," ujar Tiara.
"Ingat pesan Mama," ucap Susan khawatir.
"Jangan khawatir. Tiara akan baik-baik saja."
"Tunggu dulu," tahan Susan ketika Tiara hendak turun. "Apa kamu membawa obat? Itu tidak boleh tertinggal. Dan jika kamu merasa sakit bilang pada gurumu atau pergi ke UKS, kamu bisa hubungi Mama."
"Tiara mengerti. Tiara masuk dulu."
Tiara turun dari mobil berjalan memasuki sekolah. Banyak pasang mata yang melihat ke arahnya bukan karena penampilannya, tapi karena wajahnya yang terlihat pucat.
"Siapa dia?" tanya seorang siswi berkacamata.
"Mungkin anak baru," jawab temannya.
"Dia terlihat cantik tapi … begitu pucat," ujar siswi berkacamata lagi. "Apa dia vampir?" tanyanya.
"Aish … kamu sangat konyol," tegur temannya. "Apa kita hidup dalam film, tidak ada vampir dalam dunia nyata."
"Aku hanya mengira," jawab siswi berkaca mata.
"Apa kita samperin saja?" ajak temannya. Mereka pun menghampiri Aileen yang sedikit bingung mencari kelas.
"Hai, apa kamu anak baru?" tanya siswi itu.
Aileen masih diam. Dia terus menatap kedua wajah siswi di depannya. Satu siswi berkaca mata, dengan dua kuncir yang menghiasi rambutnya. Dan satu siswi feminim terlihat dari penampilannya yang pandai merias wajah dan rambut indah yang terurai.
"Halo! Apa kamu bisa bicara?" teguran siswi feminim itu membuyarkan lamunannya.
"Ah, iya."
"Dia sepertinya merasa gugup," ujar gadis berkaca mata. Lalu memperkenalkan dirinya. "Namaku Mytha." Katanya yang mengulurkan tangan.
"Aku Tiara," jawab Tiara.
"Wah, nama yang indah," ucap Mytha
"Terima kasih," ucap Tiara.
"Kenalkan namaku Zyana kamu bisa panggil aku Zy, cewek terpopuler dan tercantik di sekolah ini." Zy, begitu percaya diri.
"Kamu masih saja berharap cewek terpopuler. Mendekati TCK saja tidak bisa."
"T-C-K?" tanya Tiara heran.
"Trio cowok keren," jelas Mytha.
"Oh." Ternyata itu sebuah panggilan. Tiara pikir bahasa gaul yang tidak dia mengerti.
"Wah, TCK! … Gio!" Semua siswi berlari ke arah Gio yang baru memasuki sekolah. Mereka begitu histeris seperti bertemu seorang idola. Tiara hanya menatap bengong karena dia tidak mengenal pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments