Badboy Untuk Tiara
Suara bising kenalpot memenuhi jalanan sepi di malam ini. Para pemuda geng motor sedang melancarkan aksinya. Balapan sudah menjadi kebiasaan bagi mereka, tidak peduli mengganggu ketenangan warga atau pun polisi yang sering kali datang untuk mengamankan. Yang terpenting adalah kebebasan dan kesenangan.
"Gio, siap!" teriak seorang wanita yang mengibarkan bendera.
Pemuda yang di panggil Gio sudah bersiap-siap di atas motor sportnya, kedua tangan mencengkeram kuat pada kedua stang di depannya, menekan dengan kuat rem dan gas.
Mata bulat dan tajam begitu fokus pada jalanan di depannya. Helm fullface tetap melindungi kepalanya. Hingga saat hitungan ke tiga terdengar, motor itu melesat dengan sempurna.
Suara riuh dari para kawan mulai terdengar memberikan semangat pada mereka yang tengah berbalap. Namun, tetap Gio yang paling unggul hingga sebuah motor melesat melewatinya.
"Sial!" umpat Gio.
Tentu saja Gio tidak terima, dia akan terus mengejar hingga posisinya paling depan. Kedua motor itu saling menyelip, mengejar, dengan kecepatan yang paling tinggi. Mata keduanya saling menatap tajam.
Hingga saat Gio hendak berbelok sebuah insiden terjadi, entah dari mana seorang gadis datang menghalangi balapan mereka. Sang teman bisa lolos melewati gadis itu sedangkan Gio nasibnya tidak beruntung sehingga gadis itu tertabrak olehnya.
"Ah, sial!" umpatnya lagi.
Gio menghentikan motornya sejenak lalu melirik ke arah gadis yang tergeletak di atas aspal sana. Gio tidak peduli yang terus melajukan motornya dan meninggalkan gadis itu. Dan Gio tiba di barisan terakhir.
"Gio, kenapa lo bisa kalah?" protes temannya.
"Diam!" bentak Nico
"Gio, lihatlah si angkuh itu jadi menang." Tunjuk temannya pada seorang pria.
"Sudah ku bilang diam. Jika bukan karena gadis itu aku tidak akan kalah," ujar Gio.
"Maksudmu?" tanya temannya.
"Aku menabrak seseorang," jawab Gio.
"Lalu kamu meninggalkannya? Apa gadis itu masih hidup?"
"Entahlah."
"Gio, bagaimana jika ada yang melihat?"
"Sst … sudah ku bilang diam. Jangan terlalu keras nanti ada yang mendengar."
"Kamu yakin diantara mereka tidak ada yang melihat?" Gio melirik pada ke empat teman balapnya. Lalu menghadap temannya lagi.
"Sepertinya tidak. Hanya aku seorang yang melewatinya. Aku pergi dulu." Gio pamit pergi meninggalkan area balap. Dia sangat gelisah memikirkan bagaimana keadaan gadis itu yang sudah ditabraknya.
Namun, ketika Gio kembali gadis itu sudah tidak ada lagi di jalanan.
"Apa ada seseorang yang membawanya?" Pikir Gio yang merasa takut karena gadis itu tiba-tiba menghilang.
****
"Gio!" Panggilan seorang pria.
Langkah Gio terhenti ketika suara bariton sang ayah mengejutkannya. Keadaan rumah yang awalnya gelap kini menjadi terang setelah sang ayah menyalakannya. Pria itu menghampiri Gio yang tidak bergeming dengan satu tangan yang menggenggam helm fullface.
"Apa yang kamu lakukan? Balapan lagi? Tidak bisakah kamu berhenti melakukan hal yang tidak berguna!" Terlihat jelas urat-urat lehernya ketika pria itu meluapkan amarahnya.
Dengan tenangnya Gio menghadap sang ayah. "Lalu apa yang kamu inginkan? Aku seperti ini karena dirimu," kata Gio membuat bola mata pria itu membulat dengan tajam.
Gio melangkah pergi meninggalkan ayahnya yang mungkin sedang menahan amarah.
Nathaniel Gionino Putra, menjadi anak pembangkang dan pemberontak setelah keluarganya hancur dan sang ayah memutuskan untuk bercerai dan menikah lagi.
Merasa sang ayah tidak peduli dan ibu yang juga tidak pernah datang hanya sekedar menanyakan kabar. Gio melampiaskan amarahnya dengan menjalani hidup sesuka hati.
Tidak peduli akan memalukan kedua orang tua atau pun reputasi keluarganya hancur. Sedangkan ayahnya selalu mempedulikan tentang kehormatan keluarga dan dirinya. Tidak pernah menanyakan apa keinginan sang putra, yang selalu menuntut Gio untuk menjadi apa yang dia mau.
Gio memasuki kamar melempar helmnya ke sembarang arah. Lalu melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. Entah kenapa hatinya masih gelisah memikirkan seorang gadis yang sudah dia tinggalkan.
"Ah, sial. Kenapa aku jadi memikirkan gadis itu? Bagaimana keadaannya? Bagaimana jika dia mati? Tidak-tidak, dia tidak akan mati lagi pula aku hanya menyerempetnya saja. Aku harus tenang … gadis itu pasti baik-baik saja."
Gio, menjadi frustasi. Mengingat insiden itu Gio tidak ingin menjadi tersangka karena membunuh seseorang.
"Lebih baik aku pergi mandi. Dari pada harus mengingat gadis itu." Gio pun melangkah pergi menuju kamar mandi.
Namun, bayangan itu tetap saja mengganggu pikirannya, ketika mata terpejam bayangan itu selalu muncul. Baru kali ini Gio merasa takut hingga keesokan paginya Gio melewati jalanan itu lagi sebelum pergi ke sekolah.
Tidak ada tanda apa pun di sana. Jika gadis itu terluka parah mungkin akan ada noda darah yang tertinggal. Apalagi melihat sekeliling jalanan yang sangat sepi. Tidak mau terus memikirkannya Gio, kembali melajukan motornya menuju sekolah.
***
Bangunan besar menjulang tinggi, begitu kuno tapi terlihat megah berada di tengah-tengah tanah yang luasnya menyamai lapangan golp. Para siswa dan siswi akan berjalan sekitar 20 km jauhnya dari gerbang menuju kelas.
Tidak sedikit dari mereka mengendarai motor dan mobil, bukan pamer karena itu sekolah swasta favorit. Hanya anak-anak kalangan ataslah yang bisa memasuki sekolah itu.
Seragam yang berbeda dan elegan melekat pada tubuh mereka, penampilan dan gaya masing-masing siswa mencerminkan dari keluarga mana mereka berasal. Siswa yang masuk karena beasiswa tidak jarang akan mendapatkan bullyan.
"Gio!" teriak seorang siswi ketika melihat motor Gio melintas dihadapannya. Tidak sedikit para siswi di sana mengagumi Gio yang memang cowok terpopuler di sekolah. Yang terkenal dingin dan cuek, tetap saja para siswi selalu mengaguminya.
Gio menghentikan motornya, yang langsung di kerumuni banyak siswa ketika helm fullface itu dilepas.
"Gio, kamu terlihat keren," puji seorang siswi.
"Gio, apa aku terlihat cantik?" tanya siswi lainnya.
"Gio, aku kecewa karena kemarin kamu kalah balapan," ujar siswi itu lagi. Gio menatap malas ketiga siswi itu, dia sangat kesal hingga meninggalkan mereka semua.
"Gio, berikan pesonamu padaku. Aku juga ingin di kerumuni banyak wanita." Gio hanya menggeleng ketika temannya berkata.
"Jika kamu mau, ambil saja mereka semua. Tidak ada yang membuatku tertarik," ujar Gio.
"Eh, Gio tunggu." Siswa itu mengejar Gio yang hendak meninggalkannya. "Gio, bagaimana dengan gadis itu? Ah …!" teriaknya ketika tangan Gio mencengkram kuat kerah kemejanya.
Gio emosi ketika temannya mengungkit masalah semalam apalagi saat di sekolah. Netra tajam itu memindai sekeliling sebelum akhirnya Gio berkata, "Jangan mengatakan hal itu lagi mengerti."
"Sorry … gue hanya ingin tahu." Nico berkata dengan gemetar.
"Entahlah, gue gak peduli. Gadis itu sudah gak ada mungkin dia hanya pingsan lalu bangun dan pergi," ungkap Gio.
"Semoga saja," ucap Nico temannya.
"Jangan katakan lagi mengerti." Tatap Gio dengan tajam.
Ketika hendak melangkah Gio, berpapasan dengan seorang siswa wajahnya tidak kalah dingin dengannya. Tatapan keduanya tidak bersahabat. Siswa itulah yang mengalahkannya semalam.
"Apa lihat-lihat!" tegur Gio.
"Aku pikir kamu ketakutan setelah meninggalkan seorang gadis yang sudah kamu tabrak," ucap seorang siswa, mata Gio terbelalak seketika ternyata siswa itu melihatnya.
"Jangan tegang, aku hanya mengira," ujar siswa itu lalu melangkah masuk ke dalam kelas.
Nico segera menghampiri Gio yang masih mematung. "Apa yang Revan katakan?" Bukannya mendapat jawaban, Nico malah mendapat tatapan tajam.
"Aish, kenapa para gadis menyukai pria dingin sepertinya," ucap Nico setelah Gio melangkah masuk ke dalam kelas.
...****************...
Hai reader selamat datang di karya baru author. Jangan lupa dukungannya like, komentar, dan votenya. Kebetulan karya ini sedang ikut event Badboy semoga kalian suka dengan ceritanya. Jangan lupa subscribe ok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Jeankoeh Tuuk
semoga lebih menarik lagi
2023-11-28
1
Sisca Nasty
Awalnya Uda bagus. Keren ceritanya kak.❤️
2023-06-10
1
erenn_na
hai , Nathaniel, aku mampir nih
2023-04-27
1