"Gio, jaga hubungan baikmu dengan Tiara mengerti. Akan sangat bagus jika kalian menjadi teman dekat."
"Ck. Apa sekarang kamu memanfaatkan ku?"
"Gio!"
"Demi bisnis aku harus menuruti apa maumu. Aku tidak akan melakukan itu."
"Gio!" Baskara terlihat marah ketika Gio berlalu pergi menuju kamarnya.
Gio sangat kesal dia merasa jadi boneka yang harus menurut apa yang ayahnya perintahkan. Bahkan perjodohan yang tidak dia harapkan.
Satu jam yang lalu, makan malam sesama rekan bisnis berjalan lancar. Bahkan Susan dan Danu sangat senang mendengar Gio satu kelas dengan Tiara. Mereka bisa menitipkan Tiara pada Gio.
"Gio jika tidak keberatan bolehkah Tante menitipkan Tiara padamu. Tante tidak tahu bagaimana tingkah teman-temannya di sekolah. Tante hanya ingin kamu melindunginya."
"Tentu saja Gio akan melakukannya." Dengan seenaknya Baskara menjawab. Gio menatap ayahnya kesal yang mengatur hidup sesuka hatinya.
"Tiara berbeda dengan gadis lain itu sebabnya aku sangat mengkhawatirkan Tiara. Gio hanya kamu yang Tante percayai."
"Mama …." Tiara merasa keberatan dia sangat tahu seperti apa sikap Gio di sekolah. Namun, Gio pandai berakting yang tetap tersenyum ramah.
"Tentu Gio akan menjaganya. Seperti seorang pria yang menjaga kekasihnya." Baskara semakin meracau.
"Kekasih?"
"Begini … aku berpikir kita harus menjodohkan putra-putri kita. Dengan begitu tidak ada alasan bagi Gio tidak melindungi Tiara tunangannya."
"Tunangan!" Tiara dan Gio sama-sama terkejut.
"Banyak dari mereka yang menjodohkan putra-putrinya bahkan sejak kecil. Selain memperlancar bisnis juga mempererat kekeluargaan benarkan?"
"Tapi … mereka masih sekolah," ucap Susan.
"Bu Susan, kita tidak harus menikahkan mereka sekarang. Pernikahan akan berlangsung setelah mereka dewasa atau lulus kuliah. Aku berkata seperti ini supaya mereka saling menjaga dan dekat."
Danu dan Susan terlihat berpikir. Sebelum akhirnya Danu berkata, "Kenapa tidak, aku akan tenang jika ada yang menjaga Tiara di sekolah." Jawaban Danu dianggap setuju. Dan mereka sepakat menjodohkan Tiara dan Gio.
"Ah sial! Apa-apaan ini. Perjodohan … tunangan. Laki-laki itu benar-benar … argh!" Gio emosi yang tidak terima dengan perjodohan itu.
Disambarnya kunci motor di atas meja. Gio pergi meninggalkan kamarnya menuju garasi. Suara mesin membangunkan Baskara dan istrinya, pukul 12 malam Gio pergi meninggalkan rumah.
"Mau kemana dia. Anak itu tidak pernah berubah pasti balapan lagi. Sial dia sudah pergi." Baskara terlambat mencegah karena Gio sudah meninggalkan garasi.
"Anak itu tidak berhenti memberontak. Lihat saja apa yang akan saya lakukan." Tangan itu mengepal dengan kuat. Terlihat amarah yang tertahan.
Gio pergi menemui teman-temannya. Seperti biasa di area balap. Hanya itulah satu-satunya kesenangan Gio. Motor sudah di posisi, rem dan gas mulai ditarik, kedua kaki mengoper gigi.
Suara mesin begitu bising mengganggu ketenangan. Asap bau keluar dari bawah motornya menutupi gelapnya malam itu. Gio segera melajukan motornya ketika bendera dikibarkan, jalanan berbelok dan tajam mulai dia putari.
Bayangan itu muncul kembali sehingga Gio tidak bisa mengendalikan diri dan terjatuh.
"Gio!" Teman-teman segera menghampiri, termasuk Revan yang langsung menghentikan motornya.
***
Tidak hanya Gio yang frustasi. Tiara juga mengalami hal yang sama. Perjodohan, pertunangan, usianya masih kecil untuk melakukan hubungan itu. Bahkan Tiara tidak tahu apa hidupnya akan sampai di pernikahan? Orang dewasa tidak pernah berpikir ulang dalam bertindak.
"Apa yang harus aku lakukan. Apa Gio akan marah. Mungkin dia akan membenciku karena dijodohkan dengan gadis penyakitan seperti aku."
Tiara turun dari ranjang berjalan mendekati cermin. Dia melihat sekujur tubuhnya yang menyedihkan. Tubuh kurus, wajah pucat, rambut tipis, dan rontok. Tidak mungkin Gio menyukai wanita sepertinya.
"Gio tidak akan menyukai gadis sepertiku," ucapnya.
"Hm … apa ini? Kenapa terus saja keluar." Tiara segera menahan darah mimisannya dengan tisu. Cairan merah itu akan turun kapan saja tidak pernah tahu waktu.
Tiara segera berjalan memasuki kamar mandi membasuh cairan merah itu. "Sungguh menyakitkan sampai kapan aku bertahan." Tatapnya pada pantulan cermin.
Terkadang Tiara menyerah akan hidupnya. Namun, Tiara juga ingin sembuh dan hidup normal walau itu tidak mungkin.
"Aku harap Gio tidak akan melihatku seperti ini," ucapnya.
***
Pagi ini Tiara akan kembali sekolah. Dia tidak ingin dipanggil gadis pucat yang terpaksa merias wajahnya dengan sedikit makeup. Lipteen pink menutup bibirnya yang kering.
"Tiara … ." Susan menatap heran pada putrinya. Tiara yang tidak merias kini mulai mempercantik dirinya.
"Mama, jangan memandang seperti itu."
"Mama terkesima melihat putri Mama yang cantik ini. Apa karena Gio sekarang kamu mulai pandai merias diri?"
"Itu tidak ada hubungannya." Tiara langsung berbalik pada cermin memoles sedikit pipinya dengan bedak. "Teman-temanku semua pada merias wajah aku hanya ingin tampil cantik seperti mereka. Tidak akan dipanggil gadis pucat lagi," ucapnya yang tertahan.
Beberapa helai rambut tertinggal pada sisir. "Rambutku mulai rontok," ucapnya menatap sedih. Susan segera mengambil sisir itu dari Tiara.
"Rambut rontok hal yang wajar. Mama juga mengalaminya jangan terlalu dipikirkan. Mama akan belikan shampo yang bagus untuk rambutmu," ucap Susan lalu membantu menyisir rambut Tiara.
Setelah selesai mereka turun ke bawah bergabung di meja makan bersama Danu. "Sayang lihatlah putri kita. Tiara pandai merias sekarang."
"Wah, putri Papa sangat cantik. Gio pasti tergila-gila." Danu tertawa renyah.
"Papa berhenti menggodaku. Dan ini tidak ada hubungannya dengan Gio."
"Baiklah, tidak ada hubungannya dengan Gio." Danu dan Susan tersenyum tipis.
Berbeda dengan keluarga Tiara yang penuh ceria di pagi hari. Gio terlihat tegang dan hanya saling diam menatap makanan di atas meja.
Tingkahnya semalam membuat Gio cedera, tangan yang patah dan kepala yang terbentur. Membuat tangannya harus memakai pengais dan gip. Baskara masih menatap tajam putranya itu.
"Lihatlah tanganmu. Itu karena kamu tidak pernah mendengar perkataanku."
"Apa kamu pernah mendengar perkataanku juga?"
"Gio!" Baskara ingin sekali marah jika sang istri tidak menahannya. Hingga dia bisa mengontrol emosinya.
"Mulai sekarang kamu tidak diizinkan memakai motor. Tidak ada kata balapan atau keluar malam kunci motor aku pegang."
"Terus saja mengaturku."
"Ya, aku akan terus mengatur mu karena aku adalah ayahmu. Kamu akan diantar supir hari ini." Gio menendang kaki meja sebagai pelampiasannya. Baskara tidak menghiraukan yang langsung pergi meninggalkannya.
Gio semakin kesal. Bukannya mendapat perhatian tapi malah mendapat hukuman. Terpaksa Gio diantar supir ke sekolah.
"Den, sudah sampai." Gio turun dari mobil dia menolak dibukakan pintu oleh supir. Dalam waktu bersamaan Tiara baru saja sampai bahkan mereka turun bersamaan dan kini saling berhadapan.
Tiara menatap heran pada lengan Gio dan perban di kepalanya. Sedangkan Gio menatap aneh pada wajah Tiara. Baginya Tiara sedikit berbeda pagi ini.
...****************...
Duoble update nih malam ini. Mana dong like dan komentarnya untuk auhtor. Jangan lupa selalu like setelah membaca.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments