Pagi yang penuh drama.

Sarah dan kedua orangtuanya kini duduk bersama di meja makan untuk ritual sarapan pagi. Mamanya memasak bubur ayam untuk menu pagi ini. Smoothies stroberi pun sudah tersedia di meja sebagai pelengkap nutrisi sarapan pagi ini.

Meja makan hening seperti biasanya. Martin, papa Sarah yang selalu memasang wajah dinginnya seakan melarang siapa pun untuk berbicara. Hanya suara sendok dan piring yang sedang beradu yang terdengar menghiasi gendang telinga mereka. Sarah sudah terbiasa akan hal itu dan sepertinya keheningan membuatnya nyaman. Dia jadi bisa meladeni otaknya yang suka olahraga pagi-pagi dengan memikirkan apa saja. Pagi ini dia memikirkan pembicaraanya dengan Demian tadi malam.

Ah, kenapa obrolan bodoh itu masuk dalam pikiranku se pagi ini? Lagian si Demian itu kenapa deh? Apa dia sedang mabuk tadi malam sehingga mengucapkan kalimat yang tidak masuk akal? Awas saja kalau pagi ini dia membahasnya lagi, akan ku tendang bokongnya itu!

"Sarah ... bukannya kau dan Demian berencana menikah hari ini?" Martin tahu-tahu menginterupsi alur pikiran Sarah. Sekalinya pria dingin itu bersuara, kalimat yang keluar dari mulutnya sangat mengejutkan Sarah. Gerakan tangannya berhenti, matanya membulat. Darimana papanya tahu perihal itu???

"Papa tau darimana?" tanyanya cepat.

"Kemarin Demian datang ke sini." Martin menjawab santai sambil mengunyah makanannya lagi.

"Kapan? Sarah kan di rumah sejak pulang kantor," benar kan? Perasaan dia tidak kemana-mana. Kapan Demian datang?? Kenapa dia tidak sadar?

"Dia datang malam-malam sekali, Sar. Jam sebelas malam. Mungkin kamu sudah tidur," kali ini mamanya, Yola, menimpali. Senyumannya seakan menunjukkan kebahagiaannya. Bagaimana tidak, anak gadisnya dilamar oleh laki-laki mapan seperti Demian. Martin dan Yola juga sudah mengenal Demian sejak anak itu kuliah, karena dia adalah sahabat Yonathan. Jadi baik Martin maupun Yola, sangat tidak keberatan dengan lamaran Demian.

Tapi, tunggu dulu. Lamaran? Demian benar-benar melamar Sarah?

"Nggak mungkin, Ma. Kemarin dia masih meneleponku jam segitu. Dia bilang mau ngajak nikah. Tapi sepertinya dia sedang mabuk, bicaranya tidak masuk akal."

"Iya, kemarin dia meneleponmu saat di depan kami. Di speaker juga sama Demian. Papa dengar kamu ingin menikah dengan Grasian. Tapi pria itu tidak memberikan kejelasan pada kita sampai hari ini," jawab Martin lagi, masih dengan sikap acuhnya. Seakan tidak peduli tatapan Sarah yang kini sudah berubah menjadi penuh amarah.

"Apa yang sudah dikatakan Pak Demian, Pa? Apa dia bilang kalau rencananya itu hanya sebagai tiket untuk memenangkan tender besar?"

"Tapi kamu juga mau kan semisal tender itu jatuh di tangan kalian?"

"Enggak. Kalau aku yang jadi tumbalnya, bodoh amat itu tender jatuh ke tangan siapa. Aku masih mencintai Grasian," Sarah sangat marah, jantungnya sudah memukul kencang. Emosinya seakan minta dilampiaskan lewat kata-kata kasar dan nada tinggi. Namun ditahannya karena saat ini lawan bicaranya adalah kedua orangtuanya.

"Grasian itu, ck. Kamu tidak tahu apa yang sudah diperbuatnya di belakangmu?"

"Apa maksud Papa?" Sarah mengerutkan keningnya. Kali ini nada bicaranya sedikit tinggi karena kalimat Martin seakan mengisyaratkan sebuah rahasia. Memangnya apa yang sudah diperbuat Martin di belakangnya? Kenapa dia tidak tahu tapi papanya bisa tahu? Apa selama ini papanya mengawasi hubungannya dan Grasian?

"Sudah, Sar. Yang penting hari ini kamu ke Gereja ya, ketemu Demian. Semuanya sudah dipersiapkan. Nanti papa dan mama menyusul saat acara akan dimulai," Yola mencoba membujuk anak gadisnya, meskipun dari sorot mata Sarah saat ini Yola tahu kalau anak gadisnya itu sedang menahan amarah yang sangat besar.

"Kalian menjualku pada Demian? Aku dibeli berapa sama dia?" tanya Sarah sinis sambil menatap bubur ayam yang masih tersisa sedikit lagi di atas mangkoknya. Saat ini air matanya sudah tidak dapat dibendung. Kekecewaannya kepada kedua orangtuanya begitu besar. Bagaimana mungkin mereka menerima penawaran Demian begitu saja? Apa dirinya tidak cukup berharga untuk diizinkan memiliki pernikahan yang layak dengan calon suami pilihannya kelak??

"Sarah ... kami tidak pernah membatasi kamu dalam hal apapun. Sejak kecil kamu bebas memilih langkahmu. Kamu bebas mengepakkan sayapmu kemana pun kamu ingin terbang, karena kami ingin membentuk kamu menjadi prib]adi yang mandiri dan bertanggung jawab. Kamu ingin berkarir di perusahaan orang lain, bukannya di perusahaan kita, papa juga tidak melarang. Tapi kali ini, percayalah pada kami. Kali ini bukan persoalan tender itu. Justru karena kamu sangat berharga, makanya papa mama setuju atas permintaan Demian."

Sarah mematung menatap papanya. Itu adalah kalimat terpanjang yang pernah dia dengar dari mulut Martin selama dia hidup. Dan aneh, kalimat panjang itu seakan menunjukkan bagaimana rasa sayang pria dingin itu kepadanya. Sarah justru mengira selama ini papanya tidak peduli dengannya sehingga membebaskan Sarah dalam menentukan semua pilihan hidupnya dan tidak ikut campur sedikit pun. Tapi, benarkah ternyata itu karena papa dan mamanya ingin memberikan kebebasan untuknya?

Lalu, kalimat papa yang terakhir, yang mengatakan bahwa dengan menerima lamaran Demian, mereka membuktikan bahwa Sarah sangat berharga bagi mereka. Dimana korelasinya? Bukankah mereka sudah merampas hak Sarah dalam memilih pasangan hidup? Sarah bingung dan tidak tahu harus bagaimana menanggapi kata-kata papanya.

"Kalimat Papa ambigu. Aku nggak ngerti. Aku berharga di mata kalian, tapi kalian merampas hak ku untuk memilih pasangan hidupku sendiri, begitu?"

"Percayalah, Sar. Mama dan Papa tahu Demian sejak dia kuliah dengan kakakmu," lagi-lagi Yola menambahkan. Demian memang mempunyai nilai plus di mata Yola dan Martin. Yola tidak memungkiri sempat berharap Demian kelak menjadi menantunya. Namun saat mengetahui Demian berpacaran dengan Amber, harapannya pupus dan memaksakan hatinya ikhlas. Tapi saat tadi malam Demian datang dengan tiba-tiba dan menuturkan maksudnya, harapan Yola kembali bangkit. Meskipun Demian masih berhubungan dengan Amber, Yola berharap suatu saat nanti Demian akan benar-benar mencintai Sarah.

"Kalian pasti tahu Pak Demian sudah punya kekasih. Mbak Amber itu beberapa kali datang ke kantor. Kenapa masih setuju dengan rencana bodoh ini? Aku dan dia sama-sama punya pasangan, Pa, Ma."

"Sudahlah, seperti yang Demian bilang tadi malam, kalau kamu mau, datanglah ke Gereja. Kalau tidak, Demian juga tidak memaksa. Tapi papa dan mama setuju kalau kalian menikah," Martin menyudahi obrolan itu. Dia sudah tahu Sarah akan menolak rencana itu mentah-mentah. Tapi berhubung dia memang menyukai Demian, maka dia pun ikut mendukung lamaran pria itu, terlepas dari Sarah akan menyetujuinya atau tidak.

Sepeninggal Martin di ruang makan, Sarah masih menunduk sambil mengais-ngais mangkoknya yang sudah kosong. Perasaannya kacau menyadari tiba-tiba semua orang meletakkan sebuah keputusan di pundaknya dengan sembarangan. Mimpi apa dia tadi malam? Awalnya dia menganggap omongan Demian itu hanya seperti angin lalu. Tapi pagi ini orangtuanya malah membahasnya lagi, justru lebih dalam dan lebih menuntut. Bukankah ini hanya persoalan syarat tender? Kenapa jadi serius begini?

"Sar ... kamu baik-baik saja?" suara Yola membuyarkan lamunannya. Dia mengira mamanya ikut meninggalkan meja untuk mengantar papanya ke pintu depan. Tapi dia lupa, orangtuanya tidak seperti itu.

"Bagaimana mungkin aku baik-baik saja, Ma? Aku sudah berumur dua-puluh-sembilan tahun, tapi kalian masih memperlakukan aku seperti anak kecil. Pagi ini pun aku mendengar nada tidak suka papa ke Grasian. Apa yang salah dengan Grasian, Ma? Apa yang kalian ketahui tapi tidak ku ketahui sampai-sampai kalian menyetujui permintaan bodoh Pak Demian?"

Yola menghembuskan napasnya. Entah bagaimana dia harus menjelaskan perihal Grasian itu karena dia juga tidak tahu persisnya seperti apa. Kemarin malam dia hanya menangkap sedikit obrolan Demian dan suaminya tentang itu, tapi dia tidak terlalu mengerti.

"Mama juga tidak tahu, Nak. Mama cuma yakin papa benar dengan apa yang ia katakan. Tapi kalau memang ini berat untukmu, tidak usah dipikirkan, Sar. Kamu berhak untuk menolak ajakan Demian," ujar Yola lembut sambil mengulurkan tangannya, menyentuh punggung tangan putrinya yang sangat cantik itu.

*****

Sarah akhirnya berangkat ke kantor. Drama di meja makan itu membuat hati dan pikirannya tidak tenang dalam perjalanan, bahkan saat sudah tiba di kantor.

Dia tidak peduli apakah Demian sudah di ruangannya atau belum. Dia kesal mati-matian pada bosnya itu dan dia berjanji tidak akan melihat wajah laki-laki itu sepanjang hari ini.

Sarah mulai mengerjakan pekerjaan rutinnya. Mengecek jadwal Demian, memeriksa laporan-laporan yang sudah diletakkan di atas mejanya, mengecek janji ketemuan dengan klien. Anehnya semua jadwal yang harusnya sudah diatur hari ini dan besok, tahu-tahu sudah diundur tanpa sepengetahuan dirinya.

Siapa yang memindahkan semua jadwal Demian ini? Perasaan kemarin masih terjadwal hari ini.

Sarah mau tidak mau meraih ponselnya dan menghubungi pria yang sebenarnya sangat tidak ingin dia hubungi, namun karena dia sangat butuh penjelasan tentang ini, dia terpaksa melakukannya.

"Iya, Sar?" suara seksi Demian menyapanya dari seberang.

"Selamat pagi, Pak. Maaf mau tanya, jadwal pak Demian semuanya mundur dua hari, apa Pak Demian sudah tahu? Karena setahu sa _"

"Saya yang memundurkan, Sar," tahu-tahu Demian memotong kalimatnya dengan nada bicara yang sangat santai. Membuat Sarah mengutuknya dalam hati. Sudah pasti ini ada hubungannya dengan rencana bodoh Demian itu. Tapi tidak, Sarah tidak akan terpancing. Biarkan Demian memainkan rencananya, dia akan menikmati hari ini yang akan membuatnya sedikit santai.

"Oh, baiklah, Pak. Saya mengerti. Lusa saya akan check ulang ke semua klien," balas Sarah, masih dengan nada sopan dan hormat.

"Kau akan datang hari ini?"

Benar kan? Bre*gsek! Umpat Sarah dalam hati.

"Saya bekerja sampai malam, Pak. Pak Demian tidak mungkin lupa pekerjaan saya banyak.

"Hmm, entah kenapa sekarang aku yang terobsesi dengan tender itu, Sar," suara Demian kini melembut, lebih tepatnya seperti sedang malas, atau mengantuk, atau mabuk. Yang jelas membuat bulu kuduk Sarah berdiri.

"Baguslah, Pak. Saya tutup du_"

"Kalau kau tidak datang hari ini, besok dan seterusnya tidak perlu datang ke kantor. Om Martin lebih membutuhkanmu di perusahaannya."

"Iya, saya mengerti, Pak. Selamat pagi," jawab Sarah masih bertahan dengan nada datarnya. Namun sedetik setelah sambungan teleponnya terputus, dia menggebrak meja kerjanya sedikit keras.

Apa lagi ini? Sekarang dia akan memecatku jika tidak menikah dengannya? Cemen sekali. Sangat tidak profesional. Bagaimana mungkin seorang Demian yang terkenal itu ternyata tidak bisa membedakan mana urusan pribadi, mana urusan bisnis? Lagian, memangnya aku anak kecil yang akan takut hanya dengan digertak seperti itu? Tidak dewasa sekali.

Lima menit lamanya Sarah memejamkan matanya sambil bersandar di sandaran kursinya yang empuk. Dia ingin menghilangkan semua kekacauan dalam dirinya dengan menarik napas lalu membuangnya. Dia melakukannya berkali-kali, hingga suara bip dari ponselnya berbunyi. Ada pesan masuk.

"Apa-apaan ini? Demian gila!" bukannya membaik, suasana hati dan otaknya justru semakin panas melihat apa yang dikirim Demian padanya.

Sebuah foto berlatarkan gedung Gereja, dimana di dalam foto itu ada mama papanya, Om Gilbert, Tante Mariana dan Pak Halim Subagio!!! Bagaimana mungkin mereka bisa bersama sekarang??? Dan ada satu lagi pria tua yang diduga Sarah adalah Om Hendry Subagio. Di bawah foto itu Demian menulis :

"Mereka tinggal menunggu kedatanganmu. Ayo kita mempercepat semuanya. Kau tahu kan membahagiakan orangtua itu adalah sebuah ibadah?"

Dengan cepat Sarah menekan tombol bergambar telepon di sudut kanan atas ponselnya. Ia ingin memaki-maki pria itu sekarang. Sudah cukup emosi yang ia tahan sejak tadi pagi.

"Iya, Sar?"

"Bapak jangan sembarangan dong! Saya kan nggak bilang setuju. Sekarang semuanya beban Bapak timpakan ke pundak saya. Kalau mau menikah nggak perlu sama saya juga bisa! Bukannya Bapak juga punya kekasih? Kok mau nikah sembarangan sama orang lain? Bapak juga tahu kan saya punya pasangan? Sekali pun ini nikah kontrak atau sejenisnya saya nggak mau, Pak! Tolong jangan paksa saya!"

Ceklek!

Tahu-tahu pintu ruangannya terbuka dan ponsel Sarah terjatuh begitu saja melihat Demian sudah berdiri di sana, masih dengan ponsel yang menempel di telinganya. Dia di kantor juga? Bukannya sudah di Gereja?

"P ... Pak ... Demian?" gumam Sarah sambil terpatah-patah. Antara gugup, malu, takut bercampur menjadi satu. Dia cepat-cepat bergerak dari kursinya dan memberi hormat pada Demian yang sudah menutup pintu ruangannya.

"Ahh, telinga saya sakit mendengar omelanmu, Sar," pria itu mengucek-ucek telinganya sebentar sambil menyimpan ponselnya di saku celana. Sarah masih tertunduk di jarak dua meter darinya.

"Kau sudah siap? Ayo, orang-orang sudah menunggu," pria itu bersuara lagi seakan tidak peduli dengan semua penolakan juga amarah Sarah yang tadi sudah ia dengar.

"Pak! Bapak bukannya sudah mendengar omelan saya barusan? Percuma telinga Bapak sampai sakit kalau tidak satu pun yang nyangkut di otak Bapak," protes Sarah berlanjut. Wajahnya memerah lagi dan tangannya dikepal. Kini dia sudah tidak takut Demian akan marah padanya. Mau besok dipecat atau ditendang, dia sudah tidak peduli. Toh dia sudah tidak sudi bekerja dengan atasan gila seperti Demian.

"Iya, saya tahu. Sudah? Mana tas kamu? Biar saya bawa," Demian bergerak pelan ingin menuju meja Sarah, namun gadis itu dengan cepat merentangkan tangannya, menghadang langkah Demian.

"Pak! Tolong jangan kelewatan. Saya masih menghargai Pak Demian sebagai sahabat kakak saya. Jadi tolong hargai saya sebagai adik sahabat Bapak,"

"Iya, saya tahu, Sarah Cleverly Nugraha. Kau memang sangat pintar bicara, sesuai namamu. Bisakah sekarang kau tunjukkan kepintaranmu itu dan ikut denganku? Aku tidak ingin kehilangan tender itu," Demian membuat gerakan lagi. Sarah mengikuti gerakannya, menghadangnya lagi.

"Saya tidak peduli, Pak! Silahkan ajak perempuan lain! Saya nggak mau! Say__"

Omelan Sarah mendadak berhenti saat Demian tahu-tahu menarik kepala belakangnya dan membungkam bibirnya ke bibir sarah.

Mata Sarah membulat sempurna. Dia terkejut bukan main. Tubuhnya spontan menegang. Namun ciuman itu berlangsung hanya sekian detik, karena Sarah secepat kilat menjauhkan dirinya dari Demian.

"Bapak kurang ajar!!!" matanya mendadak berair. Tangannya mengepal menahan tamparan yang sebenarnya sangat ingin dia berikan pada Demian.

"Aku harus membuatmu diam. Kau cerewet sekali, Sarah," ujar Demian santai sambil membersihkan sisa lipstik Sarah di bibirnya.

Sarah tidak tahan lagi. Dia sangat membenci pria itu. Arogan sekali dia, hanya untuk ambisinya dia bahkan tega melecehkan Sarah yang selama ini sudah berbakti kepadanya.

"Saya mengundurkan diri," ujarnya cepat sambil menatap Demian penuh kebencian. Dia berbalik untuk mengambil tasnya. Sepertinya memang sudah saatnya dia mengabdi pada papanya. Toh sedari dulu pun dia berjanji pada papanya kelak dia akan masuk ke perusahaan, tapi saat dia sudah cukup siap mengemban semua tanggungjawabnya nanti.

Saat tasnya sudah ada digenggaman, tahu-tahu tangannya ditarik lagi dan kini tubuhnya menempel sempurna di dada pria yang menyebalkan itu. Apa lagi sekarang??? Teriak Sarah dalam hati.

Cup!

Cup!

Cup!

Kesadaran Sarah masih belum pulih saat tahu-tahu Demian menghujaninya dengan kecupan di seluruh wajahnya. Apa-apaan ini??

"P ... Pak!! A ... anda apa-apaan?! Le ... pas!!" Sarah berontak. Jantungnya berdebar kencang tanpa alasan. Demian menahan kedua sisi lehernya dengan kuat sehingga dia tidak bisa berpaling. Sekali pun dia berusaha memalingkan wajahnya, Demian tetap berhasil mendaratkan bibirnya di mana pun yang dia mau.

"Kau mau resign kan? Biar kuberikan ciuman perpisahan yang banyak. Kau sudah berbakti dengan baik padaku selama ini," gumam Demian, membuat jeda sebentar. Lalu dia menciumi pipi, dahi, dagu, hidung Sarah lagi secara bergantian.

"Lepaskan saya, Pak!! Menjijikkan!!!" Teriak Sarah lantang sambil menghentakkan tangan pria itu. Tapi Demian mengabaikannya. Pria itu seakan tuli pada teriakan Sarah, malah mulai menggigit pipi Sarah yang sedikit berisi.

"Kalau kau resign, itu justru bagus, Sar. Kau bisa menjadi ibu rumah tangga saja, biar aku yang mencari uang," gumam Demian yang kini terobsesi dengan bibir merah Sarah.

Tanpa persetujuan gadis itu, dia mencium bibir merah itu juga. Bibir yang cukup menggodanya selama ini, tapi dia tahu dia tidak akan mungkin menyicipinya. Sarah adalah sekretarisnya dan masih dianggapnya sebagai adik yang usianya terpaut lima tahun dibawahnya. Tapi siapa sangka tender itu membuatnya bisa mendapat kesempatan ini? Demian tentu saja tidak akan menyia-nyiakannya.

Sarah tidak bisa menolak ciuman Demian. Kini dia sudah terpojok di pinggir meja dengan posisi tubuh yang sedikit tertekan oleh Demian. Pria itu ******* bibirnya layaknya seorang yang sudah pro. Persis seperti Grasian.

"Bernapas, Sar!" tegur Demian sebentar saat dia menyadari Sarah menahan napasnya.

Sarah mengerjapkan matanya yang tanpa sadar menitikkan air mata. Tetesan itu sepertinya mengenai bibir Demian, yang membuat pria itu membuka kedua matanya dan menatap Sarah dengan penuh rasa bersalah.

Demian pun menyudahi aksinya yang ia ketahui ternyata menyakiti Sarah. Dia menarik diri sedikit, melihat gadis itu yang lebih memilih untuk menunduk ketimbang membalas tatapannya.

"Kau tidak bisa lari dari ini, Sar. Kita harus menikah hari ini, suka atau tidak suka," kali ini suara Demian begitu pelan. Dia tidak ingin melukai hati Sarah lagi. Tapi faktanya kata-kata yang ia pilih justru membuat gadis itu merasa kehilangan harga diri dan kebebasannya. 'Suka atau tidak suka' katanya. Bukankah itu artinya dia tidak diberi hak untuk memilih?

"Kenapa? Kenapa harus saya, hah? Apa yang kalian sembunyikan dari saya? Tadi juga papa bilang pernikahan ini demi kebaikan saya. Apa yang kalian rencanakan, Pak? Bapak membayar berapa ke papa mama sampai mau menyerahkan saya masuk dalam ide gila ini?"

Demian menatap mata merah Sarah yang diliputi emosi. Bagaimana dia harus menjelaskan sementara itu akan melukai hatinya? Grasian itu ... ah, lupakanlah.

"Kau akan tau nanti. Saya janji akan menjelaskannya padamu," Demian menyentuh puncak kepala Sarah yang masih bersandar di pinggir meja kerjanya. Rasa iba pada gadis itu membuatnya semakin ingin melaksanakan pernikahan itu secepatnya. Ini bukan lagi persoalan tender.

"Saya tetap tidak mau," Sarah menepis tangan Demian kasar, "tolong saya Pak Demian, anda kan tahu saya mencintai Grasian. Bapak juga punya kekasih di Papua. Kenapa harus memberatkan saya sih, Pak?"

Demian sangat gemas. Dia tidak menyangka butuh waktu yang sangat lama untuk membujuk wanita ini. Dia pun mengusap wajahnya kasar, apa dia harus meluluhkan Sarah dengan ciuman lagi? Mudah-mudahan saja dia tidak ditampar.

Demian pun mendekat kepada Sarah lagi. Kedua tangannya dibuat bertopang di sisi meja, mengapit Sarah di tengah-tengah. Wajah mereka semakin dekat karena Sarah tidak bereaksi apa pun. Demian menatap bola mata Sarah yang sayu karena terlalu banyak menahan kesedihan.

Cup!

Satu kali.

Cup!

Dua kali.

Cup!

Kecupan yang ketiga, Demian tidak melepaskan bibirnya lagi. Dia menunggu reaksi Sarah. Kedua pasang mata itu saling beradu pandang.

"Cium aku, Sarah!" perintah Demian sambil menggumam dengan bibir yang masih menempel.

"Dasar bos gila! Bapak yang mau, Bapak saja yang melakukannya!" Sarah tidak mengerti apa maksud Demian. Dia hanya akan mengikutinya saja, karena ciuman itu tidak akan ada artinya bagi mereka.

Demian pun melakukan aksinya lagi. Dia menghisap, menggigit, ******* bibir Sarah dengan lembut. Dia juga menarik Sarah ke dalam pelukannya agar dia leluasa menguasai tubuh gadis itu.

Tidak disangka, tubuh Sarah mengkhianati hatinya. Entah bagaimana bisa dia mulai terpengaruh ciuman Demian. Mungkin karena sudah terlalu lama tidak merasakan sensasi itu dengan Grasian. Dan kali ini ciuman Demian mampu membuat seluruh darahnya naik ke ubun-ubun. Tubuhnya menggigil, panas dingin tak jelas. Sentuhan di bibirnya memberikan efek fly di kepalanya. Dia membalas ******* Demian dan secara perlahan tangannya juga entah sejak kapan bertengger di pinggang pria itu.

Jantung Demian seakan ingin copot saat Sarah membalas ciumannya, tidak kalah lembutnya! Hatinya melonjak kegirangan. Pegangannya di tengkuk dan punggung Sarah semakin kuat seiring dengan ciuman yang semakin menuntut. Pria itu bahkan bisa merasakan keseluruhan lekuk tubuh Sarah di permukaan tubuhnya. Sangat lembut dan empuk.

Sarah tersadar dari buaian ciuman panjang itu. Dia melepaskan bibirnya lalu melepaskan tubuhnya dari Demian. Membuat laki-laki itu bertanya-tanya lewat raut wajahnya. Bukankah mereka sedang saling menikmati ciuman itu?

"Saya akan menikah dengan Bapak. Tapi ada baiknya kita hanya menikah di atas kertas saja, tidak perlu orang-orang tau. Saya nggak mau Grasian kecewa sama saya," akhirnya Sarah luluh. Ciuman itu benar-benar menyentuh hatinya. Maksudnya Demian berhasil membuatnya mengerti bahwa pria itu membutuhkannya untuk tender tersebut.

"Saya tau. Boleh kita berangkat sekarang?"

"Satu lagi. Saya tetap tinggal dengan papa mama," tegas Sarah sambil berbalik dan meraih tasnya. Dia membuka isinya dan mengeluarkan pouch yang berisi peralatan make-up nya.

Demian menunggu Sarah memperbaiki dandanannya, juga rambutnya sambil menghubungi seseorang. Dia memberitahu bahwa Sarah sudah bersedia untuk ikut dengannya.

Huffttt, dasar wanita! Batin Demian kelelahan.

*****

Terpopuler

Comments

Anies

Anies

hai salam kenal kak author.. aku pembaca kak Oot di aplikasi sebelah cerita Dom-Cha dan Edrik-Zura.. aku panasaran sama cerita Mama Ember jadi kepoin kesini tapi katanya harus baca cerita Ini dulu jadi akhirnya baca Cerita Damian-Sarah dulu deh.. dan ternyata Ceritanya menarik dan aku suka..

2023-06-13

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

KASIH TAULH TTG KENYATAAN GRASIAN

2023-01-13

0

adisty aulia

adisty aulia

😅😅.. Demian.. Demian

2021-12-18

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!