Sesudah mengatakan hal demikian, Samuel beserta Dariel pergi meninggalkan Ana dan Dian yang termangu. "Ana, mereka itu siapa dan kenapa mereka menginginkanmu mengucapkan salam perpisahan pada Lina? Apa kau ingin meninggalkan adikmu sendiri?"
Ana menoleh dengan senyuman hambar sama halnya sudut mata yang air mulai menggenang. "Bibi, pria itulah yang berbaik hati mau membayar semua pengobatan Lina tetapi aku harus membayarnya dengan tinggal bersamanya. Dia telah menepati janjinya dan sekarang akulah yang harus menepati janji."
"Tapi Ana, kita tak tahu siapa mereka. Bagaimana jika mereka bukan orang baik dan hanya memanfaatkanmu saja." ujar Dian mencoba agar Ana mau berpikir dua kali tentang keputusannya.
"Aku tak punya pilihan yang lain Bibi, aku melakukan ini demi kesembuhan Lina apa yang harus aku lakukan lagi."
"Ana.."
"Bibi, aku tak apa-apa. Jangan khawatirkan aku cukup berharap saja semoga tak ada yang buruk menimpaku." sela Ana cepat.
"Lalu bagaimana dengan Lina? Siapa yang akan menjaganya jika kau tak ada?" tanya Bibi Dian kembali khawatir akan kondisi Lina.
"Dia akan baik-baik saja bersama Dariel, meski aku sedikit ragu sebenarnya." kata Ana bergumam.
"Apa dia akan tinggal bersama Lina ketika dia pulih nanti?" tanya Bibi Dian sekali lagi.
"Mungkin, Bibi waktuku tak banyak aku harus mengunjungi Lina." Ana segera berjalan ke ruang inap sang adik. Begitu masuk, Ana merasakan sakit yang sangat luar biasa melihat sang adik kini tergeletak di kasur dengan alat bantu yang banyak terpasang di tubuhnya.
"Lina.." suara Ana terdengar begitu lirih ketika gadis itu duduk lalu mengusap salah satu tangan kecil milik adiknya itu. "Maafkan kakak tak bisa melihatmu setelah sadar nanti. Setidaknya kakak tenang sekarang karena kau telah melewati masa kritismu. Kakak hanya melakukan ini untukmu karena kakak sayang sama kamu. Orang tua kita telah pergi dan kita telah menjadi yatim piatu. Kau satu-satunya keluarga yang kakak punya sekarang."
"Kakak janji kita akan bertemu lagi namun kali ini kita harus berpisah. Turuti perkataan Dariel, jangan nakal kau mengerti?" Dikecupnya salah satu tangan Lina yang dipegangnya sekarang lalu bergerak keluar di mana Samuel, Dariel dan Bibi Dian menunggu. "Apa kau sudah selesai?"
Ana mengangguk lemah sebagai jawaban. "Bagus. Ayo kita pergi." Samuel telah bergerak sementara Ana masih diam di tempat untuk berbicara sebentar dengan Dariel.
"Tolong jaga adikku dengan baik."
"Jangan khawatir Nona, Nona Lina pasti akan dijaga dengan baik." kata Dariel terkesan tenang namun tak sedikit pun terlihat bermain-bermain.
"Baiklah Bibi juga akan pulang jaga dirimu Ana. Jika Lina belum sadar atau belum pulih, Bibi akan sesekali mengunjungi Lina." Setelah mengucapkan terima kasih, mereka berpisah. Ana keluar dari rumah sakit di mana Samuel telah menunggunya di dalam mobil.
"Di mana barang-barangmu?" tanya Samuel begitu sadar ternyata Ana tak membawa apa-apa melainkan hanya tas sekolah dan juga pakaian seragam SMA yang melekat di tubuhnya.
"Rumah kami kebakaran jadi aku tak memiliki barang-barangku." Tiba di lampu merah, Samuel melirik pada Ana namun tak membuka suara. Tatapannya begitu mengintimidasi sehingga Ana jadi gugup. Lampu merah menjadi lampu hijau dan tanpa menunggu, Samuel kembali menjalankan mobilnya menuju kediamannya sendiri. Mansion Samuel.
Setibanya, Ana tak bisa memalingkan pandangannya pada bangunan megah yang tampak megah layaknya istana. Mobil berhenti dan keduanya turun untuk masuk ke dalam rumah. Di dalam mereka disambut oleh puluhan pelayan mengingat kalau tempat ini sangat luas, Ana mengerti jika banyak sekali pelayan yang bekerja di sini.
"Bawa gadis ini ke tempat pakaian dan biarkan dia memilih baju yang akan dipakainya." Dua pelayan datang menghampiri Ana agar mengikuti mereka menuju tempat yang dikatakan oleh Tuan mereka. Pintu yang lebar itu pun terbuka menampakkan banyak sekali baju wanita dan baju pria dengan jumlah banyak.
Semuanya tertata rapi, begitu juga aksesorisnya. Ini seperti tokoh baju yang semuanya ada bahkan baju untuk anak-anak ada. "Nona silakan cari saja baju yang anda inginkan." Ana agak ragu tetapi karena sudah mendapat izin dari Tuan rumah ini jadi Ana tak akan menyia-nyiakan kesempatan.
Dia mengambil beberapa baju yang terasa cocok untuknya dan mencobanya satu per satu sampai dia mendapat yang memang cocok. Ana bercermin agak lama melihat pantulan bayangannya untuk memastikan sekali lagi. "Nona anda sudah terlihat cantik dengan baju itu."
"Be-benarkah?" tanya Ana gugup karena dipuji.
"Iya, sebaiknya anda memperlihatkannya pada Tuan mungkin saja dia suka dengan penampilan anda." balas pelayan yang memuji itu.
"Ba-baiklah, aku akan ke sana sekadar untuk meminta pendapat." sahut Ana masih dilanda kegugupan yang luar biasa. Semakin lama langkahnya menjadi berat ketika dirinya keluar dari ruang pakaian apa lagi melihat Samuel tengah berbincang dengan seseorang.
Melihat Samuel tengah berbicara serius, Ana hendak mengurungkan niatnya untuk mendekati Samuel dan memilih pergi dari tempat itu. "Ana tunggu sebentar.." Ana terpaku beberapa lama dan kembali menatap Samuel yang kini berada di hadapannya.
Mata pria itu memandang penampilan Ana agak lama, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pria itu juga mengelilingi Ana melihat dari segala sudut sampai dirinya mengatakan. "Kau cantik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
Kenzi Kenzi
modus apakah gerangan sam???terselubung
2021-01-30
0
Dyah Shinta
yang urus jenazah ortunya siapa?
Ana ga pengen liat jenazah ibunya?
ga pengen urus sampai pemakaman?
2020-12-11
0
🌹Milea 🖤
terima kasih kau jg tampan 😂😂😂
2020-10-05
0