Seperti biasa aku bangun jam tiga pagi. Aku mulai membersikan halaman depan dan menyiram bunga. Setiap pagi aku harus bangun cepat untuk membersihkan kan rumah yang sangat besar ini, tidak hanya itu saja aku juga harus menyiapkan sarapan dan tentunya menyiapkan segala kebutuhan Xavier, jika tidak maka hukuman akan menantimu dengan suka cita.
Setelah selesai membersihkan halaman depan, aku mulai menyapu rumah dan menggepel mulai dengan lantai atas hingga lantai bawah. Aku juga harus mengambil pakaian kotor dan mencucinya. Setelah itu aku akan memasak, baru setelah memasak aku akan menjemur pakaian dan sebelum membuat makan siap aku harus menyeterika. seperti itulah rutinitas ku setiap hari.
Aku hampir lupa jika aku melakukan kesalahan sedikit saja, aku akan dihukum, dan apabila ibu tiriku merasa kesal atau marah pada siapa saja maka aku akan mendapat tamparan dan jambakan. Jangan lupakan Xavier yang akan terus mengganggu ku dan akan dengan senang hati membuatku menderita.
Senangnya aku ingin pergi dari rumah ini, aku sudah mendaftar kuliah ke tempat yang jauh dari sini. Hanya saja ayahku tidak mengizinkan, walaupun aku mengatakan jika aku tidak akan pernah merepotkan nya dan aku mendapat biaya siswa. Ayahku tetap tidak mengizinkan dan jika aku nekat untuk pergi aku akan di coret dari kartu keluarga. Ayahku juga akan memutuskan hubungannya denganku, oleh sebab itu aku membatalkan niatku dan terus bertahan di rumah yang layaknya neraka ini.
Dulu saat ada bunda aku selalu di limpahi oleh kasih sayang, dan ayah masih sedikit peduli denganku. Setelah bunda meninggal, tidak lama kemudian ayah menikah lagi dengan ibu tiriku. Saat itu Xavier tidak tinggal dengan kami. Dia hanya datang sesekali berkunjung, walaupun begitu ibu tiriku Setiap hari akan menelponnya.
Baru beberapa tahun terakhir ini Xavier tinggal bersama kami. Xavier lebih tua tujuh tahun dariku. Xavier mendapatkan segalanya, sementara aku hanya mendapatkan penderitaan. Walaupun begitu aku sama sekali tidak iri padanya atau membencinya. Aku baru membencinya saat di mulai menyiksaku tanpa alasan.
Ibu tiriku memang membenciku sejak dulu dan dia menunjukannya secara terang-terangan. Bahkan ayahku tau, tapi tetap membiarkannya.
"Selain menangis dan melamun gak ada hal lain yang bisa lo lakuin? Dasar tidak berguna," kata Xavier mengagetkanku. Entah kapan di datang sehingga sekarang bisa berada di dapur denganku.
"Maaf kak."
"Muak gw dengar lo minta maaf trus!"
"Maaf kak."
"Sekali lagi minta maaf, gw banting lo"
Aku hanya diam mendengarkan ucapan Xavier.
"Lo gak dengar ya? Budek." katanya marah.
"Baik kak. Aku gak bakal minta maaf lagi" Balasku pelan.
"Siapin gw roti bakar! Gw lapar."
"Baik kak."
Aku cepat-cepat mengambil roti bakar dan memasukkan nya ke dalam pemanggang roti.
"Kakak mau pakai selai kacang atau coklat?"
"Coklat dan lo makan yang kacang." mendengar ucapan Xavier, wajahku menjadi pucat. Aku sangat alergi pada kacang, jika aku memakan satu saja makan berbahan kacang aku akan muntah-muntah dan sesak nafas.
"Cepatan buat!" perintahnya santai.
"Tapi kak, a-aku alergi kacang." bisik ku pelan hampir menangis.
"Cepat buat!" bentaknya. Aku pun segera mengoleskan sekali kacang dan coklat pada masing-masing roti dan menyerahkannya roti dengan selai coklat pada Xavier.
Saat aku ingin memakan roti dengan selai kacang, Xavier mengambil nya dan menukarnya dengan roti selai coklat dan mengisyaratkan dengan matanya agar aku memakan roti itu.
********
Aku merebahkan diriku di kasur kecilku yang keras. Hari ini aku sangat bersyukur karena Xavier berbaik hati tidak membiarkan ku memakan roti dengan selai kacang.
Suara bel rumah, membuatku buru-buru keluar dari kamar dan menuju pintu utama. Saat aku membuka pintu di sana berdiri Nuga salah satu teman Xavier. Nuga tersenyum manis padaku, aku membalas senyum Nuga.
"Silahkan masuk kak." aku mempersilahkan Nuga masuk kedalam rumah.
"Kakak cari kak Xavier?"
"Iya. Tu anak ada di sini kan?" tanya penuh harap.
Aku menggeleng pelan. Xavier pergi setelah sarapan dan aku sama sekali tidak tau dia pergi kemana.
"Kakak mau aku buatkan minum?" tanyaku, saat melihat wajah kecewa Nuga.
"Boleh deh. Kalau boleh jus jus jeruknya." aku hanya membalas dengan senyuman.
"Dasar tamu gak tau diri." bisik Nuga pelan, tapi aku masih bisa mendengarnya.
Aku tertawa mendengar apa yang di katakan Nuga untuk dirinya. Di antara teman-teman Xavier Nugalah yang paling ramah dan paling manusiawi. Dia sama sekali tidak pernah menindas orang lain, Nuga sangat baik bahkan padaku.
"Di minum kak." kataku, lalu meletakan minuman yang ku buat di atas meja.
"Makasih ya."
Nuga menunggu hampir satu jam di rumah dan aku menemaninya. Aku hanya menjawab apa yang di tanya Nuga. Aku memang kaku, tapi Nuga tidak mempermasalahkan.
Nuga pamit pulang, setelah lama menunggu Xavier tapi laki-laki itu tidak kunjung kembali. Walaupun Nuga tidak dapat bertemu dengan Xavier tapi dia kelihatan sangat bahagia.
Saat aku ingin bersiap-siap tidur, seserang menggedor-gedor pintu kamar ku dengan kasar. Saat aku membuka pintu, di sana ada Xavier yang senang marah besar. Rahangnya mengeras dan matanya memerah. Aroma alkohol tercium jelas dari dirinya, sepertinya Xavier sedang mabuk berat. Aku tau jika Xavier sering minum tapi tidak pernah pulang dalam keadaan mabuk berat seperti ini.
"Dasar jala*g." makinya keras dan menarik keras rambutku.
Aku meringis kesakitan dan mencoba melepaskan tangan Xavier dari rambutku. Usahaku berhasil, Xavier melepaskan rambutku.
Plak...........
Satu tamparan keras mendarat di pipiku, membuatku terjatuh. Xavier tidak puas sampai di situ saja. Dia kembali menjambak rambutku, membuatku terpaksa menghadap wajahnya dengan linangan air mata.
Wajahku rasanya kebas dan sakit, rambutku terasa seakan mau copot dari kulit kepala. Aku menatapnya dengan linangan air mata tapi dia sama sekali tidak peduli.
"Lo jala*g. Lo sama kayak ibu lo." makinya. Aku cepat-cepat menggeleng. Bunda bukan orang yang seperti itu, bunda orang baik.
"Bunda bukan orang seperti itu. Bunda orang baik." kataku tegas. Aku tidak akan membiarkan bunda di hina.
Plak................
Xavier menamparku lagi. Kali ini di pipi kiri, kurasa kedua pipiku kini telah memar. Tamparan Xavier sangat keras dia seperti mengerahkan semua kekuatan untuk menamparku.
" Hah.......... Lo aja yang gak tau kalau bunda lo jala*g. Harusnya kamu mau lahir dari rahim wanita jala*g itu."
"Bunda bukan wanita ******. Bunda bukan wanita seperti itu." kataku putus asa.
Xavier meninggal ku setelah puas menyikasaku. Kali ini dia kembali meninggalkan luka yang parah pada tubuhku. Bukan hanya itu hatiku juga terluka semakin Paran dia menghina bundaku. Amarah Xavier kali ini aku juga tidak tau karena apa, yang aku tau dia melampiaskan nya padaku sesuka hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Aini Aini
yesek
2020-10-25
0
Mami keyffa (ojik)
makin penasaran gw
2020-10-13
1
Zia Azizah
Aya😭😭😭
2020-10-13
0