BAB 10

manusia tengah jalan

***

Zian memasuki apartemen. Rencananya untuk pulang besok ia batalkan, dirasanya lebih tepat pulang jika sekarang, jadi sampai rumah sekitar malam hari dan langsung tidur, harinya istirahat akan lebih panjang dari pada sampai saat siang hari.

barang barangnya hanyalah tas ransel kosong untuk memboyong pakaian dari rumah ke apartemen Andrian. kebalik bukan? Ah! Bukan maksud hati Zian akan terus tinggal disana, namun di apartemen ini hanya ada beberapa baju. Dan satu lagi, Zian itu sungkan jika harus meminjam baju.

Alasanya? Ibarat kulit yang sensitif, setiap ia memakai baju milik orang lain maka akan muncul perasaan tidak nyaman. Itu bukan bajunya pikirnya.

Baunya dan orang lain tentu berbeda, jadi itu mungkin alasan yang kuat mengapa ia tak pernah mau-tak pernah bisa memakai baju orang lain.

Lagi pula seminggu ini ia akan menetap dirumah.

Akhir akhir ini ia sering bagun pagi, jadi tak masalah dengan jarak rumah ke sekolah yang cukup jauh, guru piket tak akan lagi memberikan catatan prestasi telatnya.

Dan satu lagi, dirumah ia bisa diantar dan jemput sopir ayahnya yang pasti bisa menghemat uang sakunya. Seperti saat ini, ayahnya mengirimkan sopir untuknya, huh! Syukurlah. kalian tak tahu saja kalau ongkos taksi itu akan menguras uang mingguannya.

Dasar sopir taksi penguras dompet! Tunggu sampai Zian menjadi bos taksi. Akan ia geret orang yang berani menaikan harga, haha.

Walau biasanya Andrian akan mengantarnya, namun beda saat ia harus ke kantor menunggu Andrian pulang dulu baru ia bisa ikut pulang bersama Andrian. Betapa melelahkannya menunggu itu.

Jika saja mobilku tidak disita.

Kalian tahu kenapa mobilnya disita? Itu adalah saat dia tidak pulang kerumah dan lebih memilih tinggal di apartemen Andrian karena merasa di kekang.

Ayah bilang kalau ia tidak pulang maka selama dua bulan mobilnya akan di sita dan tidak boleh mengendarai mobil. Dan ternyata, Zian sama sekali tidak bisa tanpa fasilitasnya itu.

***

Sopir ayahnya sudah menjemput di bawah, Zian menggeret tas ransel yang kosong. Mudah saja kalau ia gendong dan berlari tanpa merasa ada beban. Ya, karena memang tas itu kosong!

Tapi itu tidak bisa dikatakan cool, yang Zian mau, ia harus tampil macho untuk bisa dikatakan pria idaman.

Sekarang mari kita lihat, apakah dengan menggendong tas super besar ini ia busa dikatakan cool? Tidak! Ia akan tampak seperti traveler dan sayangnya ini dikotanya, dia bukan traveler.

Pria cool dan macho menurut Zian adalah dia yang mempunyai otot besar, punya gelar tuan, punya perusahaan dan seorang jutawan. Jika bisa adalah ia haruslah seorang yang punya sifat prefectionist dan tampan pastinya.

Jadi tidak ada dari data diatas yang mirip seperti andrian kini. Mungkin ada, hanya tampan dan otot saja sebenarnya.

Zian itu tampan. Andrian saja tampan, tentu sebagai adik, Zian merasa tampan. Satu darah satu telur, sama sama dari tempat yang sama, tidak ada perbedaan. Mutlak!

Otot? Walaupun ABS nya hanya empat, tapi bukan berarti otot bisepnya lembek. Sekali dua kali ia pergi ke gym. Berhasil bukan?

"Pak Hamid, bisa lebih cepat ga? Jalan kok kaya siput. Mending saya aja sini." Zian menarik kemajanya sampai siku, bergegas membuka pintu mobil dengan perasaan gemas tak tertolong.

"Santay aja den, masih jam segini juga. Tadi tuan suruh pelan pelan aja yang penting hati-hati."

Pak Hamid, sopir keluarga Zian merupakan pria paruh baya yang sudah cukup lama bekerja dengan keluarganya, hampir dua tahun sepertinya.

Pak Hamid ini orangnya asik diajak berbincang, tapi keterbukaanya berbeda pada setiap orang yang diantarkannya.

Jika itu Andrian, maka ia berubah menjadi sopir profesional. Entahlah!

"Iya.. Tapi ga harus lelet kaya gini kan pak!"

Zian bersungut, rasanya mengendarai mobil secepat siput menjadi daya tarik sendiri untuknya, daya tarik untuk membongkar ban mobil lalu dia pecahkan!

Sambil mempercepat laju mobilnya menjadi kecepatan sedang, Pak Hamid tertawa, lalu menghadap ke Zian dan menggodanya.

"Mau den, saya cepetin kaya balapan gitu? Saya mah bisa. Biasanya--"

"AWAS PAK REM!!!..."

Perkataan pak Hamid terputus kala Zian berteriak. Dengan keterkejutan, pak Hamid menginjak pedal rem dengan peluh membanjiri keningnya.

Saat Zian berteriak, pak Hamid pikir mungkin saja didepannya adalah sebuah truk. Jadi apa nanti dirinya dan anak majikannya ini?

Pak hamid memfokuskan pandanganya ke depan, melihat seorang perempuan yang menghalangi jalan mobilnya dengan raut muka yang berantakan.

Matanya saja tidak menatap mobil ini, matanya tampak kosong dengan mata yang bengkak. Mungkin dia sedang menangis.

Pak Hamid melongokkan kepala dengan emosi yang tak tertahankan.

"Tolong jangan menghalangi mobil!" Bentaknya.

Zian mengusap dada kirinya dengan nafas berhembus lalu keluar.

"Pak Hamid ini! Kalo nyetir yang fokus dong pak!" Bentak Zian lirih.

Ok, tak baik membentak orang yang lebih tua, tapi maklumi saja kali ini. Coba bayangkan betapa terkejut dan takutnya dia jika sampai orang itu tertabrak?

"Maaf den." Jawab pak Hamid.

Setelah orang itu pergi, perjalanan kembali normal seperti waktu lalu.

Orang itu bahkan tak meminta maaf. Pak Hamid memang salah karena tidak fokus, tapi orang itu lebih salah karena menyebrang jalan dengan langkah berhitung menit. Mau mati?

Pak Hamid sepertinya masih terbayang bayang kejadian tadi, tangannya sedikit bergetar. Mungkin selama ini ia tak pernah ceroboh dalam menyetir, makanya jika ada kesalahan akan ia pikirkan sampai akar akarnya. Poor pak Hamid!

Setelah melepaskan sabuk pengaman, Zian melenggang keluar menuju 'rumah' yang orang lain menyebutnya mansion.

Oh! Jangan begitu. Zian tak pernah sedikitpun untuk diajari sombong ria oleh orang tuanya. Haha!

Orang kata jodoh itu akan selalu terikat dengan benang merah. Itu berlaku pada mata Zian saat ia melihat kedua orang tuanya. Kemana yang satu pergi, satunya juga pasti ada.

Berodalah agar Zian mendapat jodoh seperti itu kelak.

Tak perlu cantik seperti cinderella tak apa saudara tirinya, asalkan hatinya baik. Cukup untuk Zian.

"Kau pulang juga, tidak betah di apartemen Andrian?" Tanya kepala rumah tangga itu. Ayahnya.

"Ah, ayah. Tahu tidak aku, sudah jadi anak yang baik mulai dari kemarin."

Zian melangkahkan kakinya menuju dua orang yang sedang duduk tak jauh dari 2cm.

Ibunya menarik tas ranselnya, mungkin ibu mau mengemasi barang barang anaknya mengingat Zian baru pulang dan lelah.

"Loh kosong?" Tanya ibu.

Zian tertawa dengan memeluk ibunya.

Anak manja sedang dalam modenya.

"Ibu tidak rindu denganku?" Bahunya naik turun selaras dengan tawa yang teredam perut ibunya.

"Rindu. Tapi kamu sendiri yang pergi. Kenapa? Tidak mau menemani ibu menonton Suara Tangisan Hati Istri?.."

"...Andrian saja kaya begitu dulunya mau kok diajak nemenin ibu nonton. Kamu yang manjanya ga ketulungan kok ya ndak mau."

Ayah yang melihat perdebatan itu hanya tertawa. Lalu menarik anaknya dari perut sang istri. Sudah besar pikirnya. Tak etis jika harus seperti itu.

Halah ayah! Kamu ini cemburu..

****

Sedangkan di lain tempat Andrian sedang meratapi nasib yang begitu menyedihkan.

Apa ia jahat? Tidak menurutnya.

Apa ia tidak tahu diri? Tidak menurutnya.

Tapi itu menurutnya, presepsinya. Tolong jangan buat Andrian lebih dari semenyesal ini untuk kalian yang bilang Andrian ini kejam. Tidak!

Itu balasan yang setimpal kepada orang yang selalu menghantui jiwanya. Ia tak salah, tak ada yang salah.

Tak ada yang salah dari mencintai. Yang salah hanya pada apa yang ia cintai. Ia mencintai orang yang salah.

Terpopuler

Comments

ayyona

ayyona

like like duyu 😎😍

2020-09-26

0

Mei Shin Manalu

Mei Shin Manalu

Holaa... Aku ke sini lagi 😊

2020-08-29

0

Ilham Rasya

Ilham Rasya

hadir Thor 💪💪😅

2020-08-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!