"Pak, Bu ada yang bisa saya bantu?" suara seorang pria yang tiba-tiba muncul di belakang Haidar dan Arrabelle dengan wajah yang menyeramkan akibat tersorot cahaya baterai berwarna kuning yang dia bawa sendiri.
"Aarghhh!!" teriak Arrabelle dan Haidar bersamaan. Mereka berlari ke arah pintu akan tetapi, sebelum Arrabelle masuk Haidar yang sudah berada di dalam lebih dulu langsung menutup pintu dan mengunci Arrabelle dari luar.
"Huaaa!! Haidar buka pintunya!" teriak Arrabelle menggedor pintu apartemen agar Haidar membiarkannya masuk.
"Haidar!" teriaknya lagi semakin takut saat orang itu mulai mendekatinya.
Grep …
Sebuah tangan menyentuh bahu Arrabelle membuat wanita itu kembali berteriak dan jatuh pingsan.
"Loh, kok pingsan," ucap pria yang merupakan seorang petugas keamanan apartemen tersebut.
.
.
.
Beberapa menit setelah lampu menyala.
"Hehe maaf ya pak, sudah membuat anda dan istri anda ketakutan," kata satpam bernama Pardi. Pria dengan seragam hitam itu mengusap tengkuk lehernya merasa tidak enak karena sudah membuat takut kedua penghuni apartemen tersebut.
"Lain kali jangan menyorot mukamu dengan lampu, kau sangat menyeramkan … tidak terkena sorot lampu saja sudah menyeramkan seperti itu," gerutu Haidar sembari menggenggam tangan Arrabelle yang masih belum sadarkan diri.
"Iya maaf pak," jawab Pardi sambil mengusap wajahnya yang dirasa memiliki kemiripan dengan Siwon Suju.
"Belle, bangun." Haidar memberikan minyak angin ke dekat hidung Arrabelle supaya rekannya itu bisa kembali sadar.
"Ehm." Belle mulai tersadar, dan membuka kedua matanya secara perlahan.
"Haidar," lirih Arrabelle saat melihat Haidar berada di depannya, kemudian ia mengalihkan pandangannya pada Pardi yang sedang tersenyum padanya.
"Belle, syukurlah kau sudah sadar."
"Siapa dia?" tunjuk Arrabelle pada Pardi.
"Dia pak Pardi, petugas keamanan disini," jelas Haidar.
"Hehe, iya non maaf sudah membuat anda pingsan."
Arrabelle hanya tersenyum sembari mengangguk lalu, menatap tajam Haidar yang tadi sudah meninggalkannya sendirian di luar apartemen, dalam keadaan takut.
Haidar tertawa gugup, sepertinya ia tahu apa salahnya sehingga membuat Arrabelle menatap sengit dirinya.
"Belle maafkan aku, tidak seharusnya aku meninggalkan mu tapi aku bersumpah aku tidak berniat meninggalkanmu di luar tadi."
"Anda keterlaluan pak, bisa-bisanya meninggalkan istri anda dan menguncinya di luar," celoteh Pardi yang masih berada di kamar Haidar.
"Hei, kenapa kau masih disini?" sentak Haidar pada Pardi.
"Bapak belum menyuruh saya pergi, jadi saya pikir bapak masih membutuhkan saya," ocehnya.
"His, sudah sana pergi mengganggu saja," dengus Haidar mengusir petugas keamanan tersebut.
"Apa maksudnya dia menyebut ku istrimu?"
"Ah, itu hanya pengalihan issue … kau tidak maukan jika kita di usir dari sini hanya gara-gara status kita yang bukan suami istri," ungkap Haidar menyimpan udang dibalik gajah.
Arabelle mengerutkan dahinya lalu, ia mendorong dada Haidar untuk melampiaskan rasa kesalnya atas tindakan Haidar yang menguncinya di luar apartemen.
"Dasar penakut, bisa-bisanya kau meninggalkan aku begitu saja diluar tadi," omel Arrabelle memarahi Haidar.
"Hehe, Belle maafkan aku … aku bukan takut hanya terkejut dan lupa jika kau masih berada diluar, maafkan aku," kekeh Haidar membujuk Arrabelle agar tidak marah lagi kepadanya.
Arrabelle mendelik dan mengalihkan pandangannya dari Haidar, karena merasa sebal. Baru kali ini dirinya bertemu dengan pria pengecut seperti Haidar yang bukannya melindungi, malah menumbalkan dirinya.
"Belle." Haidar meraih tangan Arrabelle dan menggenggamnya. "Maafkan aku, aku berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi … lain kali aku akan lebih memprioritaskan mu dibanding diriku sendiri."
"Aku tidak percaya!"
Haidar mengangkat tangannya dan mengucapkan sumpah, jika dirinya akan berubah dan tak akan mencelakai Arrabelle lagi demi kepentingan dirinya sendiri.
"Baiklah, aku akan memegang janjimu jika kau melakukan itu lagi aku tidak akan memaafkanmu."
"Sepakat, kalau begitu kau tidurlah besok kita akan pergi ke dokter untuk memeriksa kakimu," tutur Haidar.
"Kau mau kemana?"
"Aku mau tidur di sofa."
"Hah, ehm … kenapa mesti di sofa? Ranjang ini luas kita bisa berbagi ranjang bersama," cetus Arrabelle malu-malu.
Haidar membulatkan matanya saat mendengar tawaran manis Arrabelle. " Apa kau tidak keberatan jika aku tidur disini?"
Arrabelle menggelengkan kepalanya.
"Tapi, aku ini seorang pria perkasa kau tidak takut padaku?" tanya Haidar untuk meyakinkan.
"Memangnya kenapa aku mesti takut?"
"Kau tahukan pria dan wanita jika tinggal satu ruangan, akan mengakibatkan hal yang fatal apa kau—."
"Jika tidak mau tidur disini ya sudah, tidur di sofa saja bukankah tadi kau bilang di sofa ada hantu."
"Ssttt, kau benar sebaiknya aku tidur disini saja untuk menjaga mu," dalih Haidar langsung naik ke atas ranjang dan membaringkan tubuhnya tanpa banyak berbasa basi lagi.
Arrabelle mengulum senyumnya dan ikut berbaring di samping Haidar, ia menatap wajah Haidar yang sedang berpura-pura tidur kemudian kembali tersenyum sendiri.
"Kenapa kau tersenyum? Apa wajahku lucu?" gumam Haidar masih menutup kedua matanya.
"Ya, wajahmu seperti kodok zuma," kekeh Arrabelle membuat Haidar terbelalak sebab baru kali ini dirinya mendengar ada wanita yang mengatai wajah tampannya seperti kodok zuma.
"Hei, kau menghinaku," protes Haidar tak terima dengan pernyataan Arrabelle.
"Hehe, maaf aku cuman bercanda … kau sangat tampan sekali seperti dewa agung dari langit," puji Arrabelle.
"Ya aku tahu, bahkan dewa agung saja masih kalah tampan dariku," celoteh Haidar yang memiliki tingkat kepercayaan setinggi harapan anak bangsa untuk membangun negaranya lebih maju lagi.
"Aku percaya," balas Arrabelle terkekeh.
"Sudahlah, ini sudah malam sebaiknya kita tidur … mau aku peluk?" kata Haidar menawarkan diri.
"Ish, diam disitu dan nikmati tidurmu," tolak Arrabelle menarik selimutnya dan memunggungi Haidar.
Haidar hanya tersenyum kemudian menutup kedua matanya dan terlelap dalam tidurnya.
.
.
.
.
Pukul 07.00 masih di apartemen milik Haidar.
Arabelle sudah terbangun sejak satu jam yang lalu dan kini tengah sibuk dengan peralatan dapur yang dimiliki oleh Haidar, aroma harum dari masakan yang dibuat oleh Arrabelle sampai masuk kedalam kamar dan hinggap di alat penciuman Haidar membuat pria dengan julukan pria tertampan didunia itu terbangun dan mengikuti aroma harum tersebut.
"Hem, harum sekali."
"Hai, kau sudah bangun … maaf aku menggunakan dapurmu untuk memasak, perutku lapar dan kau masih tertidur aku tidak tega membangunkan mu jadi aku memasak tanpa seijin mu."
"Tidak masalah, anggap saja rumah sendiri … omong-omong apa yang kau masak harum sekali?"
"Hanya daging asap, telur ceplok, dan roti panggang … cobalah." Arrabelle memberikan sepiring sarapan buatannya pada Haidar.
"Hem, ini enak sekali … oh ya dari mana kamu mendapatkan bahan makanan ini?"
"Oh dari pak Pardi, aku belum membayarnya karena dompet dan ponselku tertinggal di kontrakan jadi aku bilang kalau kau yang akan menanggung biayanya kau … tidak keberatan kan?" jelas Arrabelle sedikit gugup karena sudah belanja tanpa persetujuan Haidar lebih dulu.
Haidar menatap datar Arrabelle kemudian ia menyunggingkan sebelah bibirnya ke atas dan menjawab tidak apa-apa dengan raut wajah tertekan.
Arrabelle tersenyum manis lalu, mengasongkan segelas air putih pada Haidar dan tak berselang lama suara bell pintu terdengar berbunyi.
"Biar aku yang membukanya, kau sarapan saja," ucap Arrabelle berlari kecil menuju arah pintu.
Klek …
Begitu pintu terbuka, Arrabelle langsung dibuat tertegun oleh tamu yang tiba-tiba menatapnya tajam tersebut.
.
.
.
.
.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments