Menginap.

Suara petir terdengar bergemuruh, diikuti hujan deras yang tiba-tiba turun secara mendadak. Padahal sebelumnya cuaca sangat cerah dan tidak menunjukan tanda-tanda akan turunnya hujan akan tetapi setelah Haidar memuji cuaca, keadaan mendadak berubah membuat Haidar tak bisa berkata-kata sembari menatap Arabelle gugup. 

Tes … tes … tes …

Tetesan air dari genteng bocor mengenai bahu Haidar. Pria yang sedang memegang secangkir kopi itu langsung bangkit untuk menghindari air bocor tersebut.

"Ya ampun Belle atap mu bocor," ujar Haidar menaruh kopinya di atas meja.

"Hah, benarkah … ah ya ampun pr buatku," kata Arrabelle buru-buru mencari sesuatu untuk menampung air yang bocor. 

"Belle, lihat disini juga bocor disana juga," ucap Haidar menunjuk pada setiap sudut ruangan yang bocor. 

"Ah ya ampun." Arrabelle kembali mencari ember untuk menampung air, tapi kebocoran atap terlalu banyak sehingga ia tak punya tempat lagi untuk menampung air yang turun dari atap rumahnya. 

"Huft, bagaimana ini?" keluh Arrabelle menghela napasnya dalam. "Oh iya, aku masih punya satu ember." Arrabelle menjentikkan jarinya, meskipun kakinya terpincang ia berusaha untuk berjalan kesana kemari untuk menyelamatkan rumahnya agar tidak banjir namun, saat Arrabelle berjalan tergesa dan tak memperhatikan jalan tanpa sengaja kakinya menginjak genangan air hingga nyaris terpeleset. Untungnya Haidar keburu sadar dan menangkap Arrabelle agar tidak terjatuh. 

"Awas hati-hati," pekik Haidar menangkap Arrabelle kedalam pelukannya, manik mata keduanya pun kini saling beradu satu sama lain tanpa ada yang berkedip sama sekali. Haidar yang seakan terbawa suasana dan tergoda akan bibir Arrabelle yang ranum mendekatkan wajahnya untuk mencium bibir sang gadis, begitu dengan Arrabelle yang melihat Haidar mendekat menutup kedua matanya untuk menerima ciuman tersebut. 

Namun, belum sempat kedua bibir mereka beradu suara gemuruh dari atap kamar yang roboh menyadarkan keduanya, sehingga merekapun kembali ke posisi semula dengan perasaan malu dan buru-buru mengecek ke arah sumber suara. 

"Ya ampun, kamarku!" pekik Arrabelle saat melihat kondisi kamarnya yang hancur akibat atap yang roboh menimpa ranjangnya. "Hah, bagaimana ini kamarnya sudah tidak bisa dipakai aku harus tidur dimana," rengek Arrabelle menyentuh kepalanya yang pusing melihat kondisi kamarnya sudah tak layak huni. 

Melihat Arrabelle yang sedih karena rumahnya hancur, Haidar jadi tidak tega. Ia pun mengusulkan pada Arrabelle untuk tinggal di apartemennya sementara waktu. 

"Belle, bagiamana jika kau tinggal di apartemenku dulu sampai rumahnya diperbaiki." 

"T-tidak perlu, aku tidak mau merepotkanmu," tolak Arrabelle merasa  tidak enak jika harus membebani orang yang baru saja dikenalnya. 

"Kau jangan khawatir, aku sama sekali tidak merasa di repotkan oleh mu … dari pada kau tinggal disini, kau bisa sakit sebaiknya ikut denganku kebetulan apartemennya juga kosong," tutur Haidar. 

Arrabelle melihat kembali setiap sudut rumahnya yang hampir tidak ada tempat kering untuk ia tempati dan dia juga bingung mau pergi kemana sekarang, sementara hujan masih deras dan Arrabelle pun tak punya sanak saudara untuk dimintai bantuan. 

Brak! …

Atap tengah rumah kembali terjatuh, Haidar yang merasa tempat itu tidak aman untuk ditinggali lebih lama lagi menarik paksa Arrabelle keluar dari sana dan membawanya menuju apartemen miliknya. 

.

.

.

                       🌸🌸🌸

Trilik …

Suara pintu apartemen dibuka. 

Haidar membawa masuk Arrabelle ke dalam apartemennya yang hangat dan nyaman, ia menyuruh Arrabelle untuk menunggu sebentar sementara Haidar mengambilkan handuk untuk mengeringkan tubuh Arrabelle yang basah karena air hujan. 

"Ini keringkan badanmu dan ini kemejaku, kau bisa mengganti bajumu dengan kemejaku sambil menunggu bajumu kering." Haidar memberikan sebuah handuk dan kemeja putih miliknya pada Arrabelle. 

"Terimakasih, maaf sudah merepotkan," ucap Arrabelle mengambil handuk dan kemeja dari tangan Haidar. 

"Tidak perlu sungkan." Haidar tersenyum pada Arrabelle.

"Kalau begitu aku ganti pakaian dulu, dimana kamar mandinya?" 

"Di dalam kamarku." tunjuk Haidar pada sebuah pintu yang terletak dibelakangnya. 

Arrabelle tersenyum dan masuk ke dalam kamar Haidar untuk berganti pakaian. 

Beberapa menit kemudian.

"Haidar," panggil Arrabelle pada pria yang sedang sibuk menyeduh teh hangat di pantry. 

Haidar menoleh ke arah sumber suara, dan seketika Haidar menelan ludahnya secara kasar saat melihat penampilan Arrabelle yang tampak seksi dengan kemeja putih longgar miliknya.  

Tubuh Haidar memang jauh lebih besar dari Arrabelle, sehingga sepotong kemeja Haidar bisa menjadi mini dress ketika digunakan oleh Arrabelle. Haidar memindai Arrabelle dari atas sampai bawah, membuat wanita yang sedang menarik-narik kemejanya itu merasa tidak nyaman. 

"Apa aku terlihat aneh?" tanya Arrabelle sembari menarik-narik kemeja yang berada di atas lututnya agar lebih panjang lagi. 

Haidar menggelengkan kepalanya. "Tidak, k-kau terlihat cantik sekali," pujinya membuat pipi Arrabelle bersemu. 

Haidar menghampiri Arrabelle dan memberikan secangkir teh hangat padanya, kemudian mereka berdiri di depan kaca balkon yang menampilkan pemandangan indah kota tersebut. 

"Terimakasih sebelumnya karena kau sudah mengijinkan aku untuk tinggal di apartemenmu, aku berjanji setelah aku mendapatkan rumah kontrakan baru aku akan segera pergi dari sini," kata Arrabelle meyakinkan Haidar.

"Tidak perlu terburu-buru, kau bisa tinggal disini sesukamu," timpal Haidar sembari menyesap teh hangatnya.

"Tidak perlu, ini pasti akan sangat merepotkan."

Haidar menatap Arrabelle dan menyentuh bahunya. "Berhentilah berpikir kau merepotkanku, anggap saja ini sebagai ganti rugi karena telah membuat kakimu terluka." 

Arrabelle menyentuh tangan Haidar dan menggenggamnya. "Baiklah kalau begitu, terimakasih." 

Haidar terkekeh merasa gemas sendiri pada Arrabelle yang sedang tersenyum manis padanya. Keduanya pun berbincang ria untuk mengenal satu sama lain hingga senja hampir tenggelam dan keduanya tampak akrab sembari tertawa bersama. 

"Sudah hampir malam, aku pulang dulu besok aku akan kembali untuk melihatmu," pamit Haidar bangkit dari duduknya. 

Arrabelle terlihat sedih ketika melihat Haidar mengenakan kembali jasnya dan bergegas untuk pergi. 

"Hmm, Haidar," lirih Arrabelle menatap Haidar sendu. 

"Ya." 

Arrabelle bangkit dari duduknya dan menghampiri Haidar yang sudah berada di depan pintu. 

"Bisakah kau menginap saja disini, aku takut." 

Mendengar permintaan Arrabelle yang ingin dirinya tidak pulang, Haidar mengulum senyum di bibirnya. "Belle kau yakin ingin aku menemani mu?" tanya Haidar meyakinkan. 

Arrabelle mengangguk. 

"Sstt, tapi kamar disini ada satu dan aku tidak terbiasa tidur di sofa," ucapnya sembari berjalan melewati Arrabelle. 

"Kalau begitu aku saja yang tidur di sofa," cetus Arrabelle membuat senyum Haidar menghilang.

"Astaga, aku pikir dia akan mengusulkan untuk tidur bersama," dengus Haidar dalam hati. "Ehm, begini Belle kau tahukan apartemen ku sudah lama tidak ditempati dan banyak tetangga yang bilang padaku jika malam hari selalu mendengar suara ribut dari dalam sini," bisik Haidar yang kini berada dibalik punggung Arrabelle. 

"Benarkah?" tanya Arrabelle merasa bulu kuduknya merinding. 

"Ya, bahkan petugas kebersihan yang biasa membersihkan tempat ini pernah melihat sesosok hantu wanita berbaju putih sedang duduk di sofa sana," kata Haidar sembari meniup lembut telinga Arrabelle untuk membuat wanita itu semakin merinding. 

Arrabelle membalikan tubuhnya pada Haidar dengan raut wajah ketakutan. "K-kau tidak sedang menakutiku kan?" 

Haidar memiringkan senyumnya. "Tentu saja tidak, untuk apa aku menakutimu," jawab Haidar mundur satu langkah dari Arrabelle yang langsung diikuti oleh wanita yang sedang takut itu. 

"Lalu, apa yang terjadi pada petugas kebersihan itu?" tanya Arrabelle lagi penasaran. 

"Hah? I-itu petugas itu jelas saja lari terbirit-birit, karena sosok hantu itu sangat menyeramkan. Wajahnya dilumuri oleh darah, kedua matanya merah menyala dan melotot lalu—," belum selesai Haidar bercerita tiba-tiba lampu apartemen mati dengan sendirinya membuat Haidar berteriak dan memeluk Arrabelle kencang.

"Kenapa kau berteriak?" 

"Hah, a-aku aku hanya terkejut," dalih Haidar melepaskan pelukannya dari Arrabelle. "Tunggu sebentar aku akan mengecek listriknya." 

Arrabelle menarik ujung jas Haidar. "Jangan tinggalkan aku." 

Haidar menatap Arrabelle sesaat. "Baiklah, tetaplah dibelakangku aku akan menjagamu." Haidar mengeluarkan ponselnya dan menyalakan senter untuk menerangi langkah kaki mereka. 

"Dimana letak pengaturan listriknya ya?" gumam Haidar mengarahkan senternya ke atas dinding, sementara Arrabelle yang sedang memegang erat ujung baju Haidar menutup kedua matanya karena merasa takut jika dirinya melihat hal aneh di luar apartemen. 

"Apa sudah ketemu?" tanya Arrabelle tidak sabar. 

"Belum, aku tidak tahu tempatnya," jawab Haidar tanpa menoleh. 

"Cepatlah aku takut," rengek Arrabelle. 

"Ada yang bisa saya bantu pak, bu?" 

Arrabelle dan Haidar menoleh ke arah sumber suara dan didetik berikutnya merekapun berteriak sembari lari terbirit-birit ke dalam apartemen. Tidak, bukan mereka melainkan Haidar seorang diri. Pria itu lari sendirian meninggalkan Arrabelle yang sedang ketakutan dan menguncinya dari luar. 

.

.

.

.

Bersambung. 

.

.

Nggak ada akhlak.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!