Brak!! ….
Haidar buru-buru turun dari mobil saat mengetahui jika dirinya menabrak seseorang, untuk memastikan jika orang itu baik-baik saja.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Haidar pada gadis yang sedang terjatuh di atas aspal akibat tertabrak olehnya.
"Aku tidak apa-apa," jawabnya yang kemudian mengangkat wajah cantiknya.
Wajah tirus, mata agak sipit, hidung mancung, alis melengkung dengan indah, bibir ranum serta rambut lurus sebahu membuat Haidar terpana dan tak mampu untuk berkata-kata, sebab wanita itu persis seperti seorang Dewi yang baru turun dari istana langit.
"Direktur Ha, ayo pergi!" panggil Rafael khawatir jika orang-orang itu akan kembali mengejar.
Haidar melambaikan tangan pada Rafael tanpa menoleh sebagai isyarat agar sekretarisnya itu menunggu sebentar.
"Sepertinya anda sedang terburu-buru maafkan saya, karena saya tidak melihat saat menyebrang saya jadi mengganggu perjalanan anda," tuturnya pada Haidar yang masih menatapnya tanpa berkedip.
"Tidak masalah, ini salahku … aku yang tidak berhati-hati," kata Haidar sembari mengulurkan tangannya pada sang gadis dan membantunya untuk berdiri.
Gadis itu menyambut uluran tangan Haidar dan mencoba untuk berdiri akan tetapi, saat gadis itu hendak berjalan kakinya terasa sakit sehingga sulit untuk melangkah.
"Ah," ringisnya merasakan pergelangan kakinya terkilir.
"Ada apa?"
"Sepertinya kakiku terkilir."
"Benarkah, oh astaga biar aku bantu." Haidar memapah gadis itu sampai ke sebuah kursi yang ada di tepi jalan dan memeriksa kondisi pergelangan kakinya.
"Direktur Ha, kita tidak punya waktu!" teriak Rafael lagi.
Lagi, Haidar hanya melambaikan tangannya.
"Nona, maafkan aku … aku tidak bisa menolongmu sebab kondisiku sedang mendesak, tapi aku berjanji akan bertanggung jawab atas luka yang kau derita."
"Tidak apa-apa aku mengerti, pergi saja nanti aku akan memberitahumu soal biaya rumah sakitnya," kekeh sang wanita.
"Baiklah semoga besok kita bertemu lagi, aku pergi dulu," pamit Haidar yang tampak tak rela saat akan meninggalkan wanita cantik tersebut sendirian dalam keadaan terluka.
Wanita itu tersenyum ke arah Haidar seraya mengatakan 'Tidak perlu khawatir aku baik-baik saja' dan menyuruh Haidar untuk segera pergi.
Haidar pun bergegas masuk ke dalam mobil kemudian memacu kendaraan roda empatnya dengan sekuat tenaga sebab orang yang tadi mengikutinya kembali mengejar.
Gadis itu menatap datar mobil-mobil yang sedang saling mengejar itu sampai kedua mobil tersebut hilang dari pandangannya.
.
.
.
Keesokan harinya.
Haidar baru saja keluar dari sebuah restoran bersama Rafael dan tanpa sengaja ia melihat wanita yang kemarin dia tabrak sedang berjalan susah payah menggunakan tongkat serta sebelah tangannya membawa kantong kertas berisi belanjaan diseberang jalan sana.
"Rafael, pergilah lebih dulu aku ada urusan," titah Haidar menepuk dada sekretarisnya.
"Tapi direktur Ha, hari ini masih ada pekerjaan."
"Ck ini hanya sebentar, sudah sana pergi … sana." Haidar mendorong Rafael agar segera masuk ke dalam mobilnya.
"Tapi direktur Ha—." Rafael menghentikan ucapannya saat melihat Haidar tengah menatap seorang wanita dengan raut wajah cerah.
"Hem baiklah, jika sudah berurusan dengan wanita aku akan tutup mulut," ujar Rafael, ia menyalakan mesin mobilnya dan pergi meninggalkan Haidar yang hampir meneteskan air liurnya.
.
.
"Hai, kau masih ingat aku?" sapa Haidar pada wanita yang telah mencuri perhatiannya.
"Kau, tentu saja aku ingat … kau yang sudah menabrakku kemarin kan," kekehnya pada Haidar.
"Hah, bukankah kemarin kau mengakui jika kau yang menyebrang tidak hati-hati," gumam Haidar mengusap tengkuk lehernya sebab pernyataan wanita itu berbeda dengan kemarin.
"Kau bilang apa?"
"Ah tidak, aku tidak bilang apa-apa. Bagaimana dengan kakimu? Apa terluka parah?"
"Tidak terlalu, hanya perlu di gips selama beberapa hari dan semuanya akan kembali normal."
"Oh ya ampun, maafkan aku omong-omong berapa biaya rumah sakit yang sudah kau keluarkan aku akan menggantinya."
"Ini kwitansinya." Wanita itu menyerahkan selembar kertas tagihan rumah sakit pada Haidar.
"Astaga, wanita ini to the point sekali," monolog Haidar dalam hati. "Hehe, baiklah keluarkan wechat mu, aku akan membayarnya sekarang."
Wanita itu mengeluarkan ponselnya dan memberikan qr kode pada Haidar.
"Sudah selesai."
Sang wanita pun tersenyum manis, membuat Haidar yang baru merasakan jatuh cinta pun serasa ingin jatuh pingsan, kok bisa Haidar baru merasakan jatuh cinta? Bukankah dia suka bermain wanita?.
Sebuah pertanyaan yang pasti muncul dalam benak kalian, Haidar memang penikmat wanita tapi untuk jatuh cinta Haidar sangat sulit dan banyak memilah dan memilih pasangan dalam hidupnya, karena bagi Haidar senakal-nakal dirinya, jika untuk urusan pasangan hidup ia tetap ingin yang terbaik dan sepertinya Haidar telah menemukan sosok wanita baik itu, meskipun baru pertama melihat ia bisa menilai jika wanita ini adalah wanita yang cocok untuk ia jadikan ibu dari anak-anaknya kelak.
"Terima kasih," ucap wanita dengan pakaian sederhananya itu.
"Tidak perlu sungkan, kakimu terluka juga karena ulah ku jadi aku harus bertanggungjawab … oh ya biar aku bantu." Haidar mengambil kantong belanjaan tersebut.
"Eh, tidak usah aku bisa membawanya sendiri," tolak si wanita mengambil kembali belanjaannya dari Haidar.
"Tidak apa-apa, aku akan membantu." Haidar kembali merebut tas kertas berwarna coklat tersebut.
"Tuan, ini merepotkan aku bisa membawanya sendiri."
"Nona, haruskah kita memperebutkan belanjaan ini seharian?" cibir Haidar sedikit kesal.
Wanita itu menyunggingkan bibirnya malu. "Maaf."
"Tidak-tidak, kau tidak perlu meminta maaf sudah tugasku sebagai seorang pria untuk membantu calon istrinya," celoteh Haidar yang kembali terhipnotis dengan kecantikan lawan bicaranya.
"Apa, calon istri? Tuan anda terlalu banyak bercanda," kekehnya.
"Kalau aku serius, aku sudah menjadi pendakwah … kalau begitu katakan akan pergi kemana kita?"
"Kita?"
"Benar, aku akan menolongmu sebagai tanggung jawab atas insiden kemarin."
"Kau yakin?"
"Tentu saja, omong-omong kita sudah banyak bicara tapi kau belum memberi tahu siapa namamu."
"Kau benar, namaku Arrabelle kau bisa memanggilku Arra."
"Oke baiklah, Belle itu nama yang indah seindah orangnya," puji Haidar terkekeh.
Arrabelle ikut terkekeh, ia merasa pria yang ada didepannya itu sangat lucu dan menggemaskan.
"Kau tidak keberatankan jika aku memanggilmu Belle?"
Arrabelle menggelengkan kepalanya. "Panggil aku sesukamu saja."
Haidar tersenyum dan mengikuti langkah kaki Arrabelle yang kini mulai memasuki sebuah gang sempit serta kumuh.
"Bell, apa kau tinggal disini?" tanya Haidar merasa risih dengan kekumuhan yang dimiliki oleh tempat tersebut.
"Benar tuan, apa ada masalah? Itu rumahku," tunjuk Arrabelle pada sebuah bangunan rumah yang terlihat nyaris roboh.
Haidar membelalakkan kedua matanya saat mengamati tempat tinggal Arrabelle, sebuah rumah jelek yang tidak layak untuk ditempati bahkan Haidar merasa tikus di rumahnya saja tidak akan sudi tinggal digubug reot seperti itu.
"Tuan, kenapa anda hanya diam ayo masuk," ajak Arrabelle pada Haidar yang mematung.
"I-iya," dengan perasaan jijik Haidar terpaksa masuk ke dalam rumah Arrabelle, jika saja pemilik rumah ini tidak cantik Haidar mana mau menginjakan kakinya di tempat seperti itu.
"Maaf ya tuan, rumahku jelek dan berantakan. Sebenarnya sih bukan rumahku ini adalah kontrakan, aku baru datang ke kota ini satu minggu yang lalu untuk mencari pekerjaan, karena aku kehabisan uang akibat terkena copet jadi terpaksa aku harus menyewa tempat ini yang jauh lebih murah, meskipun tidak layak di huni setidaknya aku tidak kehujanan dan kepanasan," tutur Arrabelle menjelaskan tentang dirinya.
Haidar meletakan kantong belanjaan tadi dan mengamati setiap sudut ruangan yang memiliki atap bolong serta bercak-bercak hitam sisa air hujan .
"Oh ya Tuan anda mau minum apa?"
"Tidak perlu memanggilku tuan, panggil saja aku Haidar."
"Baiklah, Haidar kau mau minum apa?"
"Apa saja, aku akan meminumnya jika kau yang membuatnya," rayu Haidar kini mengamati Arrabelle yang sedang sibuk menyiapkan air minum.
"Bagaimana dengan air comberan, apa kau masih mau meminumnya?"
"Hah?" Haidar langsung tertegun.
"Hehe, maaf aku hanya bercanda ... segelas creamy latte khusus untukmu."
"Wah, terimakasih," ucap Haidar ia langsung mencicipi kopi buatan Arrabelle dan memujinya jika kopi tersebut adalah kopi terenak yang pernah ia cicipi.
Arrabelle tersenyum malu karena terus di puji oleh Haidar. "Kau terlalu berlebihan, itu hanya kopi sachet instan yang aku beli di warung sebelah," cetus Arrabelle membuat Haidar tersedak, susah payah Haidar merangkai kata untuk memuji Arrabelle ternyata wanita itu hanya menyuguhkannya secangkir kopi murahan padanya.
Haidar tertawa penuh tekanan.
"Kenapa? Kau tidak biasa meminum kopi murah ya?"
"Ah tidak, aku biasanya meminum kopi merk kapal air, kopi kadal, kopi cap dua ulat dan kopi lainnya," dalih Haidar kembali menyesap kopinya. "Cuaca hari ini cukup cerah ya," cetus Haidar yang langsung disambut dengan suara petir diiringi hujan deras.
Haidar semakin tertegun sembari menyesap kembali secangkir kopinya, saat mengatakan cuaca cerah tiba-tiba berubah jadi hujan deras.
.
.
.
.
.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments