"Lo ikut basket juga?"
Rius sedikit mengintip kearah handphone Gita. Bukan mengintip sih, Gita saja yang menaruhnya asal seolah memberikan akses kepada laki-laki tersebut untuk melihatnya.
Gadis itu mengangguk.
"Biar tinggi, ya?" cowok itu tertawa kecil, membuat Gita terpana sekali lagi. Namun, begitu sadar cowok didepannya ini sedang mengejeknya, tatapan nya berubah garang.
"Basket enggak ngaruh ke tinggi," sebuah suara membuat keduanya menoleh secara bersamaan. Seorang laki-laki yang tadi berucap itu menyentil kening Gita iseng.
Deon, yang merupakan kapten basket itu memang hobi sekali menjahili Gita. Entah apa motifnya. Kalau ditanya pasti cowok itu akan menjawab 'suka aja lihat ekspresi Gita kalau lagi marah' bagaimana Gita tidak semakin kesal saat mendengarnya coba?
Deon melakukan tos antarlelaki dengan Rius. Kedua cowok itu memang berteman baik. Meskipun baru beberapa hari saling mengenal.
"Dia mah mau ngapain juga gak akan tinggi," timpal Rius, refleks mendapat pukulan pelan dari lengannya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan gadis bernama Sagita Miranda?
"Kalo gue makin tinggi, lo berdua jangan kaget ya!" seru gadis itu marah.
Kedua cowok itu saling memandang. Sedetik kemudian tawa mereka lepas. Hal ini membuat Gita semakin emosi dan memilih meninggalkan kedua cowok yang menurutnya sudah tidak waras itu.
......................
Gita merebahkan dirinya pada kasur kesayangannya. Ia baru saja selesai mencuci piring. Waktu baru menunjukkan pukul delapan, masih terlalu awal untuk tidur.
Gadis itu menyalakan handphone nya, membuka aplikasi whatsapp meski dugaannya tidak ada yang mengiriminya pesan.
Tunggu, sepertinya malam ini tebakan nya salah. Jarinya dengan lancar mengetikkan balasan-balasan kepada seseorang diseberang sana.
...----------------...
...+62896********...
| Sirius, no baru
^^^Minimal salam dulu kek |^^^
^^^ By the way, nomor lama lo aja gue gatau yang mana |^^^
| Wah parah sih, harusnya gue delete aja kontak lo
^^^ WKWK maaf, kan gue gak tau kalo lo save |^^^
^^^ Kenapa ngechat? |^^^
| Itu, tolong masukin no ini ke grup kelas ya
^^^👍 |^^^
| Jangan lupa save back
^^^Iyaa ih, bawel |^^^
| Makasih
^^^Gak gratis ya |^^^
^^^Spill MTK |^^^
| Besok
...----------------...
Beberapa pengurus kelas seperti ketua kelas, wakil ketua kelas, bendahara, dan sekretaris memang dipercayakan menjadi admin grup kelas.
Gita masih tak menyangka bahwa ia terpilih menjadi sekretaris, lagi. Dari kelas satu SMP, selalu jabatan itu yang ia pegang. Bukannya bangga, Gita justru ingin sekali-sekali menjadi murid biasa tanpa jadi pengurus kelas. Ingin santai tanpa memikirkan absen harian serta jurnal yang belum ditandatangani oleh guru-guru yang mengajar.
Sebuah pesan membuat Gita jadi berpikir dua kali untuk mengeluh.
...----------------...
| Semangat, bu Sekre.
...----------------...
"Hari ini enggak latihan kan?"
Rius mengusap peluh nya menggunakan kaos olahraganya. Beruntunglah, cowok itu selalu memakai kaos rangkap ketika mata pelajaran olahraga. Makanya, ia tak segan untuk membuka kaos olahraganya yang kini basah karena digunakan untuk mengusap keringat.
"Jorok!" Gita melangkah mundur karena cowok itu mulai mengikis jarak diantara mereka. Ketika kira-kira berjarak sekitar 7cm an, Rius berdiam diri.
Gita menahan napas beberapa saat.
"Mana ada jorok, keringat gue mah wangi," cowok itu memiringkan kepalanya dan sedikit menunduk untuk memposisikan bibirnya tepat disamping telinga Gita.
Tolong, siapapun bawa Gita pergi!
Beberapa detik bertahan dengan posisi tadi, Rius akhirnya menjauh. Ia menahan tawanya begitu melihat ekspresi Gita yang menurutnya lucu. Kedua mata gadis itu mengerjap, berusaha mengontrol jantungnya yang masih saja berdetak kencang.
Rius kembali men-dribble bola basket yang tadi sempat ia telantarkan. Sebelum memasukkan benda bulat tersebut kedalam ring, cowok itu menatap kearah Gita. Ia melempar bola dengan pelan, dan untungnya mampu ditangkap dengan baik oleh Gita. Meski badannya agak terhuyung ke belakang sebab serangan tiba-tiba itu.
Gita akhirnya paham. Lelaki itu mengajaknya bermain bersama. Harusnya ada Deon juga tadi, cowok itu kini sudah kabur ke kantin untuk menuntaskan dahaganya seusai bermain. Begitu pula dengan murid yang lain.
Di lapangan, hanya tersisa mereka berdua. Tidak, maksudnya yang notabene nya murid Mekatronika. Ada sih beberapa murid lain, tetapi mereka adalah murid dari jurusan lain. Baik Rius maupun Gita tidak ada yang mengenal mereka. Sepertinya kakak kelas.
"Gak gitu cara megangnya," Rius berdecak, mendekati gadis yang kini masih setia memegang bola basket tadi dengan kedua tangannya.
"Mundur dikit," Gita menurut.
"Tangan kirinya kurang ke samping."
Pemilik suara yang akhir-akhir ini memenuhi pikiran Gita itu berjalan kearahnya. Gita berusaha memperbaiki posisi tangan kirinya yang kurang tepat dalam memegang bola.
"Ck, gini loh."
Laki-laki itu mendekat, kulit tangan mereka saling bersentuhan guna mengondisikan bola dalam posisi yang benar. Entah disengaja atau tidak, tetapi perlakuan itu cukup membuat Gita berdebar.
"Dorong," Gita menggelengkan kepalanya pelan untuk mengembalikan konsentrasinya yang sempat buyar karena momen barusan.
Masuk!
Gita spontan meloncat-loncat kegirangan, membuat Rius terkekeh.
"Terusin."
......................
"Mana hp gue?" Rius baru saja selesai berganti pakaian. Dari kaos hitam, menjadi seragam batik.
Cowok itu menitipkan handphone nya kepada Gita. Entah apa alasannya, bahkan teman sekelas pun menatap mereka curiga. Setelah main basket berdua, sekarang saling titip barang.
"Makasih," cowok itu tersenyum kecil sebelum benar-benar masuk ke dalam kelas.
"Lo yakin gak mau cerita apa-apa ke gue?" Rista memberengut sebal. Sahabatnya ini tiba-tiba sudah sedekat itu dengan Romeo. Bukan, bukannya Rista cemburu atau memiliki rasa terhadap Romeo. Rista sudah punya pacar kok. Hanya saja, ia merasa tak dipercayai oleh sahabatnya sebagai tempat bercerita.
Dan rasanya sangat tidak enak. Rista selalu menceritakan apapun kepada Gita karena memang hanya Gita lah yang menurutnya sefrekuensi dan Rista sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Namun, kini ia ragu. Apa hanya ia yang menganggap Gita sebagai saudara? Apa Rista tidak bisa menjadi pendengar yang baik untuk Gita?
"Enggak gitu, Ris. Aduh, lo salah paham serius. Nanti gue ceritain deh. Janji."
......................
Suasana kelas Mekatronika kali ini amat hening. Tentu saja, mata pelajaran yang sedang berlangsung adalah Matematika. Pelajaran yang menjadi musuh sejuta umat. Mata pelajaran yang dibenci banyak orang, tetapi dicintai oleh orang yang tepat.
Materi yang dipelajari saat ini adalah logaritma. Usai memberi penjelasan yang sebenarnya sulit dimengerti, guru itu tidak memberi waktu atau membuka sesi tanya jawab. Tiba-tiba, lima buah soal sudah tertulis dipapan tulis.
Banyak murid yang melongo. Horor.
Tidak ada yang lebih horor dari matematika.
Oh, ada. Ini,
"Silakan yang bisa menjawab maju kedepan. Kalau tidak ada yang maju, ibu tunjuk," guru tersebut memperhatikan muridnya satu persatu. Senyumnya mulai terbit, membuat para murid meneguk saliva nya harap-harap cemas semoga tidak kena tunjuk.
Seseorang maju. Sebelum guru tadi menunjuk murid lainnya.
1) ² log 6 + ² log 8 - ² log 12 \=
...
...
"Sirius Dalawangsa," guru tersebut membaca nametag yang terpasang di bagian kanan seragam murid yang baru saja maju.
Seisi kelas bertepuk tangan kagum. Tak terkecuali Gita.
"Ri, ajarin dong kapan-kapan," ujar salah satu teman sekelasnya, Rius tersenyum kecil menanggapinya.
"Dia pinter banget ya," gumam Rius yang ternyata didengar oleh Abian.
Abian menyetujuinya, "dari SMP, apalagi di MTK. kaya udah passion nya," cowok itu menepuk punggung sahabatnya dengan bangga begitu Rius sampai dibangku mereka.
Beralih ke soal kedua, tidak ada yang berniat maju untuk menjawab.
"Lebih simple nomor dua dibanding nomor satu," Rius berucap pelan, tetapi dapat didengar oleh Gita.
Gita menoleh kebelakang dan menyodorkan bukunya, "Begini bukan sih?" tanya nya setengah berbisik, takut didengar oleh sang guru.
Rius memperhatikan angka demi angka yang tertulis dibuku tersebut, kemudian menganggukkan kepalanya dan mengacungkan jempolnya.
"Bener. Maju sana," Rius mengangkat dagunya kearah papan tulis, memberi kode pada gadis itu untuk menjawab soal di depan.
Dengan segenap keberanian, Gita melangkahkan kakinya kearah depan. Tangannya tergerak untuk mengambil alih spidol dan menuliskan jawaban yang baru saja ia pastikan kebenarannya.
2) ³ log 27 - ³ log 9 \=
\= ³ log 3³ - ³ log 3²
\= 3 - 2
\= 1
"Bagus!" puji guru tadi, membuat seisi kelas ikut bertepuk tangan kagum.
Kring kring
Bel pulang mengalihkan atensi semua penghuni kelas tersebut. Ada yang bernapas lega karena tiga soal lainnya tidak perlu dijawab, dan ada yang buru-buru membereskan peralatan tulisnya.
Setelah bersiap, ketua kelas memberi aba-aba untuk berdoa. Semuanya lantas berdoa sesuai kepercayaan masing-masing dalam hati. Kemudian mereka serentak memberi salam sebagai tanda hormat kepada guru matematika.
Guru matematika pun keluar, membuat beberapa murid bersorak senang.
Abian mencolek dagu Gita, "Keren kalian, cocok nih kalo olimpiade bareng," godanya kepada Gita dan Rius.
Rius segera menepis tangan sahabatnya yang baru saja mencolek dagu Gita. Ia melangkah keluar kelas tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Bahkan, wajah dingin nya sangat tak bersahabat seolah tak ingin diganggu.
"Lah, kenapa tuh anak?" tanya Abian bingung, ia menoleh kearah Gita yang hanya dapat mengerjapkan mata melihat adegan barusan. Ia juga sama bingungnya dengan Abian.
Sebenarnya, ada apa dengan Sirius?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments