Disebuah kamar berlatarkan cokelat, seorang gadis tengah berkutat dengan buku-buku yang tebal. Ambisinya malam ini sedang full. Apalagi di pelajaran matematika.
Hal yang memicu ambisinya adalah karena tadi ada soal matematika yang menurutnya sulit, tetapi Rius dengan percaya dirinya maju kedepan dan menjawab soal tersebut tanpa kesulitan.
5 menit awal, fokusnya masih terjaga.
10 menit kemudian, kepalanya tumbang diatas buku.
"Gue gak paham," pasrahnya, masih dengan posisi tadi.
Beberapa menit bertahan dengan posisi itu, matanya lama-lama terpejam. Rasa kantuk menyerangnya perlahan-lahan.
Ting!
Sebuah pesan membuatnya mengangkat kepala secara paksa.
Glek
Gita menelan salivanya susah payah. Pesan tersebut membuatnya was-was, bagaimana bisa sang pengirim tahu bahwa ia baru saja hampir tertidur? Ia mengucek matanya beberapa kali untuk memastikan dengan benar nama sang pangirim pesan. Tetapi namanya tetap sama hingga sekarang, tidak ada yang berubah.
Dia Sirius.
Gita mengetikkan beberapa huruf sebagai balasan. Setelah terkirim, kini giliran matanya yang bergerak mengedarkan seisi ruangan. Bagaimana bisa Rius tahu ia hampir tertidur? Apakah dia dukun? Peramal? Cenayang?
...----------------...
...Sirius Meka...
| Belajar kok malah tidur.
| Bangun.
^^^Gak jelas lo ah tiba-tiba |^^^
| Gue tau lo hampir tidur gara-gara pusing MTK.
^^^Dih, sok tau |^^^
| Emang tau.
| Udah, ayo belajar lagi.
^^^Udah keburu males, gak paham-paham |^^^
| Gue ajarin.
^^^Hah? |^^^
| Hoh!
| Udah cepetan pap soalnya.
^^^Loh loh, ini seriusan?? |^^^
| Gue tinggal tidur kalo lama.
^^^IYA-IYA IH |^^^
^^^Baperan banget sih |^^^
...----------------...
Chat tersebut membuat kening Gita berkerut. Ini orang kerasukan atau kenapa? Tiba-tiba jadi baik. Oh, atau dia ingin membalas budi karena Gita sudah memasukan nya ke grup? Bisa jadi.
Akhirnya, Gita menghabiskan malamnya dengan belajar matematika bersama Rius via video call. Kegiatan belajar selesai pada pukul sepuluh malam.
................
Keesokan harinya, Gita bangun agak terlambat dari biasanya. Ia bahkan sampai disekolah lima menit sebelum bel berbunyi. Padahal, biasanya ia akan datang paling awal sebelum murid lain.
Rista memandangi nya keheranan, seperti ada yang sesuatu yang janggal dengan sahabatnya itu.
"Tumben dah lo hampir telat?"
Gita yang baru saja duduk dan ditanyai demikian pun menggelengkan kepala nya pelan.
"Gue juga nggak tahu, Ris. Semalem tuh gue belajar, ditemenin Rius video call. Terus bangun-bangun gue masih dimeja belajar, buku gue bahkan gue jadiin bantal." kalimat tersebut meluncur begitu saja dari mulut Sagita Miranda.
Menyadari apa yang baru saja ia katakan, dengan segera tangannya refleks bergerak untuk menutupi mulutnya sendiri.
"Rius? Sirius?" Beo Rista seraya menunjuk kearah sosok yang baru datang.
Rius, merasa bahwa dirinya kena tunjuk pun mengerutkan kening dan memiringkan kepalanya. Ia memang selalu datang saat bel tepat berbunyi. Atau semenit sebelum bel berbunyi. Intinya, mepet dengan waktu masuk tetapi tak pernah terlambat. Kalau lewat dari bel ia belum datang, tandanya cowok itu izin atau sakit.
Gita meletakkan telunjuk nya di depan bibir, menyuruh sahabatnya itu untuk diam. Kemudian ia beralih kepada Rius dengan senyum terbaiknya. Seolah meyakinkan cowok itu bahwa tidak ada apa-apa.
Rius mengendikkan bahu dan berjalan menuju mejanya. Hal ini membuat Gita dapat bernafas lega seraya mengelus dada.
Tak lama setelah itu, sang guru pun masuk dan memberikan arahan praktik untuk hari ini. Sebagai informasi, mereka tengah berada dibengkel dan kabarnya akan melakukan kegiatan soldering¹.
Untuk praktik, mereka mengerjakan secara berpasangan atau dengan jumlah dua orang per-tim. Mereka bebas untuk memilih pasangan kali ini. Sayangnya, kedua temannya itu sudah sepakat untuk mengerjakannya bersama—Rista dan Kaila.
"Terus gue sama siapa dong?" Gita mengerucutkan bibirnya sebagai bentuk protes. Kedua sahabatnya yang melihat itu juga merasa kasihan dan bersalah. Saat Gita ke toilet lah mereka sepakat untuk berada satu tim yang sama.
Lagipula, diantara mereka bertiga Gita lah yang paling humble² sehingga mendapat julukan social butterfly³ dikelas. Jadi, mereka berpikir bahwa Gita akan mudah mendapat teman se-tim.
Gita menghela napas. Baiklah, ia akan bergerak mencari teman se-tim. Baru saja ingin beranjak dari duduknya, tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya.
"Ta, udah dapet temen se-tim belum?" seorang laki-laki yang Gita ingat bernama Fajar itu bertanya kepadanya.
Pas sekali! Gita jadi tidak perlu repot mencari dan mengajak orang lain terlebih dahulu kan? Tentu saja Gita tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
"Belum nih kebetulan," jawab Gita.
"Bareng gue aja, mau gak?" ajak Fajar yang langsung disetujui oleh Gita tanpa pikir panjang.
"Mau disini apa dimeja gue?"
"Disini aja."
Gita tidak terlalu suka duduk dibelakang ketika hari senin atau hari apapun saat berada dibengkel. Karena ini membuat nya tidak begitu mendengarkan penjelasan guru serta sulit untuk fokus sebab bangku belakang sering diisi oleh anak-anak yang berisik.
"Gue numpang ya," Kaila menggeser posisinya menjadi satu bangku kebelakang, menyisakan satu bangku kosong untuk ditempati Fajar.
"Jagain temen gue, jangan macem-macem lo." peringat Rista, karena ini kali pertamanya ia tidak sekelompok dengan Gita dan cewek itu mendapat partner laki-laki.
Fajar mengacungkan jempol, seolah berkata 'aman'.
"Udah pada dapet partner kan ya? Sekarang salah satu dari tim kalian silakan ambil solder, pcb⁴, dan attractor⁵ masing-masing 1, jangan lebih dan jangan kurang dari salah satu alat tersebut." titah sang guru yang dapat dipahami para muridnya dengan cepat.
Gita sudah berdiri dan ancang-ancang untuk mengambil alat.
"Gue yang ambil ya, Jar?"
Mendengar itu, Rius yang berada di seberang meja Gita refleks ikut berdiri. Abian dibuat bingung, pasalnya tadi Rius bersikeras menolak ketika ia suruh untuk mengambil alat.
"Kemana lo? Katanya tadi mager," cibir Abian.
Rius tidak memperhatikan sahabatnya sama sekali. Netranya sedari tadi tak berhenti memandang kearah seberang dimana Gita berada.
"Gak usah, lo tunggu sini aja duduk." Gita ingin melayangkan protes, tetapi Fajar sudah lebih dulu bergegas dan menutup pintu kelas menyusul anak-anak lain.
Melihat Gita kembali duduk, Rius pun melakukan hal yang sama. Hal ini sontak memancing emosi Abian.
"Lo niat ngambil gak sih? Tau gitu gue aja dari tadi!" Abian mengoceh, yang sayangnya tidak dipedulikan oleh sahabatnya.
Abian mengikuti arah pandang Rius, kemudian berdecak ketika sudah mengetahui penyebab keanehan cowok itu hari ini.
"Mending tadi gue bareng Deon aja, biar lo sama cewek lo!"
Mendengar kata 'cewek lo' membuat Rius akhirnya mengalihkan fokusnya pada rekan se-tim nya itu.
"Apa sih, bukan cewek gue!"
Abian hanya merespon nya dengan gelengan kepala dan segera beranjak untuk mengambil alat, terlalu malas untuk meladeni Rius yang menurutnya hari ini sangat menguras emosi.
Kehadiran anak-anak lain yang menandakan bahwa ia adalah orang terakhir yang belum memegang alat membuatnya mengelus dada sembari terus mengucapkan kata 'sabar' dalam hati.
......................
"Gue juga mau megang, Jar!"
Gita memberengut kesal. Pasalnya, sedari tadi ia hanya disuruh untuk memegangi pcb dan belum menyentuh solder sama sekali. Fajar hanya memberi arahan kepada gadis itu untuk memperhatikannya dengan seksama.
Dalam anggapan Gita, Fajar dan lelaki dikelas sama saja. Kalau ada pelajaran bengkel yang melibatkan perempuan, mereka akan mengambil peran lebih banyak dan terkesan meremehkan tenaga perempuan.
Padahal anggapan itu tidak benar adanya. Faktanya adalah para laki-laki ingin mereka menyelesaikan pekerjaan dengan aman. Jadi, para laki-laki akan mengerjakan nya terlebih dahulu agar para siswi dapat memperhatikan dan nantinya meminimalisir kesalahan yang dapat berakibat fatal. Rekan laki-laki ingin mereka aman dan dapat memahami materi dengan baik. Serta tentunya mendapat nilai yang bagus bila semuanya berjalan lancar tanpa kesalahan.
"Sebentar lagi ya, Ta. Ini bagian paling penting nya, lo gak boleh lama-lama pas nekan dia."
Fajar mengangkat attractor dan mempraktekkan cara menggunakan alat itu dengan benar. Gita menghela napas, tapi tak urung mengikuti arahan yang diberikan. Yaitu memperhatikan gerakan Fajar.
"Nah, udah. Nih, coba!" Fajar menggeser alat yang berada dihadapannya satu persatu, menjadi tepat berada didepan Gita.
Gita pun melakukan apa yang dikerjakan Fajar tadi mulai dari awal. Semuanya berjalan lancar, sampai ditengah-tengah ia agak kesulitan karena timah dan solder nya saling menempel.
"Astaga, tambahin timah dikit. Habis itu jauhin solder secepatnya. Jangan panik, Ta."
Gita memang baru pertama kali memegang solder, wajar kalau di kesalahan pertama nya ini dia sedikit gemetar. Karena tangan nya yang gemetar dan bergerak lambat, Fajar jadi terpaksa menggerakkan tangan mungil tersebut dengan bantuan tangannya.
Tidak berniat mencari kesempatan kok, serius. Fajar juga sudah punya gebetan dikelas lain.
Gita bernapas lega karena dapat melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena kecerobohan nya sendiri.
Tiba-tiba,
"Argh, s*al." sebuah geraman sontak membuat Gita maupun Fajar menoleh ke sumber suara.
"Ta, sini bentar." Gita yang memang memandang Rius—lelaki yang mengeluarkan geraman itu hanya dapat menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, lo Sagita. Sini dulu." tanpa butuh waktu lama, Gita mendekat kearah Rius.
Abian sudah bergeser ke satu kursi kosong yang berada ditempatnya sebelumnya, bermaksud mengode Gita untuk duduk disana. Lebih tepatnya, disamping Rius.
Sayangnya, Gita kurang peka dalam menangkap kode yang diberi Abian. Maka dari itu, sampai detik ini gadis itu masih setia berdiri dibelakang bangku Rius.
"Di UKS ada obat luka bakar, ngga?"
Gita mengerutkan kening untuk memastikan apakah benar itu yang ingin Rius tanyakan kepadanya? Netranya mulai membalas atensi yang diberikan lawan bicaranya untuk segera menjawab pertanyaan tersebut.
Gadis itu enggan membuka mulutnya, melainkan menjawabnya dengan sebuah gelengan pelan.
"Kok lo gak tau sih?" Gita dibuat menganga, kok Rius jadi seolah menyalahkan nya sih?
"Ya kan gue bukan anak PMR! salah nanya orang lo. Harusnya tanya Nila atau Cika!" ketus Gita.
"Loh tapi kan lo anak OSIS," sanggah Rius.
"Lah apa hubungannya dodol? Gue juga gak bertugas di UKS, mana tau!"
"Kan biasanya OSIS serba tau."
Entah dapat keberanian dari mana, tangan Gita tergerak untuk mendorong kepala Rius dengan agak kencang. Hal ini sontak membuat lawan nya sedikit terhuyung karena tubuhnya sedang dalam keadaan kurang seimbang.
"Emang kenapa?" tanya Gita pada akhirnya.
"Kena solder tangannya," bukan Rius yang menjawab, melainkan Abian.
Gita secara spontan memegang telapak tangan Rius untuk mengecek perkataan Abian barusan, apakah benar? Benar saja, jari telunjuk Rius sedikit memerah seperti terbakar.
Kelihatannya masih panas,
"Awh!" dan bodoh nya, Gita menyentil luka tersebut.
"PERIH WOY!"
Gita yang baru menyadari perbuatan nya segera meminta maaf.
"Lagian ada-ada aja, bentar gue tanyain ke Nila dulu obatnya."
Gita benar-benar melangkah menuju meja Nila. Agak lama karena harus menjawab beberapa pertanyaan Nila tentang siapa yang luka dan apa penyebabnya.
"Ada kayanya, tapi lo kudu ke UKS langsung."
"Sendiri?" tanya Rius.
"Mau sama gue?" tanya Abian, Rius menggeleng cepat.
"Kata Nila nanti dia anterin, mumpung lagi ada yang jaga."
Gita mengerutkan alis, kenapa laki-laki didepannya justru diam saja?
"Mau gak dih? Udah mau balik, cepetan diobati. Kalo nunggu dirumah keburu perih."
"Nilaaa!" sang pemilik nama menoleh atas panggilan Gita.
Rius menarik tangan Gita, mengakibatkan gadis itu hampir terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Untung saja ia berhasil menahan tubuhnya, kalau tidak ia jatuhnya ke pangkuan Rius. Bisa bahaya, bukan?
"Gak mau," Rius menggeleng keras.
"Loh loh, biar cepet sembuh!" tukas Gita, Rius masih tetap pada pendiriannya.
"Gak mau sama Abian atau Nila!"
"Terus? Sendiri?"
"Mau sama lo, anterin."
Sebentar, ini Gita tidak salah dengar kan?
...****************...
...Sagitarius Fyi's...
1 : proses penyambungan material dengan proses pemanasan namun benda kerja tidak ikut mencair.
2 : biasanya digunakan untuk menggambarkan seseorang yang walaupun sudah terkenal atau banyak harta, namun memiliki sifat yang tidak sombong dan tetap rendah hati
3 : istilah untuk menyebut seseorang yang mudah bersosialisasi dengan orang lain, bersikap ramah, dan biasanya disukai banyak orang.
4 : Printed Circuit Board atau papan yang digunakan untuk menghubungkan komponen-komponen Elektronika dengan lapisan jalur konduktornya.
5 : alat yang digunakan berpasangan dengan solder, fungsinya adalah untuk melepas komponen dari papan rangkaian tercetak (PRT/PCB).
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments