Dua hari sebelum hari kemerdekaan, yang lekat akan perlombaan. Begitu pula dengan SMK Sainteka yang tengah melaksanakan perlombaan hari pertama.
Gita, gadis itu sejak pagi sudah sibuk kesana kemari karena ia adalah panitia dalam acara ini. Maklum, anak OSIS. Ia bertanggung jawab dalam lomba balap karung.
"10 Meka, Mesin, Listrik silakan ke lapangan karena lomba akan segera dimulai!"
Pembawa acara memanggil kelas yang akan menjadi peserta pada ronde kedua ini. Setelah ronde pertama selesai dan kelas 10 Teknik Kendaraan Ringan melaju ke babak final.
Gita lupa siapa saja kandidat lomba balap karung kelas nya. Ia belum menemukan tanda-tanda seseorang yang dikenalnya. Itu berarti, baru anak kelas lain yang sudah berada di lapangan.
"Git, Meka mana? Udah mau mulai juga," rekan sesama panitia nya yang berasal dari jurusan Desain Pembangunan itu menunjuk jam tangan nya. Memberi kode pada Gita bahwa waktu yang mereka miliki tak banyak.
Gita izin menjauh sebentar untuk menelpon grup kelasnya. Belum sempat terhubung, ketiga orang yang wajahnya familiar itu berlari mendekat.
"Buset, kemana aja lo pada?!" Gita berseru kesal, membuat ketiga lelaki yang menjadi perwakilan lomba balap karung tersebut menyatukan kedua telapak tangan nya sebagai tanda permintaan maaf.
"Karena ketiga kelas sudah hadir di tempat, maka perlombaan akan segera dimulai. Peraturan masih sama seperti ronde 1 tadi yaa!" ujar sang MC yang dipahami oleh para peserta.
"Nitip."
Satu kata tanpa kejelasan itu membuat Gita mengerutkan alisnya bingung. Setelah sebuah ponsel kini berada dalam genggamannya, ia mengacungkan jempol untuk merespon ucapan laki-laki dihadapannya.
Priiiit
Bunyi peluit menjadi pertanda bahwa perlombaan telah dimulai. Tiga kelas yang sedang menjadi peserta itu beradu kecepatan untuk sampai digaris finish terlebih dahulu.
Bruk!
Kejadian tak diinginkan terjadi. Rius terjatuh ditengah perjalanan. Bukannya dengan cepat membantu, teman sekelas nya malah tertawa. Tak terkecuali Gita yang berada di penghujung garis finish. Gadis itu tertawa cukup keras sampai sedikit mengeluarkan air mata.
Rius berusaha berdiri lagi dan melanjutkan lompat nya agar segera sampai garis finish dan cepat-cepat pergi dari sana.
Meski yang maju ke final adalah 10 Listrik, setidaknya kelas Meka tidak menyerah sebelum berperang. Bonus nya, ada adegan lucu ketika pertandingan berlangsung.
Kedua orang dari 10 Meka itu menepi dan bergabung bersama teman sekelasnya yang sedang berteduh dipinggir lapangan. Cuaca sudah mulai terik, lagi pula mereka sudah menyelesaikan lomba-lomba. Walau dua lomba nya harus gugur terlebih dahulu, tetapi futsal sarung mereka melaju ke babak final. Dan final akan diadakan besok.
Satu orang lainnya memisahkan diri, belum berniat meninggalkan arena lomba balap karung.
"HP gue," Rius menyodorkan salah satu telapak tangan nya dalam posisi terbuka.
Sebelum memberi barang titipan itu, Gita memperhatikan wajah Rius terlebih dahulu. Sampai di detik ketiga, ia tertawa kencang. Tiba-tiba sekelebat bayangan peristiwa ketika laki-laki itu jatuh tadi memenuhi kepalanya.
"Gak jelas lo ah, mana sini?!" oke, sepertinya Rius sedang dalam mode sensitif.
Gita menghentikan tawa nya dan mengembalikan ponsel ditangan nya kepada sang pemilik asli. Selanjutnya, gadis itu berjongkok dan menaikkan celana olahraga Rius sampai atas lutut.
"Kan luka, lo gak nyadar ya?" gelengan kepala dari Rius membuat Gita menghela napas.
"Nanti ke UKS, jangan didiemin aja kaya waktu itu. Minta temenin Abian, gue gak bisa karna masih ngurus lomba."
Kemarin, saat Rius terluka karena solder, ia benar-benar meminta Gita untuk menemani nya ke UKS. Berhubung tak lama bel pulang berbunyi, gadis itu akhirnya pulang agak terlambat. Untung saja UKS tidak dalam keadaan kosong alias masih ada anak PMR yang menjaga.
Rius mengangguk-angguk seperti anak kecil yang telah menerima petuah dari sang ibunda.
Sebelum benar-benar pergi, Rius melepas topi nya dan memasangkannya diatas kepala Gita dengan asal.
"Nitip ya, nanti pulang sekolah gue ambil!" mulut Gita terbuka, hendak melayangkan protes namun sosok yang ia tuju sudah menghilang dari pandangan.
Gita membenarkan letak topi nya agar kepalanya tertutupi. Lumayan kan, terhalang dari terik matahari. Sedari tadi, sinar itu mengganggu matanya untuk terus terbuka. Silau.
Salahnya juga lupa membawa topi, padahal ia tahu kalau hari ini ia sudah stay di lapangan sejak pagi dan tidak akan memasuki kelas sampai bel pulang.
Ditepi lapangan, murid 10 Mekatronika sudah duduk berjejer. Salah satu anggota kelas tersebut tersenyum begitu benda yang ia punya berguna untuk seseorang yang menjabat sebagai sekretaris dikelasnya.
......................
Lomba hari pertama telah usai. Baik peserta maupun panitia sudah dipersilakan untuk pulang. Pengumuman ini membuat para anggota OSIS bertanya-tanya. Pasalnya, biasanya panitia akan pulang terakhir karena ada konsumsi dan berakhir makan bersama disertai kegiatan evaluasi.
"Eval nya besok aja pas final. Ini ada nasi padang kalian bawa pulang aja, masing-masing jatah nya satu. Pasti capek kan? Ini acara pertama buat yang kelas 10. Balik, istirahat. Besok bakal lebih capek lagi." penjelasan sang ketua OSIS telah menjawab semua pertanyaan yang mengganjal dibenak para anggota nya.
Semuanya tersenyum senang. Beruntung sekali mereka mempunyai ketua Organisasi yang sangat perhatian. Bukan tanpa sebab juga Arka—sang ketua mengarahkan hal demikian. Ia pernah merasakan jatuh bersama teman seangkatan nya ketika baru saja diberi tanggung jawab untuk menjadi panitia lomba pertama kali. Ia hanya tidak mau kejadian itu terulang. Dan harapan lebihnya, kalau ia peduli, maka anggota nya juga akan kembali peduli. Seperti sistem timbal balik.
Para anggota telah mengambil bagian masing-masing. Dan, Gita menjadi anggota terakhir yang menerima nasi padang.
"Makasih, kak! Saya pulang dulu ya kalau gitu," pamit Gita yang dibalas anggukan oleh Arka.
"Kamu naik apa, Ta?" tanya Arka.
"Bareng temen kak naik angkot, tuh orangnya udah didepan gerbang." Arka mengangguk kedua kalinya ketika melihat arah tunjuk Gita mengarah kepada seseorang.
"Yaudah kalau gitu, hati-hati." Arka melambaikan tangan yang segera dibalas Gita hal serupa.
Arka memang tipe ketua idaman. Setiap anggota yang berpamitan pasti ditanyai seperti itu. Pantas, para anggota terlihat saling peduli satu sama lain. Ternyata, sifat sang ketua lah yang menjadi teladan bagi para anggota.
Gita melangkah dengan sedikit tergesa, tak ingin membuat temannya lama menunggu. Begitu sampai didepan gerbang, napasnya terdengar tersengal-sengal.
"Yuk!" ajak Gita yang melangkah terlebih dahulu karena lampu sudah berganti menjadi gambar orang, pertanda agar pejalan kaki segera menyeberang.
Gita tersentak di 3/4 jalan menuju tempat akhir penyeberangan. Bagaimana tidak? Tas nya ditarik belakang oleh seseorang yang belum ia ketahui identitasnya.
"Ih, siapa sih?! Kalau sampai gue jatuh awas a—"
Ucapan Gita terhenti begitu menoleh kebelakang dan mendapati sesosok oknum yang tidak pernah ia sangka sebelumnya.
"Ja.."
Entah kemana perginya amarah yang tadi menguasainya. Yang jelas, sosok itu kini menarik tas Gita dan mendorongnya agar segera menyeberang karena para mobil sudah mulai membunyikan klakson nya. Waktu menyeberang telah habis.
Lucunya, Rius mendorong Gita seakan-akan membawa anak kucing.
"Yang bener aja, tali sepatu lo lepas. Kalau aja gak gue tarik tadi udah kesandung lo."
Gita masih bergeming, berusaha mencerna kejadian yang terjadi beberapa menit lalu. Ck, Gita itu lemot kalau urusan keselamatan diri sendiri.
"Ditungguin Rista tuh, sana samperin." Rista sudah berada jauh didepannya dan melambaikan tangannya agar Gita cepat menyusulnya.
Rius menaiki bus sekolah. Tetapi, sebelum masuk ia sempat menepuk puncak kepala Gita beberapa kali karena gadis itu betul-betul tidak bergerak selain mata nya yang mengerjap lucu.
Tidak tahu saja dia, kalau perlakuan nya barusan justru membuat kaki Gita melemas dan sulit untuk kembali melangkah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments