Pesta pernikahanku dengan Satya berlangsung di sebuah hotel mewah di Jakarta. Ada begitu banyak tamu undangan yang hadir, sekitar 2000 orang. Sebagian besar merupakan rekan bisnis keluarga Satya, sebagian merupakan kerabat dan teman-teman Satya, sisanya adalah keluarga inti dan teman-teman terdekatku.
Acara pernikahan kami berlangsung seperti acara pernikahan pada umumnya, namun kami melewatkan sesi menyampaikan pesan untuk satu sama lain karena aku dan Satya memang tidak begitu mengenal satu dengan yang lain. Sekarang waktunya para tamu undangan untuk memberi ucapan selamat kepada kami.
“Selamat, ya. Semoga kalian hidup bahagia dan cepat dapat momongan,” kata salah seorang rekan bisnis Satya yang sudah berumur sambil menyalami tangan kami berdua dengan wajahnya yang terlihat sangat bahagia.
“Amin. Makasih, Bu.”
“Selamat, Satya. Akhirnya kamu menikah sama perempuan yang cantik.”
“Makasih banyak, Pak,” sahut Satya sambil menyalami tangan kanan orang itu. Aku pun ikut menyalami pria itu.
“Selamat buat kalian berdua. Satya itu cowo yang diluar keliatan dingin padahal aslinya lucu,” kata seorang teman pria Satya.
“Ananda, kamu beruntung banget bisa menikah sama Satya. Semoga nanti Satya bisa memperlakukan kamu dengan sangat baik,” celetuk teman wanita Satya yang lain.
“Pasti, lu tenang aja,” kata Satya dengan nada tegas. Dan masih banyak lagi ucapan selamat lain yang disampaikan oleh tamu undangan yang lainnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Acara pernikahanku dengan Satya sudah selesai dan kami berada di sebuah kamar yang sudah dihiasi khusus untuk pengantin baru. Aku melepaskan semua perhiasan dan sepatu hak yang kupakai. Saat aku melepas gaun pengantinku, aku melihat darah yang sudah ada pada pakaian dalamku. Aku segera mengambil setelan piyama yang ada di dalam tas koperku.
“Kamu kecapean?” tanya Satya tanpa menatap ke arahku.
“Iya,” jawabku sambil mengangguk.
“Uh, kamu bisa tolong ambilin…” Aku ragu untuk melanjutkan kalimatku.
“Kenapa? Bilang aja,” sahut Satya dengan santai.
“Aku boleh minta tolong kamu ambilin pembalut yang ada di dalam tas di depan kamu?” pintaku lirih. Ia langsung bangkit berdiri dan mengambilkan benda itu. Lalu, Satya memberikannya kepadaku dengan wajahnya yang menatap ke arah yang berlawanan dengan tempatku berdiri.
“Nih.”
“Makasih,” kataku yang langsung berlari ke kamar mandi untuk memakainya.
“Sayang banget kamu menstruasi hari ini, padahal aku mau-”
“Jangan macem-macem, ya” timpalku dengan nada tegas.
“Kita udah resmi jadi Suami Istri. Seharusnya aku berhak macem-macem sama kamu,” kata Satya memperingatkan status kami saat ini. Ia berjalan mendekat ke arahku sambil tersenyum licik. Saat ini, aku sudah terpojok di ujung kasur. Sementara itu, Satya segera memegang kedua tanganku dan membaringkan tubuhku ke atas kasur dengan lembut.
“Kamu mau ngapain?” tanyaku gelisah. Aku langsung menutup kedua mataku saat wajahnya sudah tepat berada di atasku.
“Selamat malam, Sayang.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, Satya langsung mencium bibir istrinya dengan lembut.
“Jangan lupa perjanjian kontrak nomor 11, kita harus saling memanggil satu sama lain dengan sebutan sayang,” kata Satya sembari bangkit berdiri. Kemudian, ia berjalan menuju ke kamar mandi.
"Dasar nyebelin, cium orang seenaknya!" gerutuku pelan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aku terbangun saat waktu menunjukkan pukul 2 subuh. Aku menatap wajah pria yang berada di sebelah kananku saat ini. Wajahnya terlihat tenang, tapi tiba-tiba tangan kanannya memegang tangan kiriku.
"Satya!" seruku karena aku begitu terkejut dengan gerakannya yang tiba-tiba.
"Hmm."
“Kenapa kamu masih belum tidur?” tanyaku penasaran.
“Aku memang selalu susah tidur setiap malam,” jawabnya dengan suara serak.
“Jadi, kamu tidur berapa jam setiap hari?” sahutku bingung.
”3-4 jam, paling lama 5 jam.” Satya mengusap kedua matanya.
“Sayang, peluk aku," pintanya sambil memelas kepadaku.
“Kamu 'kan udah pake selimut."
Satya menatap wajahku sembari menyingkirkan selimutnya ke lantai.
"Ok, aku peluk kamu. Tapi kamu hadap belakang, jangan hadap ke sini," kataku dengan nada tegas.
"Kenapa? Aku terlalu ganteng buat kamu?" tanya Satya dengan wajahnya yang terlihat sumringah.
"Terserah kamu aja," sahutku kesal. Aku pun menaruh lengan kiriku di lehernya dan lengan kananku di punggungnya. Satya terlihat nyaman dan langsung tertidur lelap di dekapanku. Kali ini malah jantungku yang deg-degan sampai aku tidak bisa tidur.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
"Sebenernya kamu ganteng, tapi sayangnya kamu nyebelin. Aneh juga kalau dipikir-pikir. Seharusnya kamu ga usah nikah sama aku, tapi kenapa kamu malah culik aku ke sini dan tetap mau menikah sama aku?" tanyaku sambil menghela napas panjang.
"Kata kamu aku yang mengatur Ayah kamu supaya aku bisa menikah sama kamu, tapi kamu salah. Aku tidak kenal Ayahmu. Aku tidak kenal kamu. Aku juga tidak kenal keluargamu. Walaupun aku menjelaskannya kepadamu, kamu tidak akan percaya kepadaku."
"Sayang," panggil Satya dengan lembut.
"Hah?" Aku langsung terpingkal karena terkejut dirinya tiba-tiba terbangun dari tidurnya.
"Ayo mandi." Satya langsung bangkit berdiri dari kasur.
"Aku udah mandi," kataku polos.
"Kalau gitu, ayo temenin aku mandi," ajak Satya.
"Satya, walaupun kita Suami Istri, tapi kamu sendiri yang suruh aku tandatanganin surat perjanjian kontrak. Jadi, lebih baik kalau kita menjaga jarak dan hidup seperti biasa," sahutku dengan tegas.
"Ok, kita bisa menjaga jarak kalau tidak ada orang lain yang melihat. Apa yang kamu maksud dari hidup seperti biasa?" tanya Satya sambil menatap tajam ke arahku.
"Kamu ga tahu, tapi aku seorang penulis novel. Aku juga ga tahu pekerjaan kamu, jadi kita tetap berkarier masing-masing seperti biasa."
"Oh, pantas kamu suka halu," cetus Satya sambil tersenyum tipis.
"Setidaknya aku dapat uang dari berhalu," sahutku dengan percaya diri. Satya hanya mengangguk dan berjalan menuju ke kamar mandinya.
Setelah ia selesai mandi dan memakai pakaian formalnya, ia pun turun ke garasinya untuk berangkat ke kantor. Dan aku harus mengikutinya karena memang begitulah perjanjian yang tertulis di surat kontrak.
"Jangan lupa, nanti siang bawakan aku makan siang ke kantor," kata Satya mengingatkan.
"Iya, bawel." Satya tertawa pelan mendengar komplenanku. Ia pun mengeluarkan dua buah kartu berwarna hitam dan memberikannya kepadaku.
"Satu untuk kartu akses di rumah ini. Satu lagi untuk kamu belanja," kata Satya sambil mengelus kepalaku.
"Bye, Sayang."
Satya mencium keningku dan menaiki mobil sport BMW 320i untuk berangkat ke kantornya. Sementara aku masih mematung di dalam garasi rumahnya karena tidak tahu ingin melakukan apa di rumah sebesar ini seorang diri.
Bersambung……
Halo readers, pertama-tama Author mau bilang terima kasih udah mampir ke novel ini. Jangan lupa beri dukungan untuk novel ini melalui comment, like, dan tambahkan buku ini ke rak buku kalian ya kalau suka! Thank you ❤
Kedua, jika kalian mau memberikan kritik & saran bisa langsung comment aja bagian mana yang masih perlu author perbaiki lagi.
Terakhir, buat kalian yang tertarik dengan tulisan Author, boleh banget follow IG Author @bellakristyc_ yaa. Di sana Author bakal bagi-bagi tips menulis juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments