"Lixe! Apa kau sudah siap?" Pria tiga puluhan itu sudah duduk di atas motornya. Dengan mengenakan kacamata berlensa oranye, ditambah poni miring panjang pirangnya yang membuat wajahnya sulit dikenali. Pria itu memakai mantel dan celana putih. Terlihat seakan ia orang paling suci sedunia. Loam Van
"Ayo, Ayah! Mana Ibu?" tanya Lixe polos. Ia keluar dari jendela kamarnya dengan skyboard terbang kesayangannya. Menoleh ke sana kemari, Lixe mencari ibunya. Ia turun dari skyboardnya begitu menyentuh tanah. Skyboard itu seketika menghilang.
"Dia," kata Loam sambil melirik wanita bertopi dan kacamata hitam yang diam bersandar di pintu rumah. Lia Lyde. Dari balik kacamatanya, ia menatap Lixe tajam. Lixe menelan ludah sambil memalingkan wajah. Dia tahu ibunya masih marah.
"Ayo pergi! Kita lihat siapa yang mengundangmu datang ke sana?" Lia mendekati dua orang yang sudah naik di atas motor. Ia menyusul. "Apa pun yang terjadi, dengarkan perintahku! Mengerti!" bisiknya pada Lixe.
Lixe terpaksa mengangguk. "Tenang saja, aku sudah bersiap. Aku akan mengalahkan gean sebelum ibu tahu," batin Lixe. Hanya dia yang membiarkan wajahnya diterpa angin pagi. Motor Loam melesat cepat, salib-menyalib dengan kendaraan yang lain.
"Lingkaran Api Cahaya."
Sebuah lingkaran sihir muncul di atas rumah kayu bertingkat 3 milik keluarga Lixe. Lidah lidah api keluar dari langit-langit. Membuat rumah itu terbakar dalam sekejap.
"Hahahaha!" Tawa seorang pria meledak di depan rumah yang terbakar itu. Ia mengenakan pakaian serba putih. Lacky Van, Panglima Kerajaan Aenmal. "Anda memang hebat, Tuan Lest Van. Lebih hebat dari kakak Anda," pujinya pada Lest Van yang berjongkok di sampingnya sambil menyentuh tanah. Memasang mantra.
"Hari ini, hari terakhirmu, Kak Loam. Maafkan adikmu yang akan mengirimmu bertemu ibu," gumam Lest seraya berdiri. Ia menatap kosong rumah yang terbakar itu beberapa saat. Lalu keduanya pergi, menuju taman kota.
Lixe berlari kecil mengelilingi taman kota. Ia mengedarkan pandangan, mencari anak yang menantangnya seminggu yang lalu. Dimana anak sombong nan kurang ajar itu? Pandangan Lixe jatuh pada seorang gadis yang tersenyum memamerkan gigi taringnya yang runcing. Gadis itu seperti memperhatikannya. Tapi Lixe tidak peduli. Ia mulai memasuki taman bunga. Berharap Gean segera muncul di depannya. Walau sebenarnya dia lebih berharap tidak ditemukan duluan.
"Dor!" Lixe melompat mundur, memasang kuda-kuda. Jantungnya berdetak kencang. Napasnya tersengal.
"Kamu!" seru Lixe sebal. Gadis tadi ternyata mengikutinya. Dan tanpa tedeng aling-aling muncul di hadapannya dengan berteriak. Gadis itu tertawa. Sepertinya berusia lima tahun. Lixe tersenyum setelah memenangkan diri.
"Serpihan jiwa Aenmal. Ikatan janji," gadis itu menyentuh leher Lixe. Sebelum Lixe menyadari, sebuah kalung rantai perak melilit di lehernya. "Sampai jumpa, Kakak Lixe. Semoga cepat berhasil ya!" Gadis itu berbalik. Berlari meninggalkan Lixe yang mematung di tempat.
"Siapa dia? Dan apa ini?" gumam Lixe.
"Hei! Ini apa?! Lepaskan benda ini dariku!!" Lixe berseru heboh. Sayangnya gadis itu tidak menoleh. Ia buru-buru pergi. Kedua tangannya terangkatnya, seekor elang menangkap kedua tangannya. Lalu membawanya terbang begitu saja. Lixe memandang heran gadis dan elang itu. Ia hendaknya mengejar, namun sebuah aura dingin membuatnya mengurungkan niat. Entah sejak kapan instingnya setajam ini. Tapi dia bisa merasakan keberadaan Gean.
Lixe menoleh ke samping. "Aku menemukanmu, Gean." Lixe berlari ke arah jam satu. Menembus pohon pohon lebat yang menghalangi pandangan.
"Slash." Sebuah tebasan udara menghampiri Lixe yang baru keluar dari pepohonan. Ia melompat, berguling ke depan, menghindar. Lixe mendongak dalam posisi duduk.
"Kamu menunggu aku?" Lixe tersenyum.
"Kamu benar-benar menyebalkan!" balas Gean. Ia mengangkat pedang di tangan kirinya. Mengayunkannya ke arah Lixe. Sebuah bayangan berupa sayatan pedang melesat ke arah Lixe. Anak itu menunduk, membiarkan bayangan tadi menebang tiga pohon besar di belakangnya.
"Panggilan, pedang cahaya." Sebuah pedang muncul di tangan kanan Lixe. Ia berlari menghampiri Gean. Kedua pedang itu bertemu, menciptakan suara nyaring yang memekakkan telinga. Keduanya saling dorong. Lixe yang berbadan lebih kecil jelas kewalahan. Ia terdorong dua puluh senti ke belakang. Lixe menggeram kesal.
"Kau tahu? Suku Van tidak mengakui mu. jadi berhentilah menggunakan perlengkapan cahaya milik Suku Van yang suci." Gean menghempaskan pedang pedang Lixe. Ia jatuh terlentang. Punggungnya menghantam batu. Ia mengaduh kesakitan. Berguling di tanah sambil memegangi punggungnya.
"Jangan, berkata macam-macam." Lixe berusaha duduk. Darah segar keluar di ujung bibirnya. Ia menatap tajam Gean yang berjalan menghampiri. Sisa dua langkah. Gean mengangkat pedangnya. Sebuah cahaya menyelimuti pedang itu. Gean mendongak. Dengan cepat ia melempar pedang itu ke sembarang arah. Cahaya itu hilang begitu pedangnya menancap dalam di tanah.
"Cring," sebuah cahaya muncul di antara Lixe dan Gean. Gean melompat ke belakang. Seorang pria muncul setelah cahaya itu hilang. Pria bermata merah sebelah itu, Lacky Van.
"Pangeran Gean. Sepertinya Anda sudah kelewatan. Tapi terimakasih, sudah membawakannya untuk kami." Lacky menyeringai jahat. Ia menatap Lixe seperti Predator menatap mangsanya. Lixe bergetar. Sekujur tubuhnya mendadak berkeringat. Ini jebakan yang direncanakan. "Ayah, Ibu. Maafkan aku. Ini semua salahku," batin Lixe.
"Tuan Lacky Van, bisakah aku pergi sekarang?" tanya Gean. Lacky tersenyum lebar. Ia menoleh, lalu berkata, "Sepertinya Anda punya banyak urusan ya. Aku harap Anda bisa menyaksikan ini hingga akhir. Sepertinya Anda tidak berminat. Silahkan pergi."
Tanpa menunggu apa pun lagi. Gean mengayunkan tangan. Pedangnya berubah menjadi bayangan hitam yang pekat. Bayangan itu membesar. Berubah menjadi sebuah motor tanpa roda. Gean menaikinya, lalu terbang bersama motornya.
"Kenapa, Lix? Apa kau takut?" Lacky akhirnya mengalihkan pandangannya dari Gean. Menatap Lixe, berjongkok, mendekatkan wajahnya pada Lixe yang semakin membeku. Di belakangnya, sebuah cahaya putih muncul. Lagi-lagi seorang pria datang.
"Hahahaha! Apa kau suka, Kak Leste?" Lacky menoleh. Ia terdiam, lalu menyeringai ganas.
"Kau masih saja suka memanfaatkan orang ya, anak pamanku. Hai, Lacky Van. Apa kau lupa, soal mata kananmu itu?" Orang di belakangnya, Loam Van balas tersenyum ramah.
"Aku ingat. Dan aku masih ingat kenapa dan oleh siapa aku kehilangan separuh jiwaku." Lacky berdiri. Berbalik tiba-tiba dengan tinju cahaya yang siap menghantam wajah Loam.
Loam menatap kosong. Ia menahan tinju cahaya itu dengan tangan kanannya yang juga bercahaya. Tidak bergeser dari tempat sedikit pun. Ia meremas tangan Lacky dan memitingnya. Lacky mengadu kesakitan dan menarik tangannya sembari mundur satu meter ke belakang.
"Lixe, pergilah. Ibumu menunggu di dekat air mancur." Lixe beranjak bangun. Mengingat lukanya yang meredah, ia berlari sekuat tenaga pergi meninggalkan kedua orang tersebut.
"Nyanyian Dewi Lyde,"
Langit sekitar tertutupi awan hitam. Tubuh Lia mengambang dua meter di atas tanah. Di sampingnya, sebuah raksasa transparan berwujud wanita melindunginya dari puluhan peluru yang melesat ke arahnya. Ribuan peluru itu berasal dari belasan prajurit Kerajaan Aenmal. Mata Lixe berkaca-kaca. Andai aku tidak terpengaruh ajakan Gean.
"Suku Lyde yang terkutuk. Seharusnya kalian dimusnahkan sejak dulu. Berterimakasih kepada adikku yang membiarkanmu hidup. Tapi kalian justru menusuknya dari belakang. Matilah kalian!" ucap seorang tentara perang Kerajaan Aenmal. Dirata
"Panggilan Pegasus Aenmal." Dirata memanggil hewan kesayangannya. Seekor pegasus terbang menghampirinya. Dengan sigap dia menunggangi kuda terbang itu. Keduanya terbang menghampiri Lia. Peluru berhenti ditembakkan. Pistol di tangan Dirata berubah menjadi pedang panjang. Satu meter dari Lia. Dirata mengayunkan pedangnya.
Lia berteriak, bayangan itu mengeluarkan suara merdu diikuti gelombang suara ke arah Dirata. Dirata menghindar. Ia lalu menebas kaki bayangan transparan itu. Gagal tebasan nya tidak berpengaruh pada bayangan itu.
Dirata geram. Ia melesat ke atas, mendekati Lia. Lagi, gelombang suara melesat ke arahnya. kali ini ditangkis dengan pedangnya. Berhasil, gelombang itu berbelok. Dirata mengayunkan pedangnya. Telak merobek bayangan itu dan mengenai perut Lia.
"Ibu!" Lixe berteriak histeris. Lia menoleh ke arahnya. Ia tersenyum, walau darah segar keluar dari dua ujung bibirnya.
Mengetahui Lia mengalihkan pandangannya, Dirata kembali mengayunkan pedangnya. Kali ini mengenai bahu kirinya. Lia mengadu kesakitan. Matanya berkaca-kaca. Bayangan yang melindunginya, kini sepenuhnya hilang. Tubuhnya terjun bebas ke tanah. Saat inilah. Para tentara itu kembali menembakkan peluru ke arahnya.
"Aku tidak pernah menyakiti Kak Gaida. Aku menyayanginya," gumam Lia di detik terakhirnya.
"Kenapa kau tidak menyerang ku, Kak Lia?" batin Dirata. Kini ia hanya menyaksikan prajurit-prajuritnya menembaki Lia.
"Dan aku juga menyayangimu, Dirata." Lia memekakkan matanya. Yang terakhir. Selamat tinggal dunia.
"Ayo pergi, Lixe." Loam muncul di belakang Lixe. merangkulnya. lalu kembali hilang. Keduanya berteleportasi. Muncul di samping tebing dengan sungai besar mengalir dua puluh lima meter di bawah sana.
"Sudah kuduga, kau pasti ke sini. Loam. Selamat datang di tebing kematian." ucap seorang pria di hadapan ke duanya, Raja Aenmal Geor Wist. Di sampingnya, muncul Lest Van. Ia menatap Loam datar.
"Pergilah, Lix." ucap Loam seraya melangkah maju mendekati kedua pria itu.
"Aku tidak mau, Ayah," Lixe merengek.
"Pergi Lix!" Loam berbalik, tangannya ke depan. Sebuah cahaya menyelimuti tubuhnya. Tubuhnya terdorong ke jurang. Lalu terjun bebas ke sungai.
"Pilihan bagus, Loam." Geor menatap Loam. bayangan hitam menyelimuti tubuhnya. "Kau akan meninggalkan dunia. Ucapkan! Selamat tinggal Dunia."
Duar
"Ayah, aku berjanji. Akan membersihkan namamu."
"Namaku, Lixe Van."
Byur. Tubuh Lixe terhanyut di sungai. Cahaya yang menyelimutinya membantunya bernapas.
Selamat tinggal dunia
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Yuchen
anjay ada sihir cahaya ke tubuhnya.
2023-06-03
0
Yuchen
pedang-pedang atau pedang?
2023-06-03
0
Yuchen
🤩🤩
2023-06-03
0