Mentari pagi yang secerah wajah Selin saat tersenyum menyambutku pagi ini, benar-benar cantik. tidak perlu aku deskripsikan kecantikannya karna aku takut kalian akan ikut jatuh cinta. cukup. biar aku saja seperti kata Dilan.
dulu saat SMA aku ingat Roy pernah bilang padaku "berhenti menjadi cupu, Billy. kau bisa mendapatkan ************ dalam satu kedipan matamu itu."
laknat!
memang benar yang dikatakan Roy, tapi semenjak kejadian bad romance dikelas saat itu dengan Selin aku bersumpah akan kugerek sendiri leherku jika aku benar-benar meniduri wanita seperti yang dilakukan Roy.
Saat itu aku ingat sekali bagaimana cara Selin menatapku seperti singa yang kelaparan, rasanya ia benar-benar ingin menerkamku. dalam hati aku berdoa untuk keselamatanku.
"Heh KAU BILLY. kau pikir aku gadis murahan? JANGAN sandingkan aku dengan wanita jalangmu itu!" suaranya meninggi dan penuh penekanan.
aku menatap Selin yang murka dihadapanku tanpa mengerti arah dan tujuan pembicaraan gadis itu.
aku tidak paham.
"kenapa kau diam? kau mengakui kesalahanmu?"
aku menatapnya heran, "ada apa denganmu, Selin?"
dia menatapku lebih tajam, hingga rasanya bola matanya hampir ikut keluar. Ah Sial. Aku hampir jantungan.
"WAH. rasanya aku muak melihatmu.
Dengarkan aku baik-baik. pertama, aku tidak butuh tawaran sialanmu itu. Kedua, AKU TIDAK MENGOBRAL KEPERAWANKU HANYA UNTUK LELAKI BEJAT SEPERTIMU!" sarkasme nya.
WAH WAH kurasa dia patut diberikan penghargaan sebagai wanita paling temperamental se-jagat raya.
"Kenapa kau marah-marah? penawaran apa? aku tidak mengerti." kataku meyakinkan agar gadis itu percaya bahwa aku benar-benar tidak mengerti kenapa ia semurka itu padaku.
"kau amnesia? sini, biar kuingatkan kau. DIMANA ROY KEPARAT ITU HAH? PANGGIL DIA KEHADAPANKU SEBELUM AKU MEMOTONG ROY KECILNYA ITU!"
hanya dalam 5 menit akhirnya Roy datang juga. aku bahkan bingung sendiri kenapa urusan Roy disangkut-sangkutkan denganku?
"ROY KATAKAN APA YANG KAU BILANG PADAKU 20 MENIT YANG LALU DIKANTIN."
Roy sialan itu hanya senyum-senyum. ingin kubakar saja dia lama-lama. aku sudah tidak tahan dengan ocehan Selin yang sangat membuat kepalaku pening.
"Selin, Hotel Santero, kamar No. 101.
Jam 9 Billy akan menemuimu." katanya dengan wajah yang santai tanpa dosa.
Hell! pantas saja gadis itu mengamuk padaku.
kini Selin menatapku lagi. dengan sorotan mata tajam itu. Astaga.
"Roy sebelum aku mengerek lehermu katakan yang sebenarnya pada Selin" aku memperingati Roy kawan kurang ajar itu.
Cengiran khasnya itu, aku hanya bisa menyapu dadaku. rasanya aku ingin gantung diri saja. punya kawan tapi tidak pernah buat hidupku tentram.
"Selin, sorry. aku hanya berbohong mengatakan hal itu padamu" kata Roy.
"KAU LELAKI SIALAN! RASANYA AKU INGIN MEMBANTINGMU REMUK HINGGA TAK BERSISA! KEMARI KAU BRENGSEK." wanita garang itu kembali murka. biarkan saja Roy musnah ditangan Selin.
dengan kekuatan mendadak jadi atlet lari dalam sekejap Roy berhasil lolos dari Selin. nyaris saja nyawanya.
Selin kembali masuk kekelas dengan napas yang masih ngos-ngosan.
"B-illy. w-anita baik-baik tidak akan pernah pantas bila disandingkan dengan seorang player." katanya sambil menatapku. kali ini dia lebih sinis. Apalagi ini? player? seharusnya ia menasehati Roy. bukan aku.
detik itu juga aku tahu aku jatuh cinta pada Selin. gadis tomboy, temperamental, dan juga frontal. satu paket khusus yang tidak akan pernah aku dapatkan dimanapun itu kecuali pada dirinya.
mengingat kata-katanya yang paling terakhir membuatku memutuskan tidak mengikuti jejak sialan Roy itu.
berbekal ketampanan yang tidak manusiawi ini banyak gadis memohon padaku untuk menjadi kekasihnya ataupun sekedar teman tidurku. Oh tidak semudah itu readers. jauh sebelum mereka memohon sudah kukuburkan dalam-dalam gadis-gadis didunia ini kecuali Selin. Yes. gadis itu pilihanku. sampai kapanpun!
aku bertekat kata player itu tidak akan cocok jika disandingkan denganku. dan terbukti!
Benar kata Selin beberapa tahun yang lalu. "Wanita baik-baik tidak akan cocok dengan seorang player."
Puji Tuhan imanku tidak semiris Roy. jadi aku tidak menjadi seorang player sekarang. Sehingga aku cocok disandingkan dengan Selin. Yeah. dia wanita baik- baik dan aku si Pria baik-baik itu. Complete!
Oke. Kembali ketopik awal.
"Billy. Itu rumah Roy. kenapa tidak berhenti?" kutebak medengarnya berkata lembut seperti ini pasti kalian tidak percaya jika dulu dia orang yang temperamental itu. Hahaha itulah yang buatku kagum padanya.
"BILLY SANDRES!" pekiknya.
Jiwaku tersadar. astaga, sudah terlewat jauh rumah Roy terpaksa aku harus putar kembali.
"apa yang kau pikirkan?" tanya Selin
"hanya masa lalu." jawabku.
ia hanya tertawa kecil, "apa ada aku?" katanya
Aku tersenyum, "kata siapa?"
Gadis itu hanya cemberut lalu berakhir mengabaikanku. Haha manis sekali dia.
mobil kami memasuki pekarangan rumah Roy. kedua pengantin baru itu tengah menunggu kami diteras.
"lama sekali." omel Roy.
aku tidak perduli, pria sialan itu hobi sekali protes. dasar!
kumasukan barang-barangnya yang entah apa mereka bawa didalam kardus.
Setelah selesai. kami menuju panti asuhan. Posisi sopir diambil ahli olehku. pendampingnya tentu saja Selin. Posisi penumpang diisi kedua pengantin baru itu. seperti double date saja rasanya. astaga! reputasiku sebagai dokter yang bijaksana dan tampan sepertinya jatuh dipart ini.
"aku bawa baju 2 kardus, dengan ukuran balita hingga remaja." kata Roy.
"Selin juga membeli popok, susu, mainan, dan entah apalagi yang diborongnya kemarin." Sambung Billy.
Selin dan Rose hanya menyimak. membiarkan kedua lelaki itu yang berbicara.
"berapa lama lagi kita tiba? Istriku sepertinya ingin muntah." kata Roy
aku berbalik, mencoba mengecek keadaan wanita itu.
"kau mabuk naik mobil?" tanyaku pada wanita itu.
ia mengangguk, aku menatap Billy sebentar.
"tepikan mobil sebentar, Billy"
tepat saat mobil menepi, muntah wanita itu berceceran dijalanan.
Roy memijat-mijat bahu istrinya sebentar, ah pria sialan itu. dia perhatian juga.
Istrinya terlihat lemas dan pucat, aku kasian padanya. apalagi perjalanan kami masih 1 jam lamanya. panti asuhan yang kami hendak kunjungi berada dipedesaan.
"padahal sebenarnya aku dulu tidak pernah mabuk saat naik mobil." kata Rose.
tanganku berhenti mencari sesuatu didalam tasku, lalu berbalik menatap perempuan itu.
"kapan terakhir kau datang bulan?" tanyaku spontan ketiga manusia didalam mobil itu mengerutkan dahi mereka.
"Selin, kenapa bertanya begitu?" kata Billy
aku tidak peduli pada Billy. wanita itu telihat berpikir sebentar lalu terlihat malu-malu.
"3 minggu yang lalu" cengirnya.
napasku hampir terhenti. mataku menatap intens kearah Roy.
"kau pakai? astaga kenapa sangat sulit mengatakan hal brengsek itu" kesalku.
"tidak. lelaki sejati tidak memerlukan benda itu" jawab Roy yang rasanya aku ingin langsung memakannya.
lelaki sejati katanya? sungguh! ingin ku lemparkan dia keapi neraka.
kuatur napasku. tenang. santailah Selin. jangan emosi. kau pasti bisa.
"Selamat. kau calon Ayah sekarang" kataku padanya.
lagi. Ketiganya menatapku tidak percaya.
"Sungguh?" Rose begitu antusias bertanya padaku, "ceritakan padaku bagaimana saat kau hamil pertama dulu."
Sekarang terbalik, aku yang dibuat terpaku diam mendengar pertanyaannya.
"Kata Roy, Billy lupa memakai benda itu sehingga kau bocor sepertiku juga." sambungnya.
Dengan sisa kekuatanku, aku menangis sejadi-jadinya dimobil. rasanya emosiku yang sedari tadi kutahan menjadikan aku tidak bisa marah-marah selain menangis.
Ketiganya panik. lebih tepatnya Rose bingung kenapa aku menangis. sedangkan Roy, aku tahu lelaki itu sedang menahan untuk tidak terbahah-bahak. Sejak dulu, dia memang suka sekali membuatku menangis. Sialan.
Billy lagi yang jadi korbannya, ia berusaha menenangkanku. dia sudah tahu begini jadinya kalau Roy dipertemukan denganku. Keparat kurang ajar.
"BILLY NIKAHI AKU. SUNGGUH! AKU LELAH DIKATAKAN TEMAN TIDURMU." teriak ku frustasi.
Billy spontan saja kaget. lalu tawa Roy yang dia tahan sedari tadi pecah juga. sedangkan Rose tidak paham dengan situasi sekarang ini.
aku masih sesegukan, lalu perlahan Billy meraih tangan kananku.
"Selin, jangan menangis. kau tahu Roy kan? dia memang suka menjahilimu." katanya lembut.
"aku ingin pulang, Billy." rengekku.
sekarang Roy turun tangan, menurutnya lebih baik menenangkan ku dari pada harus pulang ke Jakarta dengan segala rencana kita yang batal. OH NO!
"aku bercanda, Selin. jangan menangis lagi ya." bujuk Roy.
"kau! sini kau. tidak pernah tobat menjaihiliku. rasakan." aku membabi buta menjambak rambut Roy yang tertata rapi dengam pomede mahalnya itu. biarkan saja!
Istrinya bukannya membela malah tertawa terbahak-bahak, sedangkan Billy sibuk menarik tanganku agar terlepas dari kepala Roy.
"tertawakan aku semaumu, Rose." rajuk Roy pada Istrinya.
rambut Roy seperti diterjang badai petir. benar-benar kacau.
Aku terbahak-bahak. kenapa seru sekali perjalanan kali ini.
setelah aksi jambak-jambakan itu kami pun tiba di Panti Asuhan Kasih.
perjalanan sejam benar-benar tidak terasa karna perkelahian singkat aku dan Roy.
kami disambut lalu beristirahat sejenak merengangkan otot-otot.
tapi tidak dengan Selin, gadis itu bersemangat sekali.
saat anak kecil berusia 5 tahun itu mendekatinya ia tersenyum.
"siapa namamu cantik? kemarilah."
"lita..." jawab anak itu malu-malu.
"kau ingin sesuatu? permen. apa kau menyukainya?" tanya Selin
gadis kecil itu menggeleng. dan hanya mengigit jarinya.
"aku memiliki boneka. apa kau mau?" Selin tidak menyerah untuk meluluhkan gadis kecil itu.
ia kembali menggeleng. dia hanya menatap Selin.
"aku ingin Ibuku." katanya
sangat menyayat hati. teringat saat dulu aku masih dipanti asuhan ketika ada yang mengunjungi aku pikir mereka adalah salah satu Ayah ataupun Ibuku tapi nyatanya bukan.
Selin tersenyum hangat lalu mendekati gadis kecil bernama Lita itu.
"Kau boleh memanggilku Ibu, Lita."
didetik berikutnya Lita memeluknya erat seperti ia benar-benar bertemu Ibunya yang dia cari selama ini.
"apa kau benar ibuku?" Suaranya kecil dan cempreng.
Melihat keduanya seperti ini rasanya aku kembali jatuh cinta pada Selin.
"Kau mau jadi anakku?" Lalu gadis kecil itu mengangguk.
Roy juga ikut tertarik melihat Selin dan anak kecil itu.
"Kurasa kau perlu menikahinya, Billy." Pandangan mereka sama-sama tertuju pada sesosok gadis dan anak kecil yang tidak jauh dari mereka. "sebagai seorang kakakmu, aku benar-benar setuju kau dengan Selin"
aku menatapnya sekilas. tumben saja pria itu waras bicaranya.
"sedang kurencanakan." jawabku.
dia hanya mengangguk, "apa kau pernah takut?"
aku menoleh padanya, "pernah. bahkan sekarang, aku takut jika senyum itu tidak akan pernah kulihat lagi."
"aku tidak pernah ada diposisimu, tapi aku cukup paham bagaimana perasaanmu."
aku menghela, "tolong kuatkan aku jika suatu waktu kabar buruk itu menimpah Selin."
Roy menepuk pundakku, memberiku semangat, "percayalah pada Selin. bukankah cinta memang begitu adanya?"
"dia pasti bertahan untukmu." sambungnya.
Billy tersenyum tipis, pandangannya hanya tertuju pada Selin. setelah itu lelaki itu bangkit mendekati keduanya.
"Selin, waktunya kau minum obat." kata Billy.
aku mengangguk, "Terima kasih sudah mengingatkanku, Billy"
gadis kecil itu menatapku sekarang.
"Ibu siapa lelaki itu?" dia menujukku.
"itu? Mmm panggil saja dia Ayah. dia Ayahmu." aku terlalu terkejut.
"Ayah?" matanya terlihat berbinar saat menatapku membuatku tidak tega untuk tidak mengangguk.
aku sedikit berjongkok, lalu membawa putri kecil itu kedalam dekapanku. ternyata begini rasanya.
meskipun anak ini bukan darah dagingku, tapi sekarang aku paham bagaimana Ayah menyayangi Selin sebagai seorang anaknya.
pelukannya yang hangat rasanya perasaan kacauku, takutku, dan letihku seakan sirna.
"Ayah, aku menyayangimu." Gadis kecil itu mengatakannya padaku.
Rasanya hatiku tersentuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments