BAGIAN 3. (Meet You?)

Sedari tadi aku memandangi seorang Ibu muda yang sibuk menenangkan bayinya diruang tunggu ICU. ia terlihat kesusahan, bagaimana tidak. sementara menenangkan Bayinya, Putranya yang berusia kira-kira 4 tahun juga ikut menangis disampingnya.

perlahan, aku menghampiri mereka.

"hey jagoan, kau kenapa menangis?" aku sedikit berjongkok menyamakan tinggiku dengannya.

tangisnya pun mereda, ia mengamatiku. mungkin, dalam hatinya dia berpikir. siapa gadis aneh didepanku ini?

ku ulurkan permen yang tersisa satu dikantongku padanya. anak kecil itu tidak bergeming. sepertinya dia masih segan dengan pertemuan yang pertama kali ini.

"Nicky, ambil sayang. itu tangan kakakmu bisa patah kalau menunggu lama" kata Ibunya sedikit berlebihan.

aku tersenyum saat dia mengambil permen itu, dia juga terlihat malu-malu dan berlindung dibalik tubuh Ibunya.

aku kembali berdiri, "Bayimu kenapa? sedari tadi aku melihatnya menangis" tanyaku

ia sedikit menggeleng, "aku juga tidak tau"

"mungkin dia ingin ASI." kataku

"aku lupa membawa susunya, air susuku tidak ada." 

"bisa menunggu sebentar? aku akan kesupermarket didepan." tawarku

"buat apa?"

"aku akan membelikan dot dan juga susunya untukmu"

Ia sepertinya merasa tidak enak merepotkanku. "eh tidak apa. biar aku saja nanti yang kesana"

Aku tersenyum, "tidak apa. biar aku saja. lagipula, aku juga ingin membeli sesuatu." dan akhirnya dia menyerah membiarkan aku membelinya.

langkahku terhenti, aku berbalik lagi. "ohiya, usia bayinya berapa bulan? dia minum susu apa?"

"eh iya, 3 bulan. SGM" jawabnya

aku mengangguk lalu berlalu dari sana. untung saja aku tidak lupa bertanya usia bayinya. tidak mungkin aku sembarang membelikan susu nya.

Setelah selesai membelinya, aku mampir sebentar keruangan Billy. lelaki itu menatapku heran.

"untuk apa susu bayi itu?"

kucuci botol dot yang baru kubeli itu dengan air hangat. lalu mulai menakar susu serta mengisi air hangat dan air putih secukupnya.

"untuk bayi" jawabku cukup lama sambil mengocokan dotnya agar susunya merata.

"bayi mana lagi kali ini yang kau adopsi? sepertinya kau suka sekali dengan anak kecil" katanya

aku menoleh sebentar, "tidak lama lagi aku akan jadi seorang Ibu, mana mungkin aku tidak menyukai anak-anak."

Ia tertawa kecil, "tidak lama lagi? apa kau sudah menemukan calon Ayah dari anak-anakmu itu?"

aku jadi malu sendiri, bingung mau menjawab apa jadi kuputuskan untuk meninggalkan ruangan Billy cepat-cepat.

saat aku kembali ketempat tadi, bayi itu masih saja menangis. segera ku sodorkan dot berukuran sedang itu pada Ibunya.

"terima kasih. maaf sudah merepotkanmu" katanya.

sekarang bayinya tidak lagi menangis, sepertinya bayi itu memang kelaparan.

"siapa yang sakit?" tanyaku basa-basi

"Ayahku. dia stroke." jawabnya dengan wajah sendu.

kuedarkan pandanganku, mencari sosok kepala keluarga dari Ibu dan kedua orang anak ini.

"kemana suamimu?"

Ia cukup lama terdiam, "aku seorang janda" katanya.

bibirku mengatup rapat, jadi tidak berenak hati padanya.

"maaf, aku tidak bermaksud" kataku

Ia mengangguk mengerti, "tidak masalah. aku memang menikah muda. pada usia 6 tahun pernikahanku suamiku ketahuan selingkuh jadi aku memintanya untuk menceraikan ku." ceritanya singkat.

aku kagum padanya, meskipun merawat 2 orang anak yang masih kecil belum lagi Ayahnya yang menderita penyakit Stroke tapi ia tidak pernah menyerah.

dia wanita yang kuat. "bersabarlah. kudoakan Ayahmu segera pulih." kataku.

"jika kau butuh sesuatu, temui aku diruangan Dr. Billy spesialis hematologi." sambungku.

ia mengangguk, "Terima kasih. siapa namamu? sepertinya usiaku setara denganmu."

"Selin Priska Tresya, panggil saja aku Selin. umurku 25 tahun. kau sendiri?"

"ah nama yang cantik. aku Selly umurku satu tahun lebih diatasmu."

"26? ah, kau kakak."

"panggil saja aku dengan sebutan namaku. rasanya aku terlihat tua sekali jika kau panggil kakak."

aku terkekeh, "baiklah Selly. aku harus kembali keruangan Dr. Billy. aku pergi dulu"

ia tersenyum sambil melambaikan salah satu tangannya.

kubuka pintu ruangan Billy, terlihat ia sedang berbincang dengan pasien. aku berjalan masuk menuju ranjang pasien tempatku berbaring.

tapi mendadak tengorokanku terasa kering. aku haus. jadilah, aku harus melewati Billy dan pasien yang tengah berkonsultasi itu.

saat aku melewati mereka pasien itu menoleh kearahku, rasanya wajahnya tidak asing. aku kembali menatapnya.

dia tersenyum saat kupandangi. "hay, Selin." sapanya.

Billy terhenti berbicara, ia mengikuti arah pandang pasien didepannya itu yang menatapku. "kau mengenalnya?" tanya Billy pada pasiennya itu.

"dia waktu itu membantuku menemukan ruanganmu ini" jawabnya

ah. aku baru ingat lelaki itu.

"hey Seam? aku hampir tidak mengenalmu." aku menghampiri mereka.

Billy hanya menyimak, bahkan penjelasannya barusan seperti tidak didengar dengan baik oleh Seam pasiennya itu.

"aku pikir kau melupakanku. duduklah. Eh, Billy tadi kau mengatakan apa?" Seam kembali fokus mendengarkan penjelasan Billy.

"dalam tahap penyakitmu ini masih bisa disembuhkan jika kau rutin melakukan pemeriksaan dan meminum obat-obatan pencegahan. karna penyakitmu ini masih gejela awal untung saja, kau segera berkonsultasi." kata Billy.

Seam mengangguk, "Terima kasih, Billy. kau banyak membantuku."

"sudah tugasku. untuk sementara, istriahatlah yang cukup, atur pola makanmu, dan selingi dengan olahraga ringan yang bisa membuatmu berkeringat"

"baiklah. akan kulakukan."

mereka terlihat berjabat tangan. sepertinya sudah selesai.

aku hanya menyimak keduanya, jika dilihat mereka sepertinya seumuran hanya saja pakaian Seam lebih berjas. kutebak dia CEO salah satu perusahaan? mungkin.

"Selin, ini kartu namaku. jika kau butuh sesuatu datanglah kekantorku" ia menyodorkan kartu itu kehadapanku.

aku tersenyum menyambutnya. Benar. lelaki itu CEO diperusahan SJ Group.

"aku tidak bisa berlama-lama karna pagi ini aku ada meeting. aku pergi dulu, Selin." aku hanya mengangguk.

Seam kini menatap Billy, "aku pergi Billy" katanya.

Billy ikut mengangguk, lalu merapikan kembali mejanya yang berceceran kertas-kertas yang aku tidak paham itu apa.

"kau sudah sarapan?" tanyaku pada Billy.

ia hanya menjawab dengan gelenggan.

"mau ku pesankan makanan?" tawarku.

"boleh. samakan saja sepertimu" jawabnya.

kubuka ponselku lalu segera memesan makanan diaplikasi canggih sekarang.

tidak terlalu lama, pintu ruangan Billy ada yang mengetuk. aku segera membuka dan membayar pesanan yang dibawakan oleh kurir.

"Billy, akhir-akhir ini aku merasa sangat lelah meskipun tidak beraktivitas." aku membuka pembicaraan saat makan.

"kau perlu istirahat. minum juga obatmu." katanya menasehatiku.

"sudah. tapi tetap saja."

"kau selalu mengelilingi rumah sakit ini, dan menurutmu itu tidak beraktivitas?."

Aku terdiam.

aku hanya menunjukan cengiran khas ku padanya.

"maaf. akan kuturuti katamu, Billy"

senyumnya melebar, "makanlah yang banyak kau terlihat kurus"

"Iya"

setelah itu aku kembali berbaring diranjang pasien yang berada dipojok ruangan. sementara Billy kembali sibuk dengan laptop yang berisi seputar spesialisnya itu. intinya aku tidak tahu lebih jelas.

...🍁🍁🍁...

Billy memandangi Selin sebentar, gadis itu sudah terlelap. ia mendekatinya yang tengah berbaring.

lelaki itu tahu betul kondisi Selin semakin memburuk, perlahan gadis itu mulai merasakan lelah pada tubuhnya. Sebentar lagi, gadis itu tidak boleh terlalu banyak bergerak karna tubuhnya akan terasa sangat lemah.

Pagi ini Billy berniat kegereja dia sangat ingin memohon pertolongan Tuhan dalam hidup Selin.

setelah mengecup kening Selin sebentar, lelaki itu pun pergi.

saat tiba digereja, tempat itu nampak sepi. karna hari ini bukan hari minggu. namun, gereja dikawasan rumah sakit ini dibuka setiap harinya karna siapa tahu ada yang ingin beribadah ataupun hanya sekedar berdoa.

lelaki itu berlutut didepan mimbar, tangannya ia lipat, matanya ia tutup rapat-rapat.

"Tuhan, dalam kekuasanmu aku berserah. dalam setiap sakit hamba percaya engkau tabib diatas segala tabib engkau dokter yang menyembuhkan. Berdoa bagi Selin, dalam sakit penyakitnya tunjukan mujizatmu.Ya Allah kami yang bertahta disorga, beri kekuatan baginya dan kepada kami. mengucap syukur atas hari-hari yang masih engkau berikan pada kami setiap harinya. perbaharui hidup kami, Tuhan. AMIN." matanya pun terbuka.

Billy selalu merasa tenang ketika berdoa kepada Tuhan. Baginya, dari dulu hingga sekarang hidupnya indah bersama Tuhan. tiada tempat lain bagi pelariannya selain Tuhan yang dia percayai itu.

Kasihnya besar tidak pernah berkekurangan baginya. sejenak ia terdiam berlutut dired carpet didepan mimbar.

setelah merasa cukup baik. Billy berdiri lalu memberikan persembahan kedalam pundi yang terletak tidak jauh dari sampingnya.

lelaki itu kembali ke rumah sakit, takut Selin mencarinya nanti karna dia tadi tidak sempat pamit.

tapi saat ia memasuki ruangannya. dilihatnya gadis itu masih terbaring dengan nyenyak. suara napas nya teratur. Billy kembali membaca buku spesalisnya, dia ingin belajar sebanyak mungkin agar bisa menyembuhkan Selin dari penyakitnya.

"apa aku tidur terlalu lama?" suaranya parau khas orang bangun tidur.

Billy menutup bukunya, lalu menghampiri gadis itu. "tidak apa. tidurlah jika kau lelah"

"sudah tidak. aku ingin keluar sebentar" katanya.

"kemana?"

"apa kau lupa? besok kita akan kepanti asuhan, aku ingin membeli mainan, susu, roti, popok dan masih banyak lagi untuk anak-anak disana"

benar yang dikatakan Ayahnya. Selin sangat senang mengunjungi panti asuhan. mungkin, karna dia sangat menyukai anak-anak.

"mau kuantar?"

"tidak perlu. aku bisa naik taksi. siapa tahu nanti ada pasien kan kasian kalau kau tidak ada disini."

"yasudah. jangan terlalu kelelahan. minta tolong pada sopirnya jika kau tidak sanggup mengangkat barang belanjaanmu nanti."

"astaga. tenagaku masih kuat, Billy.

aku seperti orang lemah saja." protesnya.

"bukan begitu. hanya saja aku tidak ingin kau kelelahan."

"iya, aku mengerti. kalau lama-lama disini aku bisa stres sendiri mendengar nasehatmu itu"

Billy menggeleng-gelengkan kepalanya. Selin memang paling malas kalau sudah dinasehati.

baru saja gadis itu hendak pergi, tapi dengan sigap Billy menahannya.

"jaketmu mana? jangan berani keluar dari pintu itu jika kau tidak mengenakannya, Selin."

gadis itu memutar kedua bola matanya, "kau seperti Ibuku. sangat cerewet!" tanpa menunggu aku berbicara gadis itu sudah pergi.

aku tertawa kecil, gadis itu lucu. kalau ditanya kenapa aku seperhatian itu padanya? simple. karna aku menyukainya.

dari ribuan wanita yang kutemui selama ini, baik cantik ataupun biasa saja aku benar-benar hanya jatuh padanya.

sudah lama aku mengamatinya. sejak SMA, dia dicap gadis yang paling cerewet dikelas tapi seiring dia beranjak dewasa gadis itu menjadi lebih berhati-hati dalam berucap.

aku selalu jatuh cinta ketika dia menolong orang yang sama sekali tidak dikenalnya. dia bahkan dikenal sebagai malaikat dirumah sakit ini.

anehnya. gadis itu mudah berbaur dengan orang baru. bahkan dia juga pandai menyesuaikan dirinya.

dia bisa sangat akrab jika berbicara dengan nenek-nenek dan juga dia pandai merebut hati anak kecil. hal seperti itu benar-benar keahliannya.

aku juga jatuh cinta setiap kali ia menyambutku. saat aku lelah, dia akan menawarkanku segelas teh hangat dan mengajakku berbincang mengenai hal yang ringan.

kadang aku berpikir, sepertinya menikahinya akan membuatku menjadi laki-laki yang paling sempurna didunia ini.

aku sedang menunggu waktu itu. aku tengah merancangnya, sedikit lagi.

lamunanku buyar, aku lupa mengabari Roy tentang kepergian besok.

Saat aku menelfonnya, untung saja, pria itu langsung mengangkatnya.

"halo? disini tidak ada yang sedang sakit." Roy melontarkan candaan.

aku terkekeh dari balik ponselku. "kau sakit jiwa." kataku.

"hey jangan seperti itu pada kakakmu ini"

"sialan! terserah kau. besok aku akan mengajak kau dan istrimu ke panti asuhan. kau mau?" kataku pada intinya.

"oke. jam berapa?"

"tunggu saja dirumah. biar aku yang akan menjemput kalian."

"baiklah. nyonyaku juga sedang mual-mual."

aku melotot, "jurus apa yang kau pakai sampai sesubur itu, Roy?" kataku hampir tidak percaya, baru saja seminggu lalu mereka resmi menikah lantas sudah berisi? tidak mungkin.

"hey, aku tidak sedang mengatakannya hamil."

"rasanya aku ingin berkata kasar. kumatikan!" kesalku.

segera aku mengakhiri panggilan. kutebak sekarang Roy sedang terbahak-bahak karna berhasil mejahiliku lagi.  dasar keparat!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!