Rambut panjangnya sebahu tergerai indah, polesan make up yang sedikit natural dan gaun putih yang simple namun tetap terlihat anggun ditubuhnya serta high heels yang membuatnya terlihat sedikit lebih tinggi. Sangat pas!
malam ini Billy akan mengajaknya menghadiri acara pernikahan temannya.
Selin sangat senang. ia sangat mendambakan sebuah pernikahan yang sederhana namun romantis. doanya tidak pernah muluk-muluk. dia hanya ingin lebih lama bersama orang yang dicintainya.
mobil sedan hitam memasuki pekarangan rumah Selin, siapa lagi kalau bukan Billy yang datang.
lelaki itu mengenakan tuxedo serta pantofel hitam. Simple. namun mampu menambah dua kali lipat ketampanannya.
Selin menatap lekat Billy seakan terhipnotis oleh ketamanpanannya.
jantungnya kembali berdebar, ia ragu jika dirinya terkena leukimia seharusnya Ia sakit jantung. pasalnya jantungnya terlalu berdebar setiap kali dekat dengan Billy.
"Billy, dari mana kau dapatkan ketampanan seperti ini?" tanyaku asal.
lelaki itu mengerutkan dahinya, lalu terkekeh. "dari sini" ia menyentuh mataku.
aku tertawa kecil, menyadari kekonyolan pertanyaanku.
"kau sangat cantik" pujinya
wajahku pasti sudah merah seperti tomat. aku malu. "Terima Kasih"
ia mengulurkan tangannya, "jadilah pasanganku malam ini, Selin"
mataku membulat, jantungku rasanya ingin meledak. namun aku segera mengontrol ekspresiku.
"hanya malam ini?" aku setengah mati untuk terlihat biasa saja.
Ia memelukku sebentar tanpa berkata lalu ia membukakan pintu mobil yang mengharuskan aku masuk. mobil melaju dengan kecepatan rata-rata. Hening. sesekali aku meliriknya kulihat Billy nampak tenang dan fokus menyetir.
hampir 15 menit berlalu, kamipun tiba. keheningan masih menyelimuti.
Billy mengaitkan tanganku dilengannya, perlahan kami memasuki gedung pernikahan.
semua mata tertuju pada kami, mungkin karna Billy termasuk dokter yang tampan dan juga sangat populer.
ternyata Billy adalah tamu VVIP, ah tidak heran. tapi aku bersyukur karna begitu, aku bisa lebih dekat melihat dekorasi dan pengantinnya.
aku sangat ingin berada disana. nanti. jika itu mungkin.
baik aku maupun Billy tidak ada yang memulai pembicaraan. aku hanya sibuk menatap dekorasi yang sangat mengagumkan itu sedangkan Billy menyapa dan sedikit berbincang dengan beberapa temannya.
saat nama Billy disebut MC aku tersadar dari lamunanku. cepat-cepat aku menoleh kesamping. tapi lelaki itu sudah beranjak dari tempat duduknya menuju sang MC.
aku menatapnya lekat, pandanganku terkunci padanya. aku menunggu apa yang akan dilakukannya disana.
matanya beradu denganku, tatapan itu. aku tidak tahu artinya.
sorak-sorai para tamu undangan bergema, semua penasaran apa yang akan dilakukannya.
"Selin, mau kah kau bernyayi bersamaku disini?" suara beratnya mengisi seluruh ruangan. aku sempat terkejut. Ah aku malu! semua orang jadi memandangiku.
aku mencoba menutupi kegugupanku dan berjalan menghampirinya.
senyumnya mengembang, sepertinya aku lebih gugup ditatap dirinya ketimbang ratusan tamu undangan yang ada disini.
"A thousand years, apa kau bisa?" tanya Billy sangat lembut.
"I-ya. aku bisa." sumpah. tubuhku bergetar. aku malu menatapnya!
"Tenangkan dirimu. jangan gugup, aku bersamamu" katanya sedikit berbisik.
aku mengangguk. aku tidak perlu takut karna aku bernyanyi bersama Billy. aku hanya perlu mendalaminya.
suara piano terdengar, aku mulai mengatur napasku dan menepis kegugupan yang muncul.
Pada bait pertama aku mulai bernyanyi.
suaraku dan Billy kini menyatu, dan saling melengkapi.
kini giliran suara berat Billy yang bernyanyi. ia menatapku
Kupandangi matanya lekat-lekat. ku akui aku telah jatuh padanya. seolah lirik yang kami ucapkan seakan mengatakan perasaan yang selama ini terpendam diantara aku dan dia.
jantungku berdebar tak karuan, aku bahagia. saking bahagianya, rasanya aku ingin menangis. aku terharu.
aku sangat ingin dicintai, aku sangat ingin seseorang menganggapku berharga lebih dari apapun itu. seperti Billy memperlakukanku. semuanya. aku menyukai semua caranya.
hingga tiba diakhir lagu, semua bertepuk tangan. sorak-sorai terdengar kembali.
Billy tersenyum padaku, ia memegang tanganku lalu menuntun ku kembali ke tempat kami. sangat manis.
semua pasang mata tertuju pada aku dan Billy, seakan kamilah sosok yang paling menarik perhatian malam ini.
hatiku ingin menjerit bahagia. Billy sukses membuatku merasakan jadi satu-satunya gadis yang paling berharga sekaligus dicintai.
aku menatap dia sekilas. bukan hanya wajah tampan yang buatku terpana padanya. aku selalu jatuh cinta setiap kali dia tersenyum padaku, aku berdebar setiap kali dia menatapku. dan aku selalu terharu setiap kali dia memperhatikanku lebih dari dirinya.
air mataku tumpah. aku sudah sejauh ini. ya terlalu jauh berharap ditengah masa waktu hidupku yang tidak lama lagi. katakanlah aku tidak tahu diri. itu benar. tapi coba rasakanlah menjadi aku. aku hanya ingin hidup normal. aku hanya ingin bernapas dengan sempurna. aku hanya ingin tidur tanpa takut tidak bisa terbangun lagi.
Aku takut.
...🍁🍁🍁...
terdengar isakan kecil, aku menatap Selin yang berada disampingku. kepalanya menunduk, punggungnya bergetar. gadis itu menangis.
aku mendekatinya, sedikit berjongkok agar menyamakan tubuhku dengannya.
"Selin, mengangguklah jika kau ingin pulang" kataku
ia mengangguk, "Tunggu sebentar" kataku.
aku mendekati Roy yang tidak lain adalah mempelai Pria. kubisikan padanya "Roy, maaf aku tidak bisa mengikuti acaramu hingga selesai. kau lihat gadisku yang disana? suasana hatinya sedang tidak baik, jadi aku harus membawanya pulang."
Roy menatap sekilas gadis yang dimaksud Billy lalu mengangguk. "baiklah. tapi sebagai gantinya, kapan-kapan kenalkan dia padaku dan juga istriku. aku sudah menganggapmu seperti adikku, Billy"
"Terima kasih. akan ku kabari lagi nanti. Selamat menempuh hidup baru. cobalah bertahan pada satu wanita kali ini." jujur saja. selama pacaran Roy tidak pernah betah dengan satu wanitapun. sehari dengan bernama Anna, besok malamnya bersama Maria, dan lusa dengan Micelle. stok gadis semakin berkurang karnanya. dasar bejat!
Roy melotot menatapku, kutebak gadis yang disandingkan dengannya ini tidak tahu seluk-beluk kebejatannya. makanya lelaki itu terlihat menutup-nutupi.
"pergilah. apa kau perlu kusewakan jet pribadi?" sindirnya.
aku hanya terkekeh lalu bergegas pergi.
aku mendapati Selin masih menunduk, aku berjongkok menyesuaikan tinggiku lagi dengannya.
baru kusadari bahwa tangan Selin berlumuran darah. astaga dia mimisan.
"Selin, angkat kepalamu. kau mimisan." kataku
aku segera menarik tissue dimeja sebanyak mungkin lalu membendung cairan merah yang hendak keluar dari hidungnya.
"angkat sedikit lagi kepalamu, ini tidak akan lama" aku mencoba menenangkannya.
gadis itu masih saja menangis. aku tidak tau apa alasannya.
kembali Selin menjadi pusat perhatian. semua penasaran apa yang terjadi padanya. karna merasa tidak enak pada Roy yang sedikit menganggu acara pernikahannya aku memutuskan membawa Selin pulang.
saat dijalan pun gadis itu masih saja terisak, aku menepikan mobil sebentar.
aku menatapnya, "kau ingin pelukan?" kubuka tanganku lebar-lebar dan gadis itu berhamburan kedalam pelukanku. Ia menangis sejadi-jadinya.
dalam dekapanku, kubelai rambutnya dengan lembut, "Selin, kapanpun kau butuh sandaran katakan padaku."
Ia tidak menjawab. justru tangisnya semakin pecah.
"Jangan menangis terlalu banyak, kepalamu bisa sakit."
"a-ku haus, Billy" meskipun sesegukan aku masih bisa mendengar yang dikatakannya. aku tertawa kecil. gadis ini sangat lucu.
dia sedikit menjauh, melepaskan pelukannya. kusodorkan sebotol air mineral padanya.
"Billy, kapan kau ada waktu luang?" tanya Selin. tangisnya sudah mereda.
"kenapa? kapanpun itu aku pasti bisa."
"aku ingin mengajakmu kepanti asuhan"
aku menatapnya cukup lama.
"kau ingin kesana?" tanyaku
"iya. bersamamu."
"baiklah. kapan?"
Ia menoleh, "kau mau? apa boleh?" ia terlihat bersemangat.
aku mengangguk, "tentu. aku berniat mengajak Roy dan istrinya tapi jika kau tidak setuju. tidak apa."
Ia buru-buru menggeleng. "aku senang mereka ikut. aku tidak punya teman wanita selain ibuku."
"oke. bagaimana kalau sabtu?"
"aku setuju" katanya dengan senyum yang tidak luput. padahal beberapa menit yang lalu dia sempat terisak tapi itulah dirinya luar biasa.
mobil kembali melaju menuju rumah Selin. untung saja, tangis gadis itu sudah mereda. Billy senang bisa menghiburnya walau hanya sekedar menjadi sandarannya.
setelah beberapa menit, sampailah mereka. terlihat Ayah sudah menunggu diteras rumah.
"kau tidak mampir?" tanya Selin.
"aku akan bicara sebentar dengan Ayahmu. kau masuklah tidur." jawabnya.
gadis itu melakukan yang seperti dikatakan Billy.
"Ayah, aku tidur dulu" pamit Selin.
ayahnya mengangguk.
"duduklah, Billy" kata Ayah.
"Ayah, aku akan langsung pada intinya. Selin akan kuajak bertemu temanku yang sudah kuanggap seperti kakakku sabtu nanti. apa boleh?" Kata Billy
"tentu boleh."
"Selin juga memintaku menemaninya ke panti asuhan"
"haha anak itu. selalu saja. aku ingat dulu dia selalu merengek padaku minta diantarkan kepanti asuhan setiap bulan wajib kesana kalau tidak pasti dia akan menangis sejadi-jadinya. waktu itu dia masih SD. aku tidak tau apa alasannya."
"Selin memang berbeda dari gadis-gadis lain. aku tidak pernah bertemu orang sebaik dia." kataku
"sebagai Ayahnya, aku bangga padanya. aku senang bisa memiliki Putri secantik dan sebaik dia" ia memberi jeda sebentar,
"Jika nanti dia benar-benar pergi, kurasa aku gagal menjadi Ayahnya selama ini." matanya berkaca-kaca.
"Ayah, kita tidak boleh menyerah. Selin selalu berusaha bertahan untuk kita. tugas kita memberinya semangat dan terus mendoakannya"
"ajari aku bagaimana caranya bersyukur ditengah pergumulan ini, Billy. aku tidak sanggup menatap Putriku setiap kali ia menangis menahan kesakitan." suara lelaki itu mulai bergetar, aku tahu betapa ia sangat menyayangi Putrinya.
aku tertunduk lemah, aku juga tidak kalah sedih dari Ayahnya. namun jika semuanya terpuruk lantas siapa lagi yang akan menyemangati Selin?
"kita masih punya Tuhan. berharaplah padanya" bukannya ingin mengurui, entah kenapa hanya itu satu-satunya jawaban yang kupunya.
"aku tidak pernah mengakui keberadaan Tuhan dalam hidupku." ketusnya
aku hanya diam, tidak menjawab lagi. aku tahu Ayah hanya belum siap saja menerima kehadiran Tuhan dalam hidupnya.
"Ayah, tidurlah. ini hampir larut malam. aku juga pamit pulang dulu"
Ia menghela napas dan mengangguk.
"maaf jika aku berkata kasar padamu. aku hanya terlalu emosional" katanya
"bukan hal yang serius. aku mengenalmu dengan baik, Ayah"
kami berdua sama-sama tersenyum. setelah itu aku berpamitan untuk pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Rosee
ciee salting wkwk
2023-04-25
1