Terpaan angin malam yang menusuk sukses membungkam riuh perselisihan antara Selena dan Eliot. Seorang pria setengah baya berjalan dengan amarah membuncah. Dia berjalan seolah perpijakan yang lenggang menepi menyambutnya.
Bugh!
Pukulan keras dilayangkan San Alaric tepat mengenai wajah tangkas putranya. Dia tidak dapat mengontrol emosi yang sejak awal menggebu-gebu ingin mengirimkan tinjuan pada Eliot. Diam di tempat menunggu putranya tobat ternyata tidak mujur menyadarkan. "Sampai kapan kau akan seperti ini?! Lebih baik mengasuh binatang daripada manusia yang tidak menggunakan akalnya!" pungkas San geram.
Tidak peduli tempat, San yang sudah gelap mata ceracam memukul putranya di depan polisi. Sangat keras, hingga terjadi robekan kecil di sudut bibir putranya itu. Tubuh bidang Eliot sampai berangsur mundur ke belakang hingga terjerembab di lantai.
"Bagaimana kondisimu, Selena? Apa terjadi sesuatu yang buruk?" San dengan panik mengelih wajah pucat menantunya. Sehelai rambutnya bahkan tidak boleh berkurang, atau dia benar-benar akan mendera putranya sendiri. "Maafkan Papa karena tidak cepat menyelamatkan mu," katanya seraya memeluk Selena. Betapa dia menyayangi putri dari mendiang sahabat lamanya itu.
"Ehm, Selena baik-baik saja. Hanya saja Eliot terluka," toleh Selena berjongkok memeriksa luka kaki Eliot yang tergores aspal ketika jatuh dari motor. "Biarkan aku melihatnya," pinta Selena peduli. Dia mencoba menggapai luka tersebut berniat untuk menjauhkan beberapa kotoran yang menempel.
Langsung Eliot menepis tangan kurus wanita itu. Dia mendelik tajam manik Selena lalu bangkit dari posisi tersungkurnya. "Jangan berlagak peduli. Bukankah ini yang kau inginkan?"
"Eliot! Mulai hari ini kau akan tinggal di mansion. Apa kau pikir aku tidak tahu kalau selama ini kau tidak pernah menginjakkan kakimu di rumah kalian?!" Mata San nanap memandangi putranya. "Seharusnya kaki dan tanganmu dipasung saja agar tidak bisa melangkah!"
"Urus sisanya," perintahnya dengan nada berat kepada manajernya yang dari tadi berdiri tepat di belakangnya.
Tidak ada satu pun polisi berkomentar menahan kepergian kedua tersangka pidana itu. Mereka dengan mudahnya terbebas dari jeratan hukum mengingat latar belakang San Alaric. Seisi kota mengenal sosok pengusaha kaya raya dan memiliki pengaruh penting di negeri, tentu pihak kepolisian pun tunduk pada sogokannya.
"Sudah tiga kali putranya itu keluar masuk sel penjara, tapi terus saja dibebaskan. Aku iri padanya karena punya ayah seperti San Alaric," celetuk Kepala Penyidik seraya menonton kepergian dua bocah bermasalah itu.
****************
~Mansion~
"Aku sudah menghancurkan markas geng motor mu itu, beserta cecunguk nakal yang sudah mempengaruhi putraku," ucap San setelah kaki Eliot beranjak menaiki tangga menuju kamar.
Pria itu berbalik. Memandang Sang Ayah yang tengah berdiri dengan wajah tegang. Dia setengah percaya. Jika memang benar, maka dialah orang yang patut disalahkan. "Apakah ini hukuman bagiku?" tanya Eliot tanpa ekspresi. Dia bergeming dalam bayangannya, sungguh dia kecewa. "Aku harap ini yang terakhir, jangan pernah sentuh teman-teman ku lagi!" pinta Eliot sebelum meninggalkan percakapannya dengan San. Dia benar-benar marah, ingin rasanya menunjukkan emosi duka dalam benaknya, namun tidak ada gunanya.
San Alaric sebelumnya mendapatkan informasi dari pos satpam yang menjaga pagar mansion miliknya itu bahwa Eliot membawa paksa Selena setelah terjadi pertengkaran. Merasakan ada yang janggal, lantas San menyuruh orang kepercayaannya untuk mengawasi putranya itu.
Kemudian mobil patroli polisi yang bertugas melintas dari hadapan Selena waktu itu bukanlah semata karena kebetulan. San dengan kekuasaannya memerintahkan atasan kepala pusat kepolisian untuk menugaskan anak buahnya mengawasi kawasan distrik tua itu. Semua sudah direncanakan oleh San. Dia sesungguhnya sudah membaca pergerakan putranya yang degil.
"Ayah mertuaku mengerikan sekali," gumam Selena tidak habis pikir.
Dalam semalam dia meratakan bangunan yang selama ini dijadikan Eliot dan sekawannya sebagai persinggahan geng motor. Terdengar tega, namun dia benar-benar melakukannya. Tidak ada yang bisa melerai pria berkuasa itu jika sudah bergerak.
"Selena ... apa kau keberatan tinggal di sini untuk beberapa saat? Hanya sampai Eliot jera," bujuknya mengendurkan suara kerasnya. "Papa khawatir jika anak itu mempersulit mu. Sebaiknya ...."
Selena langsung menimpali seraya melempar senyum riang merekahnya. "Baik, Pa. Aku dan Eliot akan tinggal di sini," timpalnya menurut. Baginya sosok San Alaric adalah penyelamat. Dia selalu percaya bahwa mertuanya itu akan melakukan yang terbaik deminya. Bahkan meminta dirinya menikahi Eliot pun adalah sebuah jalan pemberian San semata untuk kebaikannya. "Kalau begitu ... aku ke kamar dulu membersihkan diri. Pakaianku kotor ... a-aku naik, Pa," pamitnya gugup. Meski sudah sering bertatap muka dengan Tuan San, Selena masih belum terbiasa menyikapi San Alaric sebagai mertuanya kini.
~Kamar~
Tok-Tok-Tok!
"Aku masuk!" teriak Selena dari balik pintu yang tertutup rapat meski tidak dikunci sama sekali. Dia menunduk tak berani menatap wajah masam suamimu itu. Eliot tengah kalang kabut, takutnya malah memperkeruh suasana.
Bola matanya terus mengindari pemandangan mendung suaminya.
Pria itu sungguh menyedihkan, bahkan mengganti celana sobeknya pun tak sanggup. Dia tidur terlentang dengan mata terpejam ketat. Telapak kakinya masih menyentuh lantai, dengan lutut tertekuk di tepian ranjang.
"Kenapa kau menatapku begitu? Kau sedang mengejek?" Lirih suara Eliot terdengar padam.
Selena langsung berbalik dan lari menuju kamar mandi. Sebisa mungkin berpura-pura tidak mendengar apa pun. Dengan cepat, Selena menutup kancing pintu kamar mandi itu agar terhindar dari tatapan mematikan suaminya.
"Kenapa wajahnya muram begitu? Aku takut ... sangat menyeramkan.Sepertinya aku akan cepat menua jika terus-terusan berhadapan dengan anak dan ayah keluarga Alaric," celetuk Selena sambil mengelus dada.
Selena merangkak pelan ke arah cermin besar yang tergantung di pinggir dinding berwarna putih itu. Dia menghayati detail wajahnya. "Apa aku kurang menarik makanya Eliot sama sekali tidak menatapku?" tanyanya bergumul dengan pikirannya.
Semua orang juga tahu dia wanita cantik dan menawan. Bulu mata lentik juga mata amber dengan warna langka itu. Dia wanita yang sempurna. "Dia buta karena tidak bisa menghargai istri cantik seperti ku," sambungnya terus menyeletuk.
Setelah selesai membersihkan diri, Selena pun mengayunkan kaki jenjangnya. Sedetik kemudian Selena terdiam, sepertinya dia melupakan sesuatu yang penting. Dia menunduk melirik tubuhnya. "Astaga!" teriaknya, langsung Selena mengambil handuk kimino putih yang tergantung lalu dipasangkannya cepat.
"Sialan, bagaimana mungkin aku bisa keluar tanpa busana?" Dia berdebat dengan dirinya sendiri. "Aku memang bodoh sampai tidak memikirkan pakaian ganti. Kalau sudah telanjur begini, aku harus bagaimana?"
"Sampai berapa lama lagi kau di dalam sana, ha?!" pekik Eliot yang sudah tidak sabar menunggu wanita itu keluar. Dia juga gerah dengan tubuhnya yang berdebu. "Aku juga perlu mandi!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Winters
kekuasaan bisa memengaruhi segalanya
2023-05-21
0
Liu Zhi
uwaaa
2023-04-21
0