"Putrinya yang sekarang sangat cantik dan lucu, mungkin dia merasa malu kalau sering membawa Velerie."
Helena mengepalkan tangannya. Dia bangkit dari posisinya yang duduk di tanah sembari memeluk nisan putrinya. Tatapan matanya yang marah membuat wanita yang mengatakan kalimat tidak enak itu merasa tertekan dan tidak enak hati. Lantas kenapa jika putri mantan suaminya cantik dan lucu? Apakah Velerie tidak cantik di mata orang lain? Hah...... Rasanya Helena sama sekali tidak ingin memperdulikan hal itu, tapi mengingat bagiamana Velerie selalu mencoba untuk menghias sendiri rambutnya, memadupadankan pakaian meski sering tidak cocok, dia tentu sudah berusaha untuk cantik bukan? Jelas di mata Helena Velerie adalah gadis kecil tercantik di dunia. Dia polos, dia tidak bisa mengatakan kebohongan apapun, tidak bisa marah berlebihan, dia hanya akan menangis saat lelah, tidak mendapatkan apa yang dia inginkan. Semua orang boleh menghinanya, boleh mengatainya dengan bahasa paling kasar di dunia pun Helena akan menelan saja makian itu. Tapi, Velerie yang adalah dunianya, separuh nyawa dan kewarasannya, bahkan tatapan tidak suka saja dia tidak akan menerimanya apalagi ucapan barusan.
"Mulut anda yang hanya bisa mengatakan kalimat menjijikan, mulut anda yang hobi sekali menyanjung dan merendahkan, demi Tuhan jangan harap aku hanya akan diam saja menerima ucapan anda barusan. Minta maaf! Cepat minta maaf kepada Erie ku!"
Wanita itu memundurkan langkanya beberapa kali, dia merasa takut dan gugup karena Helena memang benar-benar terlihat sangat marah, seperti ingin membunuh orang lain agar bisa menemani putrinya.
"Ma maaf...... Maaf......" Pintanya.
Ibunya Helena hanya bisa menahan tangis dan kekecewaannya terhadap sikap putrinya yang begitu lepas. Tentu saja dia tahu kalau perasaan putrinya sedang sangat hancur, tapi bukankah akan lebih baik jika tetap menjaga sikap? Bagaimana pun semua sudah terjadi, mau marah, menangis, atau melakukan apapun tentu saja tidak akan mengembalikan nyawa Velerie bukan? Menurut Ibunya Helena, meninggalnya Velerie juga bisa di anggap keberuntungan yang di berikan Tuhan meskipun rasanya sangat menyakitkan. Sebagai seorang Ibu dia benar-benar tidak rela melihat putrinya begitu bersusah payah demi anak yang bahkan tidak bisa melakukan apapun. Velerie hanya bisa melakukan hal sederhana saja, bahkan dia juga tidak bisa mengatakan kalimat yang panjang, maksimal tiga kata untuk sekali bicara itu sudah sangat baik. Helena bekerja keras hanya untuk putrinya, menolak untuk menikah lagi karena ingin fokus dengan putrinya, menghabiskan seluruh tabungan yang dia miliki untuk putrinya. Ibunya Helena merasa jika Helena memang sangat keterlaluan dalam menyayangi Velerie.
"Pergilah, aku tidak ingin orang-orang seperti kalian berada di dekat putriku yang sedang tertidur."
Semua orang mulai meninggalkan pemakaman karena tidak ingin kalau sampai Helena semakin menjadi dengan kemarahannya. Hanya tinggal Ibunya Helena saja di sana.
" Helena, hentikan keras kepala mu. Velerie sudah pergi, jadi relakan saja dia mari ikut pulang bersama Ibu. " Ibunya Helena meraih lengan Helena berharap Helena akan mendengar dan mengikuti kemana Ibunya membawa pergi. Namun harapan itu benar-benar langsung saja sirna saat Helena dengan cepat menepis tangan Ibunya untuk menjauh dari dirinya.
Tak mengatakan apapun, Helena hanya memasang wajah dingin, menghindari tatapan mata dari Ibunya dengan sengaja agar membuat Ibunya sadar bahwa dia bahkan tidak menginginkan Ibunya saat ini.
"Helena, hentikan keras kepalamu! Jangan harap Ibu pergi, Ibu akan menemani mu di sini." Ucap Ibunya Helena, menegakkan tubuhnya enggan berpindah karena dia merasa waspada entah apa alasannya.
Helena membuang nafasnya, dia mulai bicara tapi dia sama sekali tidak pernah menatap ke arah Ibunya.
"Ibu, tolong jangan membuat ku berkata kasar, apa Ibu tahu bagaimana menyakitkannya saat aku seperti tahu apa yang Ibu pikirkan. Aku seperti merasa jika Ibu sedang bersyukur dan bergembira atas kematian Erie."
Ibunya Helena terdiam, sungguh dia ingin menyangkal itu. Tapi tatapan mata Jelena benar-benar membuatnya tak bisa lagi berkata-kata. Iya, apa yang di katakan Helena memang ada benarnya. Dia merasa bersyukur karena Velerie telah tiada sehingga Helena hanya perlu mengurus dirinya sendiri mulai saat ini. Tidak perlu lagi bekerja keras dan membuang uangnya hanya untuk Velerie yang tidak bisa melakukan apapun, hanya menjadi beban saja untuk Helena.
"Pergilah, Ibu sudah cukup melihat bagaimana aku tidak bisa di ajak bicara apalagi menuntut ku untuk mengerti keadaan."
Ibunya Helena memilih untuk menuruti apa yang di inginkan putrinya. Dia sudah cukup sadar bahwa tidak akan bisa membujuk Helena apapun yang dia katakan jadi Ibunya Helena hanya bisa berharap perasaan Helena akan membaik nanti seiring berjalannya waktu.
Setelah di rasa tidak ada orang yang mengganggunya lagi, Helena kembali duduk di tanah, menyentuh nisan putrinya dan menatapnya dengan pilu.
"Sayang, Ibu tidak sanggup kalau tanpa mu. Ibu tidak ingin sendirian tinggal di dunia yang kejam ini."
Helena mengeluarkan karter yang dia simpan di saku bajunya. Karter itu masih baru, dan sangat tajam jadi Helena yakin benar dengan dua kali sayatan sudah akan memutuskan urat nadinya. Helena mendekatkan karter itu ke pergelangan tangannya, kembali menatap nisan putrinya, lalu tersenyum.
"Ibu datang, sayang. Jangan takut, Ibu akan segera datang." Ucap Helena, lalu bersiap menggerakkan tangannya untuk menggores pergelangan tangannya.
"Aku dengar putrimu menjadi korban tabrak lari, kenapa buru-buru ingin mengakhiri hidup? Seharusnya yang kau lakukan adalah mencari keadilan untuk putrimu bukan? Sekarang kau menderita dan ingin mengakhiri hidup mu sedangkan orang yang menabrak putrimu bisa hidup dengan bahagia setelah apa yang dia lakukan?"
Helena menjauhkan karter itu dari pergelangan tangannya, menoleh dan mendongak karena saat menoleh dia hanya bisa mendapati sepasang kaki yang terbungkus sepatu pantofel hitam mengkilat, juga terbungkus celana bahan berwarna hitam.
"Siapa kau?" Tanya Helena dengan tatapan dingin.
Pria itu menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan dari Helena.
"Maafkan aku kalau aku lancang, tadi aku tidak sengaja mendengar obrolan para pelayat yang mengatakan jika putrimu meninggal karena menjadi korban tabrak lari. Aku juga bukan sengaja berada di sini, hanya saja makam Ibu ku berada di sebelah makan putrimu."
Helena tidak mengatakan apapun, dia terdiam sembari berpikir, memikirkan apa yang pria itu katakan. Benar, dia terlalu sibuk memikirkan kesedihan karena kematian putrinya sampai lupa bahwa penting juga menemukan orang yang sudah mencelakai putrinya hingga meninggal dan membuat dia mendapatkan hukuman yang setimpal.
" Kehilangan orang yang paling berharga rasanya memang sama seperti kehilangan segalanya dalam hidup, kehilangan semangat untuk hidup pula. Tapi, percayalah putrimu tidak akan menerima apa yang akan kau lakukan barusan. "
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Erni Kusumawati
Benar sih apa yg orang itu katakan tadi.. Helen hrs menuntut keadilan utk Erie
2023-06-06
2
Dedi Sutomo
😘😘😘😘
2023-04-25
0
Dedi Sutomo
lanjut
2023-04-25
0